

Banyak perusahaan besar di dunia lahir dari bisnis keluarga. McDonalds adalah salah satunya.
Berbeda dengan bisnis yang dijalankan secara perorangan atau profesional, dalam Family Business atau bisnis keluarga, yang memegang kendali bisnis adalah para anggota keluarga. Beberapa posisi penting dalam divisi bisnis diisi anggota keluarga, mulai dari level komisaris, direktur, manager dan kepala staff. Sehingga masa depan perusahaan pun digantungkan di atas keputusan keluarga.
Kendati demikian, banyak perusahaan besar di dunia lahir dari bisnis keluarga. Misalnya, Motor Ford, SC Johson co, dan Wal-Mart. Ketiga rakasasa perusahaan dunia ini awalnya dijalankan dengan secara kekeluargaan, namun berkembang menjadi perusahaan terkemuka yang dijalankan secara profesional.
Namun bisnis yang masih dipegang oleh keluarga pun masih banyak di dunia dan tetap eksis menjadi perusahaan dunia, meski sudah dikelola oleh generasi penerusnya. Misalnya, Sumitomo, yang didirikan pada abad 17, Faber Castel pada 1761. Contoh lainnya ada Levis Strauss, pembuat jeans terbesar di dunia, dan McGraw-Hill, penerbit buku terbesar di dunia.
Pun demikian di Indonesia, banyak perusahaan besar yang lahir dari family business. Contohnya, Salim Group, Lippo, Bakrie Group, Ciputra, dan sebagainya. Perusahaan ini awalnya dikelola oleh anggota keluarga, kemudian berkembang menjadu corporate yang dibantu oleh tenaga profesional. Namun beberapa posisi penting seperti CEO, direktur, masih dipegang anggota keluarga.
Yuswohady, pakar marketing dari Inventure menilai, banyaknya perusahaan kelurga yang masih eksis dan tetap menjadi besar karena perusahaan keluarga umumnya memiliki visi jangka panjang yang solid karena adanya kepemilikan dan komitmen jangka panjang yang jelas.
Selain itu, kata Siwo lagi, perusahaan keluarga umumnya juga memiliki fleksibilitas dan kecepatan pengambilan keputusan yang tinggi karena perusahaan dikelola oleh manajer-manajer yang sekaligus menjadi pemilik. “Dan yang terakhir, loyalitas, kedekatan, dan kecintaan para pengelola kunci perusahaan keluarga umumnya demikian tinggi sehingga kohesivitasnya juga demikian tinggi,” katanya.
Namun demikian, tambah Siwo, perusahaan keluarga tetap memiliki kelemahan. Perusahaan yang dikendalikan keluarga biasanya sulit berubah dan melakukan transformasi karena para perintis dan founding father perusahaan keluarga umumnya sangat dominan. “Implikasinya, perubahan terhadap warisan (legacy) pendahulu baik berupa strategi, sistem, budaya, maupun gaya kepemimpinan umumnya sulit dilakukan bahkan dianggap tabu oleh generasi penerusnya,” katanya.
Family goes to franchise
Lalu bagaimana dengan franchise? Memang banyak bisnis franchise yang awal pengembangannya dijalankan oleh keluarga. Salah satunya adalah McDonalds. Merek franchise dunia ini awalnya dikelola oleh keluarga McDonalds sebelum kepemilikannya diambil alih oleh Roy Kroc dan dikembangkan menjadi system bisnis franchise.
Di Indonesia bagaimana? Banyak perusahaan keluarga yang besar dan salah satu unit bisnisnya kemudian dikembangkan dengan franchise. Misalnya Martha Tilaar Salon Day Spa. Holding Company franchise ini, yakni Martha Tilaar Group awalnya merupakan perusahaan keluarg, yang kemudian berkembang menjadi corporate dan memasarkan unit franchisenya.
Saat ini saja, banyak perusahaan franchise yang awalnya dikelola oleh pasangan suami istri. Bisnis yang semula dari hobi suami istri kemudian berkembang memiliki berapa cabang dan difranchisekan. Contohnya adalah AutoBridal. Franchise ini didirikan oleh pasangan Henry Indraguna dan Fanky Hartati. Pasangan suami istri ini awalnya bejibaku mengelola bisnis, sampai suatu ketika bisnisnya dikelola oleh para professional begitu berkembang pesat.
Bisnis franchise memang berbeda dengan bisnis biasa. Meskipun dikelola oleh anggota keluarga, namun sejatinya ketika dikembangkan secara franchise harus menerapkan manajemen modern. Sebut saja harus transparans dan memiliki system bisnis yang diatur menurut logika bisnis, bukan lagi semata-mata keputusan anggota keluarga. Mengapa? meminjam istilah Amir Karamoy, bisnis franchise itu ibarat sudah semi Tbk atau perusahaan go public. Karena dengan difranchisekan berarti sahamnya sebagian dikelola masyarakat. “Jadi bisnisnya sudah transparan,” tandas Amir dalam sautu kesempatan.
Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan prinsip family business yang umumnya sangat tertutup dan kurang transparan. Jadi boleh saja perusahan franchise pengelolaanya dikelola oleh keluarga, namun bentuknya harus family owned business (FOB). Pada bentuk FOB keluarga hanya sebagai shareholder, pengelolaan perusahaan diserahkan kepada eksekutif profesional dari luar lingkungan keluarga, dan saudara yang lain tidak ikut mengendalikan perusahaan.