STPW Membedakan Usaha Waralaba Legal dan Ilegal

Di Indonesia, seringkali sulit membedakan antara usaha waralaba dan non waralaba. Sebab, system waralaba banyak dipakai oleh bisnis-bisnis yang non waralaba karena tergiur oleh kesempatan menjual merek usaha, terutama usaha yang masuk kategori business opportunity. STPW bisa mempermudah orang untuk melihat perbedaannya. Tanpa STPW, usaha waralaba disebut illegal.
 
Sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba, masih banyak bisnis yang menggunakan system waralaba dengan mudah mengklaim usaha mereka sebagai waralaba. Padahal, kriteria mereka belum memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai usaha waralaba.
 
Jawabannya sangat sederhana. Menurut Ketua Kehormatan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Anang Sukandar karena usaha  waralaba merupakan bisnis unggulan. Disebut unggulan karena bisnis ini sudah teruji, terbukti menguntungkan dan faktor resikonya lebih kecil.

Dengan kata lain, meski tidak 100% dijamin sukses,–karena bisnis selalu punya resiko–setidaknya dari berbagai pengalaman, bisnis waralaba lebih terpredikasi untuk sukses. “Karena franchise itu usaha unggulan dan banyak yang mengaku-ngaku sebagai usaha franchise. Ini yang wajib dijaga supaya tidak ada kecurangan dan penipuan,” kata Anang Sukandar.
 
Karena itulah, sebelum peraturan tersebut keluar, banyak bisnis-bisnis yang baru muncul dan menggunakan system waralaba mengenalkan dirinya sebagai bisnis waralaba. Sebenarnya mereka baru masuk kategori business opportunity (BO). Yaitu usaha yang baru tahap awal untuk menjadi usaha unggulan atau franchise.

Klaim atau pengakuan sebagai bisnis waralaba padahal masih BO itu adalah penipuan dan kecurangan. Yang dirugikan adalah investor yang kurang mengerti tentang bisnis, yang mengira mereka membeli waralaba padahal sebenarnya adalah BO.
 
Sebenarnya tidak salah bagi pelaku usaha untuk mengembangkan bisnis mereka dengan system waralaba. Namun harus diingat bahwa mereka tidak bisa menyebut diri sebagai waralaba. Istilah waralaba hanya untuk bisnis yang sudah melalui proses pembuktian, yang investor atau calon waralaba tertarik membeli hak waralaba karena factor resikonya lebih kecil. Sedangkan BO, bisa berlaku tanpa pembuktian.
 
Setelah peraturan ini keluar, praktis tidak diperkenankan bagi bisnis-bisnis yang belum mendapatkan STPW untuk menyatakan diri sebagai waralaba.  Mereka bisa disebut illegal dan hukumannya adalah peringatan dari pemerintah hingga denda mencapai Rp 100 juta.
 
Dengan peraturan ini pula, masyarakat peminat bisnis waralaba tidak sembarangan untuk membangun bisnisnya yang  nantinya dikembangkan sebagai bisnis waralaba. Tidak uju-ujug langsung menjadi bisnis waralaba begitu lahir.
 
Sedangkan bagi calon franchisee juga semakin terlindungi, karena tidak tertipu oleh system.

Sebelumnya, harus diakui, ada pelaku usaha yang tidak mengindahkan moral bisnis yang bagus karena melihat system waralaba memiliki keungguan yang tinggi. Mereka menciptakan bisnis dan langsung menjual system waralaba kepada masyarakat dengan memperkenalkan bisnis mereka sebagai waralaba. Bahkan, ketika tren bisnisnya turun, orang-orang itu beralih membangun bisnis baru dan tetap menjual bisnis mereka kepada calon investor. Yang dikejar adalah keuntungan pribadi sebagai “franchisor” tanpa mengindahkan masa depan bisnisnya.

Padahal, di dalam bisnis franchise, yang diutamakan adalah keberlangsungan bisnis untuk memberi keuntungan bagi para franchisee, agar mereka juga sukses seperti sukses yang diraih franchisornya.

STPW menjadi kewajiban bagi bisnis-bisnis waralaba tidak hanya sekedar pengakuan pemerintah. STPW menurut Anang Sukandar juga untuk menunjukkan bahwa bisnis tersebut memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh yang lain. Selain itu STPW juga untuk mengingatkan kepada calon franchisee bahwa bisnis tersebut telah memiliki kriteria yang lengkap sebagai bisnis waralaba.
 
Rofian Akbar