

Waktu memang tidak bisa ditebak, kapan waktu bahagia, maupun kapan waktu kesusahan. Bisa saja baru menikmati saat -saat bahagia dan menyenangkan tetapi dalam sekejap tiba tiba bisa saja datang musibah dan keterpurukan sehingga tawa dan kegembiraan hilang dalam pandangan.
Seperti yang dialami dalam beberapa waktu belakangan ini, sungguh saat saat berat yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Musibah bisa saja terjadi dan membuat kita tidak ingin melakukan apapun sedangkan kehidupan harus berjalan terus, demikian juga tanggung jawab yang kita emban, entah sebagai karyawan, sebagai wirausaha maupun tanggung jawab kita terhadap keluarga.
Baca juga : Managing Ethics in Workplace
Dalam dunia franchise, kita sering mendengar persepsi yang salah bahwa bisnis franchise tidak membutuhkan pengawasan yang ketat, bahwa bisnis franchise dapat bergulir dengan sendirinya karena sudah ada SOP (standard operation procedure) yang detail sehingga peran pemilik usaha sudah tidak terlalu dibutuhkan lagi. Tetapi jika kita melihat realitasnya, banyak sekali bisnis franchise yang akhirnya rontok di tengah jalan, karena perhatian dari para franchiseenya yang sangat kurang.
Para pemilik usaha yakin bahwa dengan membeli bisnis franchise, maka tidak perlu bersusah payah memperhatikan secara penuh karena dianggap sudah pasti berjalan dengan baik. Perhatian yang kurang dari business owner tentu akan mempengaruhi persepsi karyawannya. Karyawan merasa tidak diperhatikan, SOP tidak dipatuhi secara ketat dan yang paling berbahaya adalah keterikatan karyawan ( engagement) terhadap perusahaan tempat dia bekerja juga menjadi rendah.
Hal ini akan menjadi bumerang di saat pemilik usaha mengalami musibah yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya sehingga membutuhkan konsentrasi yang tinggi diluar bisnis yang digelutinya saat ini.
Nah, bagaimana kita sebagai business owner bisa mempercayakan kepada karyawan kita untuk tetap menjalankan bisnis dengan baik tanpa perlu di supervisi secara ketat? Disini peran kepercayaan (trust) dari pihak business owner memegang peranan penting.
Bagaimana supervisor yang diberikan tanggung jawab untuk bekerja maksimal mampu menyerap budaya yang kita inginkan. Hal ini tentu tidak bisa berjalan secara instant. Karyawan yang diberi amanat tentu akan berusaha menjalankan kepercayaan yang diberikan jika memang karyawan tersebut merasa bahwa antara dia dengan perusahaan memiliki hubungan yang saling membutuhkan ( connectedness).
Bahwa karyawan merasa amanat yang diberikan merupakan bukti bahwa pemilik usaha sudah mempercayainya dan memberikan kesempatan untuk memikul tanggung jawab. Tentu hal ini dapat membangkitkan perasaan bangga dan memacu karyawan tsb untuk menggunakan amanat tsb semaksimal mungkin.
Ir Mirawati Purnama Msi