Titik Kritis Pewaralaba

Ada beberapa hal yang harus dilalui seorang pebisnis yang hendak menjadi pewaralaba, yaitu: memiliki ide bisnis yang cemerlang, mewujudkan ide tersebut dalam bentuk pilot outlet (gerai perintisan), menjalankan bisnis tersebut dengan baik (menghasilkan profit yang cukup), membuka cabang yang juga menghasilkan keuntungan dengan baik, kemudian mempersiapkan sistem waralaba dengan cermat.

Setelah melewati beberapa hal penting tersebut di atas, pewaralaba akan memasuki tahap pengembangan jaringan waralaba yang memiliki beberapa titik kritis yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Merekrut Terwaralaba

Merekrut terwaralaba bukan sekedar menjual waralaba. Memiliki jaringan waralaba yang besar, tapi kemudian banyak yang gagal dan/atau tutup bukan prestasi yang membanggakan. Ironis sekali ketika saya mendengar seorang “pewaralaba” (mungkin saya harus menyebutnya BO) konsep gerobak berkata, “Kenyataan ada gerai yang tutup itu bukan masalah yang serius bagi kami. Tutup satu buka tiga.” OMG !

Bagaimana sebaiknya merekrut terwaralaba?

Anda perlu menyusun daftar kriteria terwaralaba yang anda kehendaki. BreadTalk punya kriteria penting: harus punya relasi yang luas dengan retail space (baca: mall, plaza, trade centre, dsb).

Mengapa BreadTalk membuat syarat seperti itu? Karena konsep bisnisnya fokus ke gedung-gedung retail dan mereka menginginkan investor yang akan menjadi terwaralaba mampu membuat pertumbuhan yang cepat dalam waktu yang singkat. Tak heran jika Johnny Andrean berhasil memperoleh hak untuk menjadi terwaralaba BreadTalk di Indonesia.

Tidak banyak pewaralaba yang bisa konsisten dalam hal yang satu ini. Kompromi sering dilakukan demi mencapai jumlah gerai yang fantastis.

Seleksi Lokasi

Titik kritis berikutnya yang berpotensi menjadi batu sandungan pewaralaba adalah seleksi lokasi. Tak sedikit pewaralaba yang sulit menolak lokasi yang kurang baik karena terwaralaba ngotot bahwa ia hanya mau buka di lokasi tersebut. Ada beragam alasan di balik hal ini, mulai dari ruko tersebut adalah milik sendiri sehingga tidak perlu membayar biaya sewa, hingga karena lokasi tersebut harga sewanya relatif murah (padahal kurang strategis, kurang mampu mendatangkan pelanggan dalam jumlah yang ditargetkan).

Selain memiliki kriteria kandidat terwaralaba yang potensial, pewaralaba perlu memiliki kriteria lokasi yang potensial (baca tulisan saya bulan lalu: “Copas aja!”).

Pengelolaan Brand

Tantangan dalam pengelolaan merek sebenarnya ada pada pembentukan persepsi yang positif mengenai brand anda di benak para konsumen. Kurangnya pengawasan kualitas (quality control) akan menyebabkan kebingungan atau ketidakjelasan atribut brand anda di benak konsumen.

Pernahkah anda makan bakso yang memiliki beberapa gerai, namun tidak standar rasa “merica”-nya? Di satu gerai mericanya tidak terlalu kuat, tapi di gerai lain mericanya sangat kuat. Ketika Anda akan memasuki gerai di lokasi yang lain  lagi, anda tentu bertanya-tanya, “Nanti mericanya pedasnya seperti apa ya?” Mau bilang,”Mericanya sedikit saja ya,” anda kuatir malah tidak terasa mericanya.

Adalagi kisah ketidakdisiplinan pegawai yang tidak memperhatikan Pedoman Operasional bahwa setiap 3 jam kuah yang selalu dalam keadaan panas itu harus ditambah air dalam jumlah tertentu. Akibatnya pelanggan yang makan di sore hari merasa standar keasinannya lebih tinggi daripada biasanya, karena penguapan kuah dari pagi hingga sore hari itu.

Semua contoh di atas menunjukkan perlunya kunjungan pengawasan kualitas layanan dan produk, bila anda mewaralabakan bisnis (brand) anda.

SDM

Titik kritis ini akan menentukan apakah suatu waralaba akan berumur panjang dan mampu tumbuh besar, atau akan terhenti pada jumlah tertentu saja.

Biasanya suatu bisnis tumbuh dari kecil. Beberapa orang dari tim yang membantu membesarkan jaringan waralaba ini kadang tidak efektif lagi ketika jaringan bertumbuh menjadi besar. Tak jarang jaringan yang membesar ini menyebabkan orang-orang yang kompetensinya tidak mampu mengikuti pertumbuhan jaringan waralaba tersebut mulai mengeluhkan beban pekerjaan yang nyaris tidak sanggup mereka pikul. 

Pada tahap ini kearifan pendiri sangat dibutuhkan. Menyalurkan orang-orang yang tidak sanggup mengikuti irama pertumbuhan jaringannya ke bisnisnya yang lain, atau merekomendasikan mereka kepada rekan bisnis yang sesuai dan akan menikmati manfaat maksimal dari mereka adalah tindakan yang lebih bijaksana daripada menahan mereka karena ikatan emosional belaka.

Keunggulan Kompetitif

Akhirnya, tentu saja kemampuan untuk memiliki dan menggali terus keunggulan kompetitif merupakan hal yang sangat penting dalam persaingan bisnis jangka panjang. Biasanya bisnis yang terlihat tumbuh pesat mencerminkan besarnya pasar sehingga menggoda banyak pebisnis lain untuk masuk memperebutkan kue yang jumlahnya seringkali tidak tumbuh linear mengikuti jumlah pemainnya.

Keunggulan kompetitif ini sangat luas maknanya, mulai dari flesibelitas model bisnis dan model waralaba (perhatikan bagaimana McD mengubah interiornya, bahkan meng-upgrade gerai di beberapa lokasi menjadi McCafe), hingga kemampuan mempertahankan volume penjualan ketika dikepung oleh para pesaing melalui pengembangan produk dan strategi promosi yang cerdas.

Titik kritis mana yang menjadi peringatan bagi anda sebagai pewaralaba? Semoga anda berhasil mengatasinya dengan segera …

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant dari FT Consulting

Website: www.consultft.com

Email : utomo@consultft.com