Sah-sah Saja Franchisee Punya Bisnis Sampingan?

Kebanyakan franchisee pada dasarnya adalah entrepreneur yang akan selalu mencari peluang untuk mengembangkan aset dan memaksimalkan keuntungan (profit). Sehingga, banyak franchisee yang memiliki bisnis tambahan. Salahkah?

Tentu tidak. Sepanjang usaha tersebut tidak berdampak buruk pada bisnis franchise yang dijalaninya (baik secara finansial maupun image bisnis) dan tidak melanggar ketentuan dalam perjanjian franchise yang sudah disepakati.

Menurut Pietra Sarosa, pengamat franchise dari Sarosa Consulting Group, sebenarnya franchisor tidak mempunyai kewajiban apapun untuk mendukung bisnis franchisee di luar bisnis franchiseyang sedang dijalani. Franchisorbisa bertindak sebatas “tidak melarang” seandainya bisnis tersebut memang tidak bertentangan dengan perjanjian dan tidak berpotensi merugikan bisnis franchiseyang sedang dijalankan. Termasuk kemungkinan bahwa franchiseeakan terpecah konsentrasinya mengurus lebih dari satu bisnis. 

Jika ada potensi membahayakan seperti ini, kata Pietra, franchisor perlu memperingatkan franchisee untuk tidak melakukan bisnis sampingan tersebut. 

Menyangkut jenis bisnis sampingan yang dipilih menurut Pietra, juga sepenuhnya hak franchiseesebagai pengusaha untuk memilih dari sekian banyak jenis usaha yang dipandang menguntungkan dan tidak harus inline dengan bisnis ini. 

Dijelaskan, bisnis yang erat hubungannya atau inline dengan bisnis franchiseyang sedang dijalankan memang relatif tidak akan terlalu memecah konsentrasi franchisee. Namun, relatif lebih banyak konflik kepentingan dan potensi membahayakan finansial dan image dari bisnis franchisee nya. 

Sebaliknya menurut Pietra, bisnis yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan bisnis franchiseyang sedang dijalankan, lebih sedikit konflik kepentingannya tapi juga lebih menyita waktu dan konsentrasi franchisee karena mengurus dua bisnis yang berbeda sama sekali. 

Pietra menyarankan, sebaiknya franchisee ijin terlebih dahulu kepada franchisor untuk mendiskusikan untung-ruginya terhadap bisnis franchise yang sedang dijalankan. Terutama jika bisnis sampingan ini erat hubungannya dengan bisnis franchise tersebut, atau dijalankan di lokasi yang sama dengan bisnis franchise tersebut. 

Mengapa Franchisee Punya Bisnis Sampingan

Dalam pandangan sebagian orang, mungkin ada anggapan bahwa memiliki lebih dari satu jenis bisnis lebih menguntungkan daripada hanya memiliki satu jenis saja. Pandangan ini tidak keliru. Tetapi, dari sisi manajemen, bisa jadi memiliki banyak bisnis yang berbeda menjadi kontra produktif karena pelakunya tidak bisa fokus. 

Sementara jika memiliki satu jenis usaha saja, pelaku bisa konsentrasi penuh untuk mengembangkan bisnis. Di bisnis franchise, para franchisee berpeluang memiliki satu jenis bisnis saja, tetapi dengan banyak outlet. Satu jenis usaha yang dimiliki tidak berarti kecil. Apalagi, jika pelakunya bisa mengembangkan di berbagai lokasi. 

Faktanya, di bisnis franchise, tidak sedikit franchisee yang memiliki bisnis-bisnis sampingan yang berbeda dengan main bisnis franchisenya. Kenyataan ini bisa berbahaya karena konsentrasi bisa terganggu. Apalagi, dalam teorinya, franchisee disyaratkan untuk memiliki curahan perhatian secara penuh terhadap bisnisnya itu. Jika konsentrasinya terganggu, bisnis yang dijalankannya pun bisa terganggu. 

Lalu, mengapa franchisee merasa perlu membuka bisnis sampingan? Vincentius Winarto menjelaskan, setidaknya ada dua alasan mengapa franchisee mengembangkan usaha baru di luar bisnis dengan franchisor. Pertama, franchisee mempunyai tingkat kewirausahaan dan kemampuan manajemen yang tinggi. Kewirausahaan diartikan sebagai pola pikir (mindset) mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan kesempatan usaha (business opportunity), melakukan pembaharuan atau inovasi, menghadapi resiko moderat, dan menciptakan organisasi baru. 

Pola pikir dalam diri wirausaha tersebut terwujud dalam tingkah lakunya, diantaranya muncul sebagai wirausaha tipe “serial”. Artinya wirausaha tidak berhenti dengan hanya satu kali mendirikan usaha, melainkan membuka usaha baru yang akan dilakukan terus menerus. “Mereka umumnya adalah orang dengan banyak ide jenius,” kata Vincentius.

Kedua, kesempatan pengembangan di sistem franchise saat ini tidak ada. Penyebabnya karena sedikit atau tidak ada pertumbuhan di bisnis yang dilakukannya. Franchisee dengan tipe kewirausahaan tinggi dapat ditampung oleh franchisor melalui kemungkinan mempunyai unit tambahan, atau bahkan menjadi master franchisee yang mempunyai wewenang cukup menantang mengembangkan franchise dalam teritori yang relatif luas, misalnya propinsi atau bahkan bagian dari suatu negara. 

Menurut Vincentius, Kreativitas franchisor mengembangkan model kerjasama yang lebih menantang sangat diperlukan bila memberi kemungkinan pada franchisee dengan tipe kewirausahaan tinggi menjadi anggota dalam system franchisenya.

Sementara itu, menurut Pietra Sarosa, ada beberapa alasan kenapa franchisee membuka bisnis sampingan. Diantaranya, pertama, mencari peluang untuk mengembangkan aset dan memaksimalkan keuntungan (profit). Kedua, penghasilan dari bisnis franchise yang sedang dijalani sekarang dianggap relatif kurang memuaskan sehingga harus mencari income tambahan. Ketiga, sebagai persiapan seandainya masa perjanjian franchise selesai dan tidak diperpanjang lagi. Dan kempat, alasan-alasan pribadi, seperti misalnya aktualisasi diri, mencari kesibukan lagi, memberikan pekerjaan bagi anggota keluarga, dsb.

Jika membuka usaha sampingan bagi franchise menjadi pilihan, Vincentius menyarankan agar franchisee memperhatikan beberapa faktor. Yaitu, franchisee harus mengenali diri sendiri; kekuatan dan kelemahannya. “Pedoman utama melakukan pilihan keputusan adalah seberapa besar pilihan tersebut menggunakan kekuatannya. Sangat tidak dianjurkan bila akan membuka usaha sampingan yang justru kelemahannya yang harus digunakan. Kalau usaha dilakukan dengan tim, hal yang sama juga berlaku. Adakah kelemahan tim yang akan mempengaruhi keberhasilan membuka usaha baru,” kata Vincentius

Hal lain yang harus diperhatikan, tambah Vincentius adalah sinergi dengan bisnis franchise yang saat ini ditangani. Menurutnya, makin jauh sinerginya pasti akan menguras perhatian. Misalnya sinergi dalam hal pasar yang dilayani. Apakah di pasar yang sama? Makin asing pasarnya, makin memerlukan waktu dan sumber daya untuk mengenalinya. “Jangan hanya tergiur pada potensi laba. Kata orang: high return – high risk. Jadi resiko juga harus dihitung,” kata Vincentius.

Sedangkan Pietra menyarankan agar franchisee memperhatikan jangan sampai bisnis tersebut berpotensi menimbulkan kerugian pada bisnis franchise yang dijalani sekarang. Yaitu, pertama, mengganggu finansial bisnis franchise yang sedang dijalani, termasuk kemungkinan tidak bisa membayar aneka fee yang diharuskan oleh franchisor. Kedua, merusak image produk/jasa franchise yang dijalankan. Ketiga, menyebabkan waktu dan konsentrasi franchisee menjadi terbagi antara bisnis franchisee dan bisnis sampingan yang menjadikan franchisee tidak optimal dalam menjalankan bisnis. Keempat, memungkinan terjadinya kanibalisasi (saling makan) antar bisnis dan aneka konflik kepentingan lainnya. 

Di luar itu, Pietra juga menyarankan agar franchisee memilih bisnis yang tidak bertentangan dengan klausul dalam perjanjian franchise yang telah ditandatangani, Jika dilakukan akan mendatangkan konsekuensi legal. 

Zaziri