Mengubah Aturan Main

Mengubah Aturan Main

Banyak orang terperangah ketika melihat harga-harga barang tertentu di hipermarket bisa menjadi sangat murah dibanding harga-harga di pasar tradisional. Ada banyak faktor sebenarnya, namun dengan satu istilah, kita dapat menamakan fenomena ini dengan kalimat singkat: “Mereka telah mengubah aturan main”

Pengelolaan Dana Tunai yang Produktif

Secara umum, bisnis retail memperoleh pendapatan tunai (atau selisih beberapa hari bila melalui kartu kredit) dan membayar mundur kepada para pemasok hingga 3 bulan. Dengan demikian ada peluang untuk memperoleh pendapatan dengan “memutarkan” uangnya di pasar keuangan seperti obligasi, reksadana, valas dan saham. Meski beresiko, strategi ini berpeluang memberikan tambahan margin sekitar 2 hingga 5 persen setiap bulannya. Bahkan seandainya margin keuntungan hanya 5%, mereka berpeluang meraih margin 15%. Pengelolaan keuangan seperti ini seringkali tidak dipahami para pebisnis yang masih tetap menggunakan “aturan main lama”, yaitu uang tunai penjualan dibiarkan mengendap dalam tabungan atau rekening giro yang bunganya tidak seberapa.

Pendapatan Lain Lain

Peran pos pendapatan lain-lain kini menjadi salah satu strategi penting dalam memenangkan persaingan. Indomaret dan Alfamart misalnya, laba sebagian gerainya yang kurang perform ditunjang oleh adanya pendapatan lain lain seperti menyewakan lahan untuk gerobak makanan atau minuman di depan gerainya. Salah satu bentuk dari pendapatan lain lain ini adalah mengenakan biaya sewa untuk rak yang berada pada “eye level” kepada pemasok.

Contoh lain, masuk ke hipermarket Carefour kini serasa masuk ke belantara signages. Di Carefour ITC BSD dan Ambarukmo Plaza Yogyakarta misalnya, tembok dan kolom atau tiang raksasa dipenuhi signages para pemasok yang sepakat bahwa jumlah orang yang lalu-lalang (baca: pelanggan) Carefour sangat tinggi per harinya. Hampir dapat dipastikan hal yang sama terjadi di semua gerai Carefour yang lain. Para pemasok bersedia membayar tinggi untuk ruang media tersebut.

Diskon 50% ?

Seorang pebisnis restoran di suatu mal bercerita betapa terganggunya bisnis yang dijalaninya ketika ada satu restoran menggelar promosi diskon 50%. “Bukan cuma saya sih, hampir semua restoran di mal tersebut terpukul,” ia menggerutu kesal.

“Tak masuk di akal. Bagaimana ia bisa mengobral diskon sebesar itu. Bisa mati perlahan dia …,” ujarnya sambil tersenyum kecut.

Ternyata situasinya tidak seperti yang dibayangkan. Diskon 50% hanya untuk makanan. Jadi masih ada margin untuk minuman. Adapula restoran Suki yang memberi diskon 50% dalam arti bila pelanggan mengambil 12 porsi Suki, ia hanya membayar 6 porsi Suki termahal. Jadi tidak benar-benar 50% dalam arti nominal.

Dalam hal kerjasama dengan kartu kredit adapula model yang ditanggung bersama, misal 20% ditanggung restoran dan 30% ditanggung oleh pihak kartu kredit.

Darimana kartu kredit itu memiliki dana untuk memberikan subsidi? Biaya tahunan kah?

Ternyata dana subsidi tersebut merupakan alokasi dana promosi yang dialihkan dari media konvensional seperti suratkabar dan majalah. Mirip dengan hadiah Tahapan BCA yang konon (semula) diambil dari dana pajak reklame, yaitu dengan memperkecil ukuran papan-papan reklame sehingga menghemat biaya pajak reklame. Penghematan dana itulah yang dialihkan menjadi hadiah Tahapan 150 juta rupiah waktu itu.

Contoh di atas menggambarkan bahwa kreativitas para pemasar (dan pebisnis) seringkali “mengubah aturan main” persaingan bisnis yang menyulitkan para pesaing mereka.

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant dari FT Consulting

Website: www.consultft.com

Email : utomo@consultft.com