

Sejatinya, wanita yang satu ini adalah seorang fisioterapis. Ia memulai layanan fisioterapinya pada 2007. Di sela-sela kesibukannya, Allah menganugerahinya calon cabang bayi dambaan dan impiannya. Ia mengandung anak pertamanya pada 2010.
Di tengah kegembiraannya, ada sejumput kegelisahan dalam dirinya. Sebagai wanita yang sibuk bekerja, terbayang dalam pikirannya bagaimana pertumbuhan anaknya nanti setelah lahir ke dunia. “Apakah tumbuh kembang si kecil menjadi optimal apabila nanti diasuh orang lain,” pikirnya.
Namun di situlah justru ide bisnis briliannya muncul. Mulai saat itu tercetus dalam benaknya untuk membuka jasa perawatan bayi (baby Spa), dengan menerapkan ilmu fisioterapi di dalamnya yang saat itu masih sangat jarang. “Saya pikir ini adalah peluang, calon ibu lainnya juga pastinya berpikiran sama,” ujar wanita yang bernama lengkap Esti Kadariyah.
Menurutnya, peluang bisnis spa khusus bayi sangat baik. Disamping pemainnya belum banyak, sasaran customer adalah bayi/anak anak dimana orang tuanya akan loyal untuk memberikan yang terbaik.
Hanya saja, katanya, mengemas suatu layanan dan produk yang semula menggunakan bahasa kesehatan (kesan Klinik) menjadi kemasan yang lebih menarik (rebranding) menjadi tantangan tersendiri. Untungnya, pengalaman 5 tahun menangani fisioterapi anak, dan engetahuan dalam pendidikan fisioterapi, literature nasional maupun internasional memudahkan hal tersebut.
Esti memulai bisnis yang diberi nama Bunda Esti Fisioterapi Baby Spa dengan modal awal Rp.30 juta. Ia memulai bisnisnya tanpa analisa usaha dan perhitungan biaya produksi. “Hanya berjalan begitu saja, karena jasa, biaya terbesar adalah pada gaji karyawan. Hanya menghitung potensi (pendapatan) kunjungan customer dan pengeluaran saja,” jelasnya.
Untuk bahan ia peroleh dari pasar lokal. Produk jasa tersebut didapat dengan memodifikasi dan menerapkan ilmu fisioterapi pada anak. “Cuma kendalanya pada pemenuhan fasilitas dan peralatan karena terbatasnya modal,” ungkapnya.
“Tapi Alhamdulillah hasilnya melebihi ekspektasi kami walaupun di kota kecil. Customer juga banyak datang dari kota besar di sekitar Purworejo Jogja, Purwokerto, Magelang, Semarang dan sebagainya dikarenakan di kota besar pun masih belum ada. Padahal saat itu baru ada 1 di Jakarta,” bebernya.
Naluri bisnis Esti pun bergerak. Ia sadar, inovasi dan modifikasi suatu keharusan dalam bisnis menuntut persaingan. Ia pun memodifikasi produk bisnisnya. Produk bisnisnya yang semula pure fisioterapi menjadi pelayanan yang dianggap lebih menjual.
“Yang tadinya pelayanan untuk anak yang memiliki gangguan kesehatan (tumbuh kembang) menjadi porsinya lebih besar perawatan anak sehat (pijat, memandikan, baby spa, baby gym),” tuturnya.
Diakuinya, untuk melakukan publikasi dan ekspansi bisnisnya ia terkendala modal. “Karena berada di kota kecil kendala modal mengajukan pinjaman kredit bank,” ujarnya.
Namun ia bersyukur, kini era medsos. “Melalui medsos ia memanfaatkan publikasi bisnisnya seperti menggunakan BBM ketika itu, Facebook, Twitter dan berdasarkan testimony customer dari mulut ke mulut,” jelasnya.
Salah satu hambatan dalam pengembangan bisnis adalah manajemen. “Saya dan suami basic-nya tenaga kesehatan semua yang kurang mumpuni di manajemen. Jadi di awal belum berhasil dan mungkin belum focus juga. Karena suami seorang PNS, dimana suami yang mengatur manajemennya kurang focus, disamping minimnya pengetahuan manajemen,” ujarnya.
Kendati demikian, Esti memiliki motivasi tinggi untuk belajar demi memperbaiki perekonomian keluarga. Ia pun mempelajari system yang dapat mendukung bisnisnya. “Semua dilakukan berdua dengan suami sebelum terbentuk tim yang bisa membantu operasioanal,” terangnya.
Dalam perjalanannya, Bunda Esti Fisioterapi Baby berkembang menjadi salah satu waralaba terbaik. Outlet waralabanya telah tersebar di berbagai daerah. Diantaranya Purworejo, Jogjakarta, Surabaya, Pekanbaru, Banjarbaru dan sebagainya. Rata-rata outlet tersebut menghasilkan omzet Rp 50 juta perbulan dengan jumlah customer 500-600 perbulannya.


Perkuat Promo Medsos di Waktu Pandemi
Tak ubahnya pemain bisnis umumnya yang kelimpungan menghadapi pandemi di awal tahun 2000, Bunda Esti Fisioterapi Baby pun demikian. Di awal pandemi omzet bisnisnya anjlok turun hingga 80%.
“Saat ini Alhamdulillah sudah naik lagi. Beberapa outlet sudah normal, akan tetapi belum bisa maksimal pertumbuhannya seperti sebelum pandemic. Titik terendah dimana outlet harus tutup 2-3 bulan dikarenakan PPKM level 4,” ujar Esti.
Untuk menghadapinya, Esti melakukan efisiensi dan memaksimalkan potensi SDM yang ada. “Memberikan promo dan edukasi ke customer, dan memastikan customer aman saat melakukan treatmen di Bunda Esti,” ujarnya.
Esti mengatakan, saat pandemi tantangannya adalah mengedukasi customer agar mau datang ke outlet dengan menjamin keamanaan mereka, terutama untuk anak mereka lebih protektif. “Mengatur kedatangan agar tidak ada penumpukan dengan cara memotivasi customer untuk reservasi sebelumnya. Untuk jam operasional tetap sama, itu yang kita atasi,” jelasnya.
Bagi calon investor yang berminat mengambil franchisenya, Bunda Esti menawarkan Investasi Rp 445 juta dengan masa kontrak kerja sama 5 tahun. “Investasi tersebut sudah nclude interior, peralatan, SDM sampai opening, di luar sarpras air tandon, AC, Listrik,” kata Esti.
Rata-rata franchisee Bunda Esti mencapai Estimasi BEP dalam kurun waktu 28 bulan.
Rencana kedepan, Bunda Esti melakukan peningkatan mutu pelayanan, penambahan jenis produk consumable untuk retail, dan lebih agresif dalam pengembangan jaringan gerai. “Targetnya menjadi pemain besar di bisnis baby spa di Indonesia,” tandas Esti.
Esti mengungkapkan rasa suka rianya saat melihat kepuasan customer dari testimony. “Dukanya adalah dimasa pandemic ini yang semakin kompetitif, menuntut kita melakukan yang terbaik dan dengan profesionalisme yang tinggi,” pungkasnya.
Zaziri