Retrofranchising & Refranchising

Retrofranchising & Refranchising

Retrofranchising adalah satu istilah yang digunakan oleh Michael Seid untuk proses penjualan gerai milik pewaralaba (franchisor owned outlet) yang belum pernah menjadi milik terwaralaba. Bila suatu gerai sudah pernah menjadi milik terwaralaba, kemudian dibeli oleh pewaralaba, lalu dijual kembali kepada terwaralaba yang lain, maka prosesnya disebut refranchising. Keduanya biasa kita kenal dengan sebutan “take over” yang mungkin lebih tepat untuk digunakan bila anda mengambilalih langsung dari terwaralaba dengan restu dari pewaralaba.

Pengambil alihan kepemilikan bisnis terwaralaba biasanya harus mendapat restu dari pewaralaba. Hampir semua perjanjian waralaba memberi hak kepada pewaralaba untuk mengambilalih lebih dulu bila terwaralaba hendak menawarkan kepada pihak lain. Salah satu alasannya antara lain untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerjanya sebelum dijual kembali kepada pihak lain.

Dalam hal kinerjanya sudah baik, biasanya pewaralaba akan merestui calon investor baru apabila kandidat tersebut memiliki kriteria yang sesuai dengan profil terwaralaba yang dikehendaki pewaralaba, seperti: taat atau tunduk pada sistem, tidak merongrong kebijakan pewaralaba, kompeten untuk menjalankan bisnis tersebut (bila pewaralaba mengharuskan terwaralaba owner operator), memiliki kecukupan dana, dan beberapa kriteria lainnya.

Kalau kinerjanya sudah baik, mengapa dijual oleh terwaralaba? Mungkin pertanyaan ini langsung muncul di benak Anda.

Kebutuhan keuangan yang mendesak adalah alasan yang paling sering terjadi. Beberapa di antaranya: kebutuhan membayar biaya operasi orangtua atau anggota keluarga lainnya di Rumah Sakit, kebutuhan biaya pendidikan anak yang hendak masuk perguruan tinggi atau kuliah di luar negeri, kebutuhan untuk melunasi hutang yang jatuh tempo di bisnis lain milik terwaralaba, dan sebagainya.

Fenomena retrofranchising biasa dijumpai di jaringan waralaba yang sudah memiliki gerai sangat banyak dan pewaralaba dengan agresif melakukan pembukaan gerai milik sendiri seperti Indomaret dan Alfamart.

Meski demikian, hal ini bisa saja terjadi pada waralaba yang jaringannya belum cukup besar, terutama apabila pewaralaba menggunakan strategi buka dulu sendiri, lalu dijual untuk kemudian membuka kembali di lokasi lain.

Keuntungan retrofranchising dan refranchising antara lain anda bisa langsung mulai berbisnis, tak perlu menunggu proses persiapan pembukaan gerai yang bisa memakan waktu berbulan-bulan. Bila anda melalui prosedur biasa untuk menjadi terwaralaba, Anda harus melalui proses survei lokasi, renovasi, rekrutmen SDM, pelatihan, dan lain lain.

Dengan retrofranchising maupun refranchising total nilai penjualan dan margin keuntungan lebih mudah diperkirakan (more predictable) dibandingkan dengan membangun gerai baru. Arus kas juga sudah terlihat. Hal ini membuat proses kredit di bank lebih cepat dan mudah didapat.

Keuntungan lainnya adalah Anda memperoleh SDM yang sudah berpengalaman. Nilai penjualan dan margin keuntungan yang baik biasanya mencerminkan kompetensi SDM yang mengoperasikan gerai tersebut.

Pastikan Anda memperoleh SDM yang trampil dan kompeten. Jangan segan untuk bertanya siapa saja SDM yang akan ditransfer kepada Anda, tim yang sekarang menjalankan operasional sehari-hari, atau tim SDM yang baru, atau kombinasi dari kedua pilihan itu.

Bila Anda melakukan take over langsung dari terwaralaba, pastikan anda memiliki keyakinan bahwa Anda mampu memperbaiki kinerjanya. Gerai yang dilepas oleh terwaralaba tak jarang dikarenakan kinerjanya buruk alias di bawah target. Bila faktor lokasi merupakan penyebab kurang berhasilnya para terwaralaba yang pernah mencoba menjalankan bisnis waralaba tersebut, maka nasib anda mungkin tidak jauh berbeda dari mereka.

Pengertian faktor lokasi di sini bisa beragam. Mulai dari kurang strategisnya lokasi tersebut untuk mendatangkan pelanggan, hingga terlalu mahalnya biaya sewa dan operasional. Bukankah sewa dan biaya operasional di mal lebih tinggi daripada di ruko, dan sewa di beberapa mal tertentu lebih tinggi daripada mal yang lain?

Dalam beberapa kasus, bisnis waralaba di mal hanya menguntungkan jika dijalankan oleh pewaralaba. Karena tidak ada biaya-biaya waralaba seperti biaya awal waralaba dan royalti, kinerja keuangan beberapa bisnis waralaba di mal terlihat baik di tangan pewaralaba namun tidak cukup baik ketika dikelola oleh terwaralaba.

Selain lokasi, kualitas SDM merupakan faktor yang sering menjadi penyebab kurang berhasilnya suatu gerai waralaba. Bila Anda yakin mampu memperbaiki, namun kualitas SDM tidak mumpuni, maka keyakinan Anda tidak akan terwujud sesuai rencana.

Anda tertarik dengan retrofranchising? Refranchising? Hubungi pewaralaba dan tanyakan apakah ada gerai yang sudah beroperasi yang ditawarkan. Jangan lupa untuk melakukan validasi segala informasi yang Anda dapatkan, dan menghitung dengan cermat kelayakan harga yang ditawarkan. Semoga informasi di atas bermanfaat bagi Anda …

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant dari FT Consulting

Website: www.consultft.com

Email : utomo@consultft.com