

Dalam hidup kita memerlukan petuah dan nasihat dari orang lain agar tetap berjalan dalam rel yang tepat. Begitupun dalam bisnis, perlunya membuka diri dan menerima masukan dari luar. Banyak contoh perusahaan besar yang jatuh karena tidak peduli dengan nasihat perubahan yang mengingatkannya.
Apalagi akhir-akhir ini masyarakat Indonesia tidak hanya sibuk mengurusi dirinya sendiri, tapi juga turut sibuk mengurusi urusan orang lain. Kehadiran media sosial membuat kesibukan untuk mengurusi orang lain semakin mudah. Mulai dari komentar yang bernada dukungan, teguran, sindiran, nasihat dsb. Masing-masing individu memang punya kapasitas untuk memberikan komentar.
Ada kesan kuat di media sosial belakangan ini, alih-alih menjadi manusia peduli dan punya rasa perhatian kepada sesama, warganet, begitu sebutan masyarakat yang aktif di media sosial, malah menjadi manusia yang paling sibuk menyindir dan menasihati. Menyindir tentu berbeda dengan menasihati. Menyindir akan berdampak pada fsikologi seseorang yang akhirnya menimbulkan kebencian.
Berbeda dengan sindirian dan nyinyiran, nasihat akan memiliki dampak yang luar bisa besar bagi kehidupan seseorang. Apalagi jika nasihat itu tulus dan keluar dari seseorang yang punya kapasitas di bidangnya. Jauh sebelum lahirnya warganet, nasihat biasanya diberikan oleh orang-orang yang memiliki wawasan atau ilmu pengetahuan mumpini saja semacam Kiai, Buya, Profesor, Doktor, atau yang memang ahli di bidangnya.
Namun semua orang kini memiliki kapasitas untuk menasihati. Karena itu harus teliti dan selektif dalam memilih nasihat. Jika bukan ahlinya atau tidak memiliki wawasan yang luas di bidangnya, alih-alih bukan nasihat berbentuk madu, malah medapat racun. Tapi pada intinya, nasihat itu penting dan perlu.
Sejarah membuktikan, banyak manusia besar yang kemudian hancur karena mengingkari nasihat yang berupa peringatan. Sebut saja Firaun. Pada masanya, Firaun adalah raja yang paling digdaya. Dia mampu menciptakan peradaban yang besar di Mesir, sehingga tidak ada raja-raja di dunia yang mempu menyainginya. Dia pun angkuh, derajatnya sebagai manusia yang butuh nasihat sirna. Ia malah menahbiskan dirinya sebagai tuhan.
Hingga pada akhirnya datangnya Nabi Musa AS, yang mengingatkannya. Banyak nasihat yang diberikan nabi ini untuk mengingatkannya. Namun bukannya tersadar, Firaun malah murka. Ia mengerahkan tukang sihir untuk melenyapkan Nabi Musa. Sejarahnya pun mencatat Firaun tenggelam dalam lautan yang dibelah musa atas Mukjizat Allah. Firaun adalah salah satu contoh manusia binasa karna mengingkari peringaatan Tuhan yang disampaikan melalui Nabinya, Musa.
Pun demikan di sebuah bisnis. Banyak contoh perusahaan-perusahaan besar yang jatuh karena tidak peduli dengan nasihat perubahan yang mengingatkannya. Sebut saja Kodak. Perusahaan ini dahulu adalah penguasa produk fotografi film yang membuat teknologi analog. Namun ketika zaman sudah berubah, fotografi dengan teknologi digital pun muncul. Sebenarnya Kodak sudah sadar akan peringatan ini, namun letupannya belum besar. Maka teknologi digital yang sebenarnya sudah dia ciptakan pun urung dikembangkan lebih lanjut.
Kodak pun terus berjalan dengan teknologi analognya dan tidak menghiraukan perubahan yang mengingatkan dirinya akan munculnya teknologi digital. Begitu fotografi dengan teknologi digital banyak digemari pada tahun 2000 an, Kodak pun sempoyongan. Merek yang begitu digdaya pada 80’an dan 90‘an harus mengakhiri perjalanan bisnisnya yang sudah sekitar 100 tahun. Pada 2012, Kodak secara resmi mengajukan permohonan untuk mendapat perlindungan kepailitan.
Dua cerita tersebut sudah cukup bagi kita untuk sadar akan perlunya nasihat dan saling mengingatkan. Seperti yang diingatkan Alquran, ‘tawaashou bi-l-haqqi wa tawaashou bi-sh-shobri, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, maka mari kita saling berpesan, saling mengingatkan, saling menasihati.
Yang dipesankan tentunya adalah yang al-haq atau yang benar, dan baik, bukan racun dan sindiran yang saling menjatuhkan. Sebab, segala kebenaran sejatinya berasal dari Allah, tidak terdapat pada manusia. “Manusia hanya mendistribusikan kebenaran Allah, bukan menyebarkan kebenarannya sendiri, apalagi dengan memposisikan si penasihat adalah pihak yang tahu, alim, baik, saleh. Sementara yang dinasihati adalah pihak yang tidak tahu, buruk, awam dan bodoh,” begitulah Caknun, panggilan akrab Emha Ainun Nadjib mengingatkan kita dalam salah satu artikelnya.
Rofian Akbar
Pemimpin Umum Majalah Franchise