Enam Hal Penting Kepuasan Franchisee

Ada enam hal yang bisa memberi kepuasan franchisee terhadap franchisornya. Jika enam hal ini terpenuhi, mereka happy akan menjadi agen yang merekomendasikan bisnis Anda. Apa saja?
 
Franchisee menjadi salah satu ujung tombak baik dan buruknya bisnis franchise. Mereka puas, bisnis franchise akan berkembang. Sebaliknya, mereka tidak puas, bisnis bisa collapse.
 
Ada enam item yang bisa menjadi ukuran tingkat kepuasan bagi franchisee. Jika enam hal ini memberikan kepuasan yang prima, maka bisnis franchise ini bisa berkembang pesat. Mereka secara sukarela akan merekomendasikan bisnis ini kepada siapapun peminat bisnis waralaba.
 
1.  Profit
Anang Sukandar, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) menempatkan kepuasan pada aspek profitabilitas bisnis menempati urutan pertama bagi franchisee. Sedangkan yang lainnya menempati urutan kedua dan seterusnya.
 
Dalam pandangan Anang mengapa profit menjadi factor pertama kepuasan yang paling dicari oleh franchisee? Alasannya karena tujuan utama franchisee membeli hak waralaba adalah profit. “Setelah profit baru yang lainnya,” kata Anang.
 
Profit, bukan hanya sesaat, tetapi harus berkesinambungan selama bisnis itu berjalan. “Sekali lagi profit. Yang lainnya mengikuti,” Tegas Anang.
 
2.  Support
Umumnya, mereka yang membeli hak waralaba adalah pelaku usaha yang sebelumnya kurang atau tidak berpengalaman. Dengan membeli hak waralaba, franchisee berharap mendapat share pengalaman dari franchisornya.
 
Karena itu, factor support dari franchisor menurut Anang menempati posisi kedua setekah profit. “Karena sebagai franchisee, mereka tentunya orang yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis. Maka itu, franchisee butuh pendampingan. Akan merasa kecewa jika mereka ditinggal sendirian,” kata Anang.
 
Sementara itu, Pietra Sarosa menjelaskan, support dari franchisor menjadi factor penilaian pertama kali yang akan dirasakan oleh franchisee tentang kepuasan. Sebab, bisnis franchise yang pertama kali dirasakan oleh franchisee adalah sisi support franchisor. “Menurut saya, support biasanya merupakan faktor kepuasan pertama yang dirasakan oleh franchisee, karena sebelum outlet beroperasi pun, franchisor sudah harus memberikan support kepada para franchiseenya,” kata Pietra.
 
“Paling pertama, biasanya dari mulai Support Pre-Opening Outlet hingga Pendampingan awal saat Opening. Kinerja penjualan bulan-bulan pertama juga berpengaruh pada tingkat kepuasan Mitra. Jika support untuk persiapan pembukaan sudah tidak memuaskan bagi Mitra dan ditambah lagi penjualan juga tidak seperti yang ditargetkan, maka besar kemungkinan akan memicu ketidakpuasan-ketidakpuasan berikutnya selama masa kerjasama. Intinya, langkah awalnya harus bagus dulu,” kata Pietra.
 
Namun, seringkali kata Pietra, support menjadi masalah di antara dua pihak (franchisor dan franchisee). Untuk menjaganya, menurut Pietra, franchisor wajib menuliskan bentuk support yang diberikan kepada franchisee di dalam Franchise Agreement. Selain sebagai alat pengikat franchisor, penulisan ini juga memberikan batasan kewajiban bagi franchisor dalam memberikan bantuan kepada franchisee.

“Apabila ada franchisee yang menuntut berlebihan–biasanya ada franchisee yang mau menang sendiri dan tidak mau disalahkan meskipun dia ikut andil dalam buruknya kinerja outletnya–maka Franchisor bisa saja menolak memberikan support tambahan apabila kondisi tidak memungkinkan. Yang penting franchisor tidak akan dituduh wanprestasi apabila klausul support yang ditulis di perjanjian sudah dilaksanakan semua oleh Franchisor,” kata Pietra.
 
3.  Marketing Program
Anang Sukandar mengakui, support marketing program dari franchisor mempengaruhi kepuasan franchisee cukup besar.  Karena sebagai franchisee tentunya mereka ingin produk yang dijual kepada konsumen bisa laku keras. Maka, program marketing bisa membantu memudahkan mereka menjual produk.

Tidak hanya soal produk, kegiatan marketing juga terkait dengan usaha membangun dan mempertahankan brand dari bisnis franchise. Brand menjadi satu kebanggaan bagi franchisee yang jika kuat brand itu, maka puas pula franchiseenya.
 
Brand yang kuat akan mempengaruhi customer untuk membeli produk dari bisnsi franchise tersebut.

4.  Problem Solving
Kerja sama, baik itu di bisnis atau bukan selalu memiliki banyak tantangan. Apalagi di bisnis, tentu saja memiliki potensi masalah di kemudian hari. Tugas seorang franchisee memang juga mencari solusi, namun jika dia kurang pengalaman, maka disitulah seorang franchisor yang sudah berpengalaman berperan membantu cari solusi.
 
Mekanisme penyelesaian masalah yang dilakukan oleh franchisor akan menentukan tingkat kepuasan franchisee pada franchisornya.
 
Selain itu, franchisee sesungguhnya merupakan pihak yang tidak punya pengalaman menjalankan usaha sejenis milik franchisor, sehingga memang franchisor harus mendampingi termasuk dalam proses problem solving.
 
5.  Hubungan franchisor-franchisee
Tidak sedikit bisnis franchise dan sejenisnya membuat hubungan dua pihak antara franchisor dan franchisee rusak. Sebabnya, keduanya memiliki interest yang berlebihan. Beberapa hal dalam bisnis franchise harus dituangkan dalam franchise agreement agar semua pihak bisa mengembalikan pada kesepakatan awal.
 
Menurut Anang Sukandar menegaskan bahwa dalam bisnis franchise hubungan antara franchisor dan franchisee harus baik dan saling menghargai. Keduanya tidak bisa merasa paling pintar.”Kalau hubungan bisa harmonis, maka bisnis pun bisa lancar,” kata Anang.
 
Pietra menambahkan, relationship ini bisa dipandang sebagai proses—termasuk ke dalam bagian support–, dimana franchisor aktif berkomunikasi dan membina hubungan dengan franchiseeenya. Bisa juga dipandang sebagai hasil (result), yaitu bahwa jika support dijalankan dengan baik, omset sesuai target, BEP sesuai yang dijanjikan maka besar kemungkinan relationship dengan franchisee akan baik.
Meskipun, kata Pietra, bisa saja semua kinerja sangat baik, namun relationship kurang harmomis semata karena masalah pribadi, beda visi, ego tinggi. Jika ini terjadi, kepuasan bisa mempengaruhi franchisee.

6.  BEP
Apa yang terjadi jika BEP kelamaan? Yang pasti, franchisee tidak akan mudah diajak perpanjangan kontrak. Artinya, franchisee tidak akan puas.
 
Pietra Sarosa, dari Sarosa Consulting juga mengakui, omzet menjadi aspek paling penting bagi mereka yang melakukan bisnis. “Biasanya omset atau penjualan merupakan indikator yang langsung dapat terlihat. Penjualan yang tidak seperti yang dijanjikan akan langsung menimbulkan ketidakpuasan. Oleh sebab itu, Franchisor hendaknya tidak hanya menampilkan proyeksi omset yang optimis saja kepada calon mitranya,” kata Pietra.

Jika Omzet yang didapat bisa memberi keuntungan yang maksimal, maka kepuasan franchisee bisa maksimal pula.

Rofian Akbar