Tahun Politik, Persaingan Menjadi Tantangan Utama

Mereka yang sudah bergelut di bisnis franchise, baik franchisor maupun franchisee, pastinya mulai pertengahan 2023 ini akan menghadapi atmosfir baru pada iklim bisnis di Indonesia. Suhu politik yang akan meningkat akan menjadi warna baru yang akan dihadapi oleh semua pemain dan pebisnis di Indonesia.

Namun yang pasti, tantangan terbesar bagi pemain bisnis franchise adalah persaingan dan strategi memenangkan konsumen.

Bagi mereka yang baru berniat untuk terjun ke bisnis franchise maupun BO, mereka tentu saja harus memulainya dengan persiapan yang matang. Persiapan itu harus dimulai dengan melihat potensi pasar yang ada, kemudian menentukan level segmen yang ingin dituju. Kemudian memperhitungkan besar dan pertumbuhan segmen, situasi persaingan dan daya saing. Dan tentu saja, jika dilanjutkan dengan masuk dengan skala yang besar untuk membangun brand

Bagi pemain yang sudah eksis, para pelaku pelaku usaha harus memperhatikan beberapa hal agar bisnisnya tetap berjalan dengan baik dan lebih prospektif. Pertama, inovasi produk.

Kedua, membangun brand yang unik dan konsisten. Konsisten maksudnya tetap setia menjalankan ketentuan yang digariskan. Para yang konsisten akan melakukan kegiatan yang memperkuat branding mereka. Promosi menjadi salah satu jalan terbaik untuk terus mengkomunikasikan brand dan produk.

Pemain yang ingin mencoba peruntungan di bisnis franchise dan BO masih bisa memulainya di pertengahan tahun ini (2023) bahkan tahun 2024. Yang penting, kuncinya adalah harus punya konsep yang unik dan relevan.

Unik, artinya beda. Relevan artinya mengena. Jadi dua-duanya itu harus seiring. Jangan berbisnis hanya mengandalkan kreativitas semata, tanpa pemahaman pasar yang memadai,” katanya.

Selain konsep, yang harus dimiliki adalah passion terhadap apa yang dijalankan.

Utomo Njoto, pengamat franchise dari FT Consulting mengatakan menghadapi tahun politik, para pebisnis franchise harus bisa mengelola merek mereka. Pengelolaan merek itu, menurut Utomo dilakukan dengan kegiatan pemasaran dan promosi yang kreatif, dan menjaga kepuasan pelanggan serta para terwaralaba. Serta melatih SDM agar memiliki kompetensi sesuai jabatan dan fungsinya.

Selain itu, untuk memoertahankan bisnis tetap berkembang, para pelaku bisnis harus tetap menjaga komunikasi dengan para franchiseenya. “Komunikasi yang baik antara franchisor dan franchisee, juga dengan para pelanggan adalah kunci utamanya,” kata Utomo.

Ditambahkan, keserakahan adalah penyebab kehancuran yang harus dicermati. Sangat disayangkan, beberapa merek yang terlihat memiliki pengelolaan merek yang baik kemudian pertumbuhan waralabanya terjungkal akibat keserakahan mereka.

“Keserakahan ini bisa diterjemahkan sebagai pemungutan franchise fee dan royalti yang berlebihan, bisa juga perilaku yang selalu mau menang sendiri dan merugikan para terwaralaba mereka,” kata Utomo.

Selain itu, situasi tahun ini menurut Utomo masih sangat memungkinkan bagi para franchisor melakukan ekspansi jaringan mereka. Hal itu juga, kata Utomo harus dibarengi dengan pengelolaan merek dan SDM. “Bila memungkinkan, inovasi akan menjadi nilai lebih,” katanya.

Diingatkan Utomo, ada baiknya para pewaralaba bisa memahami bahwa ketika tidak ada terwaralaba, tetaplah melakukan ekspansi dengan membuka gerai milik sendiri. Bila pewaralaba tidak berani membuka gerai sendiri, patut dipertanyakan prospek bisnisnya,” ungkapnya.

Utomo menambahkan, meski tahun politik masih terlihat optimis, para pemain disarankan untuk selalu siap siaga dengan berbagai antisipasi. Menurutnya, lebih baik melihat yang positif dan optimistik, tetapi jangan pula mengabaikan dengan kemungkinan yang terburuk. ”Pikirkan hal terburuk yang mungkin bisa terjadi, siapkan plan B maupun plan C. Tapi tetaplah berharap bahwa yang terbaik akan tercapai,” katanya.

Salah satu yang harus diantisipasi adalah Arus kas yang harus dijaga untuk mengantisipasi hal-hal yang terburuk. Karena dalam banyak kasus, ketidakmampuan mengantisipasi yang terburuk mengakibatkan biaya berlebihan, akibat mimpi yang terlalu tinggi, atau tiba-tiba terjadi hal yang di luar dugaan.

Di sisi lain, kata Utomo, tetap mengharapkan yang terbaik akan membuat mereka bersiap untuk meningkatkan pengeluaran ketika yang diharapkan (yang terbaik) mulai tampak. “Hampir tidak mungkin untuk mencapai yang terbaik dengan biaya atau pengeluaran yang sama dengan pencapaian yang buruk,” katanya.

Hal lain yang diingatkan adalah serbuan waralaba asing juga mungkin akan menyulitkan pemain lokal, karena keseriusan manajemen sebagian besar waralaba lokal masih rendah.

Rofian Akbar