Tips Mensiasati Kejenuhan Pasar di Bisnis Waralaba

Wynonna  pernah berkata “Anda tidak belajar tentang diri anda melalui kesuksesan. Anda belajar melalui kegagalan dan kesalahan  (You do not learn about yourself through a success. You learn through mistakes and failures).  Pun pada bisnis franchise.  Berapa banyak  franchise baru yang mengeluh akibat  tekanan dari berbagai arah. Mulai dari ketatnya persaingan bisnis, menurunnya daya beli pelanggan hingga menurunnya performance karyawan. Semua itu adalah tantangan yang harus dihadapi oleh seorang franchise diawal membuka bisnis.

Seiring dengan jalan, para pengusaha franchise mulai mendapat pengalaman kurang menyenangkan di awal mereka menjalankan bisnis franchise. Kegagalan demi kegagalan mulai mereka alami. Pada awalnya amat menyakitkan, modal banyak yang bocor, tenaga dan pikiran terkuras, sementara waktu yang dicurahkan dibisnis franchise tersebut cukup banyak tersita. Namun hasil jauh panggang dari api. Belum lagi kendala dibidang internal, yaitu kecenderungan untuk give up. Semua mewarnai hati sang pemilik bisnis franchise tersebut.

Tantangan terbesar seorang pebisnis franchise ketika dihadapkan oleh kejenuhan pasar. Seolah para pelanggan enggan untuk membeli produk kita. Padahal promosi sudah gencar dilakukan, penawaran diskon menarik hingga kualitas customer service yang semakin ditingkatkan. Namun tetap saja daya beli masyarakat terhadap produk kita lemah. Benarkah faktor kejenuhan pasar menjadi biang keladi penurunan omzet mereka ?

Bisnis franchise tak jauh beda dengan bisnis konvensional, sama-sama mencari omzet yang berbuah profit. Kelebihan bisnis franchise dimata bisnis convensional adalah kekuatan brand dan sistim bisnis yang lebih baik. Bukan berarti diberbagai bisnis konvensional itu mereka kurang memiliki brand dan sistim bisnis yang baik, namun dibanding bisnis franchise, sejatinya tentu lebih baik. 

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari kecenderungan tersebut ? Dengan memanfaatkan kekuatan brand dan sistim bisnis yang lebih baik, para franchise memiliki peluang besar untuk mengatasi kejenuhan pasar. Setidaknya bermodal dua komponen tersebut, para franchise, baik yang sudah senior maupun pemula bisa memfokuskan pada kekuatan besar tersebut.

Kejenuhan pasar bisa terjadi pada industri apapun, tak perduli bisnis yang berbasis pada sistim waralaba atau bukan. Permasalahan utama bukan pada kejenuhan pasar tersebut hingga menyebabkan omzet menurun atau pelanggan lari, tapi sejauh mana para franchise, khususnya sang franchisor mengoptimalkan dua kekuatan besar tersebut, yaitu branding dan sistim bisnis.

Saya melihat, branding lebih kearah eksternal faktor, sementara sistim bisnis lebih ke area internal. Bayangkan, apa yang terjadi dengan bisnis Anda jika keduanya berkembang secara maksimal ? Branding yang terawatt sama seperti pohon, akan terus membesar dan memiliki buah yang banyak dan berlimpah. Demikian sistem bisnis, ibarat akar pada pohon yang terus menghujam ke  bumi, memperkuat pohon tersebut untuk tumbuh besar.

Jika analogi bisnis seperti pohon, maka branding adalah pertumbuhan pohon yang secara terus menerus akan makin tinggi dan besar, sementara sistim bisnis adalah akar dan komponen dalam pohon tersebut hingga menopang pertumbuhan. Ironisnya, banyak franchise terpaku pada jumlah buah, padahal itu hanya factor akibat, bukan sebab. Sebabnya selalu pada dua factor utama, yaitu branding yang baik dan sistim bisnis yang baik.

Meminjam pemikiran marketer dunia, Seth Godin tentang virus marketing, ia menekankan pentingnya customer sebagai ujung tombak pemasaran. Mengapa Godin bisa meyakinkan bahwa customer dan bukan  divisi marketing sebagai tulang punggung perusahaan ? 

“Penyebaran informasi yang paling efektif apabila dilakukan dari konsumen ke konsumen, bukan dari bisnis ke konsumen. Adalah lebih baik memikirkan bagaimana cara membuat customer berbicara kepada seluruh temannya tentang produk kita dari pada kita mati-matian berpromosi ke berbagai media eksternal yang mahal” ujar Godin dalam bukunya The Ideavirus.

Apa yang Godin ungkapkan tak sepenuhnya benar. Ada sisi kebenaran dan ada pula sisi kelemahan. Tapi yang terpenting dari pemikiran beliau adalah pentingnya mengoptimalkan potensi customer sebagai ujung tombak bisnis, dan itu akan memperkuat puluhan bahkan ratusan kali lipat brand dimata pasar.

Mensiasati kejenuhan pasar sekaligus memanfaatkan peluang emas dimasa krisis adalah seni bukan pengetahuan. Sekali lagi, Brad Sugar selalu menekankan pentingnya tiga hal dalam bisnis, yaitu wow factor, easy to buy dan konsistensi.  

Wow faktor adalah seni untuk menyenangkan customer dengan cara member kejutan. Tentu saja, customer bakal happy jika mendapat hadiah tak terduga atau diskon yang menarik dari bisnis kita. Dan dampak ini akan menciptakan kesetiaan pelanggan dimasa depan.

Easy to buy artinya, memberikan kemudahan kepada para customer agar mereka mudah melakukan transaksi dengan bisnis kita. Bayangkan, apa yang akan customer rasakan jika suatu bisnis memiliki sistim pembayaran yang rumit. Tentu tak akan nyaman dan tenang mereka saat membeli produk atau service kita.

Dan terakhir adalah konsistensi. Brad selalu menekankan pentingnya konsistensi dalam melayani customer. Bisa dibayangkan, customer bakal bingung dan frustasi jika mendapatkan citra rasa makanan yang selalu berubah-ubah, atau layanan yang tak konsisten. 

Tiga rumus ini bisa menjadi andalan untuk menekan dampak kejenuhan pasar, plus mendapatkan simpati masyarakat ( customer). Sebenarnya jika kita bisa sedikit kreatif, ada banyak cara untuk menarik simpati masyarakat. Tentu saja diperlukan banyak sekali eksperimen untuk mendapatkan formula terbaik agar mendapatkan hasil maksimal.

Akhirnya, selamat berjuang untuk memberikan yang terbaik kepada customer. Kejenuhan pasar hanyalah pertanda bahwa customer perlu dilayani secara “ekstra” dan kreatif hingga mereka merasa diperhatikan dengan serius dan eksklusif. Salam kreatif !  

Herman Susanto

Action Coach Indonesia