de WAVE Spa & Reflexology Tawarkan Konsep Spa dengan Layanan Bintang Lima

de WAVE Spa & Reflexology Tawarkan Konsep Spa dengan Layanan Bintang Lima

Didirikan oleh Indra Krisna, de WAVE Spa & Reflexology menawarkan bisnis layanan spa bintang lima dengan konsep terpadu. “Jadi konsepnya one stop shopping, ada spa, salon dengan  treatment seperti medicure dan pedicure, cuci blow, serta massage,” katanya.

Bisnis yang didirikannya di Jogjakarta ini pun berkembang pesat. de WAVE Spa & Reflexology memiliki banyak cabang yang tersebar ke berbagai daerah. “Jumlah cabang kita sekarang 20 cabang lebih, sampai akhir tahun sudah ada beberapa yang mau buka. Cabangnya tersebar di Bekasi, Jakarta, Pamanukan, Kudus, Jogja, Magelang, Pangandaran, Makassar. Kita mau buka di Bogor, Semarang, Purwakarta, Palembang,” ujar Indra.

de WAVE Spa & Reflexology memiliki keunikan tersendiri. Desain eksterior dan interiornya dikerjakan desainer hotel bintang lima sehingga tampilan gerainya memanjakan customer. “Memanjakan panca indran customer waktu treatement, musiknya oke, desainnya oke, menyuguhkan yang terbaik. Konsepnya mewah, elegan, instagrammable dapat, clean-nya dapat,” ungkap Indra.

Selain itu, kata Indra, produk de WAVE Spa sudah standar Badan POM, healthy, dan harganya appordabel. “Produk favoritnya wive reflexology, de wive massage, dan spa juga favorit customer ada vitamin dan meremajakan kulit dan sebagainya,” jelasnya. 

Yang tidak kalah menarik, kata Indra lagi, de WAVE Spa sudah punya standarisasi  treatement sehingga siapapun terapisnya akan sama. “Jadi customer yang datang tidak pilih-pilih tenaga terapis kita,” katanya.

Indra mengatakan, alasan dirinya mendirikan bisnis spa karena hasil riset yang dilakukannya memperlihatkan bahwa bisnis ini kedepannya sangat bagus, masuk  top five. Pasalnya, masyarakat Indonesia sudah masuk segemen menengah, sehingga tidak hanya kebutuhan primer. “Berkaca ke negara maju bisnis yang berkembang adalah kesehatan dan kecantikan,” jelasnya.

Meski demikian, bukan berarti ia tidak menemukan kendala. Sewaktu cabang bisnisnya satu lebih enak mengelolanya karena simpel. “Namun setelah membuka cabang kedua dan ketiga konsep rekrutmen sudah mulai dipikirkan, standarisasi outlet, SOP dan sebagainya harus dipikirkan karena masing-masing orang punya style sendiri. Karena kerjanya mengandalkan manusia maka memanusiakan manusia agar turn over tidak tinggi,” jelasnya. 

Bisnisnya yang mengandalkan tenaga manusia memang menjadi tantangan tersendiri bagi Sarjana Teknik Sipil dan S2 Magismer Managament  di Atmajaya ini. Karena itu, ia mengembangkan budaya kerja dengan filosofi memanusiakan manusia. “Kebetulan saya bukan tipe orang yang mudah marah-marah. Kita memanage man power agar betah dan kerja secara maksimal. Untuk itu ada briefing, doa bersama dan menekankan waktu terbaik di rumah dan tempat kerja. Menjadikan usaha ini keluarga kedua setelah di rumah,” katanya. 

Kedua, tantangan yang lain yang tidak mudah adalah menyusun organisasi dalam struktur. Lagi-lagi berkaitan dengan membangun manusia. “Sehingga omzet bisnis kita investasikan lagi untuk membangun manusia bisa 60%. Untuk biaya superviser area, trainer, rekrutment sendiri, marketing sendiri, operasional sendiri, pimpro sendiri,” bebernya. 

Bagi yang berminat menjadi franchiseenya, de WAVE Spa & Reflexology menawarkan invetasi dengan franchise fee Rp 150 juta. Investasi tersebut sudah termasuk sistem bisnis, desain, social media, management, sistem promosi, termasuk biaya renovasi tergantung luasan dengan konsep desain standar hotel bintang. “Kalau ditotal investasinya sekitar Rp 500 juta total di luar sewa. Calon mitra bisnis harus mau survei lokasi dahulu agar BEP mencapai di bawah 2 tahun,” jelas Indra. 

Mengubah Segmen Pasar di Masa Pandemi

Seperti halnya banyak perusahaan yang memiliki planning untuk program kerja bisnisnya di masa mendatang. Indra Krisna bersama managementya pun sudah punya planning untuk membuka cabang sebanyak-banyaknya di sepanjang 2020. Namun apa daya, pandemi mewabah di tahun 2019. Walhasil planning yang dirancang pun berantakan. 

Mau tidak mau Indra pun melakukan restrukturisasi organisasinya. Ia benar-benar mengatur kembali semuanya. “Kita optimalkan social media dan merubah segementasi karena kita sudah punya sistem database jadi sudah tahu. Kalau sebelum pandemi segementasi pasar kita di usia 35 ke atas maka diubah menjadi segmentasi range 20-35 sehingga promo berbeda lebih kekinian,” tuturnya. 

Kemudian, kata dia, konsep kerja sama diubah menyasar ke anak-anak muda. Desain juga konsepnya lebih instagrammable, kalau dahulu elegan konsepnya. “Di masa pandemi ini customer lama kita buatkan promo, kita sampaikan bahwa prokes kita sangat ketat untuk meyakinkan mereka,” jelasnya. 

“Terapi kita juga pake masker, tutup kepala, kursi kita steril dan kita kasih alat yang mudah dicuci, sehingga customer nyaman dan tenang. Inovasi Produk di masa pandemi paket dengan vitamin dan nutrisi kulit dan sebagainya juga kita lakukan,” pungkasnya. (ZR)