Membuat Promosi Lokal yang Efektif

Membuat Promosi Lokal yang Efektif

Sejak mengalami booming di awal dekade ini, bisnis waralaba langsung menjamur di mana-mana, dan menjadi lahan yang dipandang menggiurkan. Banyak pebisnis pemula yang baru saja merintis, langsung mewaralabakan bisnisnya, tanpa mengkaji dengan (sangat) seksama kesiapannya. Akhirnya, banyak yang tumbuh, tidak sedikit yang tumbang. Barisan franchisee yang kecewa juga merasa dirugikan oleh janji-janji bahwa waralaba yang diambilnya menguntungkan, tapi sebaliknya, malah jangankan untung, balik modal pun tidak.

Ada istilah popular ‘tak kenal maka tak sayang’. Lho, kalau para kita tidak memperkenalkan diripun siapa yang bakal kenal? Seorang pebisnis yang memiliki outlet waralaba bertanya kepada saya, siapa yang betanggungjawab atas promosi, Franchisor (franchisor) atau Franchisee (franchisee)? Kok sepertinya semua adem-adem tanpa promosi gencar dan pihak franchisor  pun tidak pernah menginformasikan program promosinya secara berkelanjutan ataupun memberikan bantuan pengarahan program promosi lokal untuk franchisee.

Yang ada hanya popularitas pemilik franchisor karena masuk semua majalah, tapi bisnisnya kurang terdongkrak, katanya. Sedangkan yang harus diperhatikan juga adalah bagaimana menarik konsumen, bukan sekedar menarik orang yang mau menjadi franchisee.

Memang banyak franchisee yang akhirnya ‘harus berjuang sendiri’ agar bisnisnya tetap jalan tanpa bantuan dari principal. Sebagian di antaranya mencoba membuat program promosi sendiri, sebagian lagi memutuskan ‘ganti baju’ daripada kerja sendiri, tidak didukung, tapi bayar royalty. Sebagian lagi membuat langkah final : tutup.

Baca Juga : Agar Promosi Tidak Merugi

Apakah kita selaku franchisee harus membuat program promosi sendiri juga?

Sebaiknya ya. Sekalipun pihak franchisor juga membuat program promosi berskala nasional, tetap saja sebaiknya selaku franchisee juga menyusun langkah untuk menjalankan promosi lokal. Apalagi bila kita menyadari bahwa karakter pasar di setiap daerah berbeda, sehingga promosi yang dilakukan oleh franchisor misalnya dengan beriklan di media massa nasional sebagai program above-the-line, hanya lebih cenderung untuk membangun atau memperkuat brand-awareness. Sementara itu above-the-line lokal dapat dilakukan berimbang dengan program lokal below-the-line, dan akan lebih tepat bila disesuaikan dengan dengan local-context, atau situasi dan kondisi lokal.

Bagaimana cara paktek promosi lokal yang praktis dan contohnya ?

  1. Adaptive Ads. Iklan yang disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan daerah, dengan menggunakan bahasa yang sesuai, komunikatif, mudah dipahami dan tidak rumit. Iklan resto atau café tidak perlu sampai berbahasa Inggris namun sasaran pasarnya menengah ke bawah, kesannya bisa maksa banget, hanya sekedar buat citra. Pesan dalam iklan juga disampaikan dengan bahasa yang enteng bersahabat, misalnya saja : kata ‘rek….’ atau ‘jos….’ sering dipakai berpromosi di Jawa Timur, sementara kata ‘bo…’ populer di Jakarta dan Jawa Barat, bahkan sekarang me-nasional.
  1. Metode dan Media. Media yang pas dan efektif tidak perlu mahal, misalnya : poster, X-banner di depan outlet, leaflette, spanduk, hingga iklan di media cetak lokal atau radio lokal yang sesuai. Ada juga yang berpromosi di koran iklan gratis atau membagikan voucher diskon. Adapula yang melakukan customer-loyalty program dengan memberi kartu pelanggan yang diberi cap setiap kali mereka berbelanja dan setelah terkumpul sejumlah tertentu, mereka dapat menggunakan kartu tersebut untuk ditukarkan hadiah atau potongan khusus saat berbelanja.
  1. Crowds. Membuat atraksi-atraksi yang bisa mengundang kerumunan di depan atau sekitar outlet. Misalnya saja ada lomba berteriak, karaoke gratis, foto bareng model, quiz, bagi-bagi hadiah, bazaar, atau atraksi lain yang membuat orang ingin bertanya-tanya dan melihat : ‘ada apa sih?’. BreadTalk memajang roti berbentuk tas, gitar dan (maaf) pakaian dalam wanita yang mengundang orang berkerumun di depan outletn-ya.
  1. Customer Experience = Word-of-Mouth. Berikan pengalaman yang unik sebagai sesuatu yang berkesan bagi pelanggan. Anak-anak tidak melupakan bagaimana mereka diberi balon yang berbentuk anjing atau bermain bersama badut saat makan di sebuah restoran bersama orangtuanya, atau bila kita mendapat senyum dan sapaan yang sangat bersahabat di saat kedatangan serta ingin keluar dari outlet. Namun sebuah resto di Bandung yang di dalam makanannya ditemukan kecoa tergoreng bersama masakan, segera menjadi pembicaraan seantero masyakarat.

Promosi memang bisa saja mahal, tapi bisa saja murah. Efektivitas promosi bukan hanya diukur dari anggarannya, sehingga franchisee-pun sebenarnya dapat menyusun program promosi lokal secara efisien. Bahkan dapat dijumpai adanya franchisee yang sukses dengan program lokal-nya, sementara franchisor-nya malah tidak punya program apa-apa dan kinerjanya pun kalah. Kalau sudah begini, franchisor- pun juga harus mawas diri.

Jahja B Soenarjo

Konsultan, Fasilitator & Praktisi

DIREXION Strategy Consulting