

Mal, selain sebagai tempat shopping atau belanja, Mal juga bisa memiliki fungsi lain, tempat tujuan untuk santai, hang out, bertemu kawan atau apa saja. Alhasil, Mal menjadi crowd atau pertemuan banyak orang dengan berbagai tujuan. Bagi pelaku usaha crowd menjadi hal yang sangat penting untuk menjaring customer, karena dimana ada crowd disana ada peluang untuk melakukan transaksi.
Tak heran bila Mal menjadi tempat yang sangat penting untuk memperkenalkan suatu produk ke tengah masyarakat. Selain traffic yang tinggi, pengunjung yang berganti-ganti menjadi hal penting untuk memperluas awareness suatu merek.
Lalu lanjut, apa keuntungan membuka gerai di Mal. Terlebih bagi produk baru yang belum dikenal luas. Yang jelas, ada beberapa keuntungan yang didapat dengan membuka gerai di Mal. Pertama, Brand akan mudah dikenal secara luas. ada banyak pasang mata yang akan melihat brand tersebut.
Dibandingkan tempat lain Mal menjadi tempat yang sangat representative untuk memperkenalkan khusushnya suatu produk atau brand baru. Dijelaskan Tari, pemilihan tempat pun untuk di Mal sangat dianjurkan di tempat-tempat yang strategis, khususnya untuk brand baru. Main entrance atau pintu masuk bagian utama Mal sangat cocok bagi brand baru, biar bagaimana pun lokasi sangat penting. Selain kualitas produk, lokasi sangat penting untuk dan menentukan produk itu cepat dikenal. Pada akhirnya akan menjadi referensi customer ke customer lainnya.
Lalu, bagaimana memilih lokasi di mall? dalam memilih lokasi ada hal lain yang perlu diperhatikan pula. Pertama, sesuaikan lokasi dengan produk apa yang dijual, dimana letak kompetitor dia, lalu disudut mana dia harus ambil posisi. Tak ada artinya produk yang bagus, Island bagus, konsepnya bagus, tapi dia diletakkan ditempat yang tidak terlihat, walaupun didalam Mal tidak ada artinya. Selanjutnya, logo brand juga harus menarik mata yang memandang, mengundang orang yang melihat untuk masuk dan mencoba.
Membuka gerai di Mal, memang sangat menarik, menjadi idaman karena prestise suatu merek akan didapat. Namun, yang terkadang jadi problem adalah sewa tempat yang cukup mahal. Maka, pelaku bisnis harus mampu memperhitungkan biaya sewa dengan pendapatan gerai. Kecuali, memang tujuan awal dari membuka gerai di Mal tersebut sekedar untuk meningkatkan awareness brand, maka biaya yang keluar menjadi bagian dari biaya marketing.
Asal tahu saja, selain biaya sewa yang mahal, persaingan pun boleh dibilang cukup ketat, selain itu juga ada biaya service yang mahal dan terbatasnya jam buka. Maka jika mau masuk Mal perlu persiapan yang matang. Maka perlu strategi, selain untuk menyiasati agar bisa diterima disuatu Mal. karena tidak semua Mal bisa memberi ruang untuk suatu brand.
Kemudian untuk bisa profit, bersaing dan bertahan. Sebuah brand harus menampilkan desain yang bagus, produk yang mampu bersaing.
Bagaimana proses masuk ke sebuah Mal? Pertama biasanya, pihak Mal melihat company profile dari brand itu, lalu mereka mereview apakah brand ini akan masuk. Adakah competitor sejenis yang telah masuk. Sudah banyakkah produk sejenis di Mal itu, atau apakah mereka akan mengkelaskan produk yang sejenis itu sehingga yang baru masuk bisa diterima.
Jika sudah cocok antara pengelola Mall dan penyewa atau brand, maka biasanya penyewa harus bayar membayar DP yang besarnya antara 10-30% tergantung masing-masing mal. Sisanya di bayarkan mulai dari 36-54 kali, tergantung kekuatan nego dari calon tenan. Untuk kontrak biasanya 5 tahun.
Terkadang bagi brand baru akan dikenakan biaya yang lebih mahal. Beda dengan brand lama yang sudah besar dan dikenal, atau brand baru yang berasal dari grup brand besar yang telah ada. Untuk menyiasati hal tersebut, suatu brand harus memiliki satu keunikan. Keunikan itu bisa dari berbagai hal baik itu produk, desain, brand dan seterus. Selanjutnya terpulang kepada konsep dari Mal itu sendiri.
Sekedar informasi, di Jakarta ada tiga ragam Mal. Pertama Mal untuk kelas Up, Middle dan Low. Mal kelas Up untuk Jakarta ada di Jakarta Pusat, Selatan dan Utara. Dan untuk Middle ada di Jakarta Timur, dan Mal di daerah (meski ada juga yang kelas Up). Untuk yang Up kemungkinan besar hanya produk-produk yang branded yang masuk kesana.
Ciri lain dari Mal dikatakan kelas A, B dan C bisa dilihat dari entry tenantnya. Kalau banyak branded product yang masuk maka itu kelas A. dan kelas Middle bisa dilihat bila disana ada Carrefour, Hypermart dan Matahari itu bisa kelas B. dan kelas bawah ada Ramayana masuk dan biasanya terletak di daerah dan wilayah pinggiran.
Soal harga sewa variasi. Jika di kelas bawah, permeter mencapai Rp 100 -150 ribu permeter persegi dan itu belum termasuk service charge tapi ada juga yang include. Untuk Mal kelas Middle, seperti Semanggi itu harga sewanya mencapai Rp 300-400 ribu permeter persegi. Dan untuk yang kelas Up, itu sudah mencapai diatas Rp 500 ribu sampai Rp 800 ribu permeter persegi. Itu semua dibayarnya perbulan.