Master Franchising Mulai Ditinggalkan?

Master Franchising Mulai Ditinggalkan ?

Ada pendapat bahwa waralaba internasional terlihat meninggalkan strategi Master Franchising. Ada apa gerangan?

Master Franchising

Master Franchising adalah strategi pengembangan waralaba yang pada umumnya menggunakan pola 3 level (meski kemudian muncul perilaku yang menjadikannya 4 level atau lebih), yaitu Pewaralaba (franchisor), Pewaralaba Lanjutan (master franchisee sekaligus sebagai subfranchisor), dan Terwaralaba Lanjutan (subfranchisee).

Dalam Master Franchising biasanya Master Franchisee memiliki hak untuk menjual lagi sebagian hak waralabanya (sebagian lokasi atau area) kepada pihak lain. Hak ini biasa dikenal sebagai subfranchising right.

Pemberi waralaba dari luar negeri, demikian juga peraturan waralaba di Indonesia, biasanya mewajibkan Master Franchisee untuk menjalankan bisnisnya dalam waktu tertentu, misal minimal setahun, dan sudah terbukti menguntungkan sebelum menawarkan peluang bisnis waralaba lanjutan kepada pihak lain.

Meski Master Franchisee diikat dengan klausul harus meminta persetujuan dari pewaralaba sebelum menandatangani perjanjian waralaba lanjutan, mentalitas beberapa Mater Franchisee yang ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya telah mengakibatkan pewaralaba menghadapi menurunnya kualitas dan citra mereka. Karena perjanjian waralaba lanjutanditandatangani oleh terwaralaba lanjutan dengan Master Franchisee sebagai Subfranchisor, maka prosedur atau mekanisme teguran dan pemutusan hubungan waralaba menjadi lebih rumit bagi pewaralaba.

Komoditisasi Waralaba

Mentalitas ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tidak hanya terjadi pada master franchisee. Meski tidak semua, banyak pewaralaba yang terlihat menggunakan pola master franchising dan/atau area franchising dengan motif komoditisasi waralaba. Waralaba telah dijadikan “barang dagangan” tanpa memperhitungkan prospek dan kelayakan pembagian margin keuntungan kepada pihak-pihak yang terlibat. Ironisnya, yang menjadi korban justru investor sektor riil nya, yaitu investor level gerai bisnis tersebut.

Investor level gerai seringkali tidak mendapat informasi yang lengkap dan jelas mengenai potensi margin keuntungan dan resikonya. Target penjualan untuk mencapai balik modal (baca: kelayakan investasi) umumnya tidak masuk akal, tak jarang target tersebut belum pernah dicapai oleh satu gerai pun dalam jaringan waralaba itu. Bila ada yang bisa mencapainya, mungkin faktor keberuntungan belaka alias kurang dari 20% (bahkan ada yang kurang dari 10%) jumlah gerai dalam jaringan itu yang berhasil mencapainya. Investor tersebut biasanya juga tidak mendapat pelatihan yang layak, serta tidak mendapat support dan monitoring sebagaimana seharusnya.

Memang ada sejumlah investor level gerai yang juga kurang peduli terhadap bisnisnya; mungkin karena mereka relatif sangat kaya sehingga nilai investasi puluhan hingga ratusan juta itu tidak terlalu menyakitkan bila menguap. Akibatnya gerai tidak dikelola dengan baik. Namun tidak sedikit investor yang sebenarnya peduli tapi kemudian frustrasi dan tidak tahu bagaimana menyelamatkan investasi mereka.

Harus diakui, entrepreneurship dan waralaba telah digelembungkan oleh banyak pihak. Akhir-akhir ini saya berjumpa beberapa orang yang kehilangan dana tabungan dan deposito karena bisnisnya (waralaba dan non-waralaba) gagal total, ada pula yang tercekik pinjaman KTA (kredit tanpa agunan), dan ada yang dikejar-kejar oleh rekan bisnis tempat mereka berhutang. Beberapa dari mereka menumpuk barang di gudang karena tuntutan target dari principal. Semua ekses negatif ini terjadi karena informasi yang misleading atau menyesatkan mengenai entrepreneurship dan waralaba, serta kurangnya pemahaman mengenai pengelolaan keuangan, dan kurangnya pelatihan mengenai cara melakukan perhitungan bisnis yang cermat.

Kembali ke master franchising, bila anda tetap hendak menggunakan strategi master franchising atau area franchising, pastikan bahwa margin anda cukup bagi anda sebagai pewaralaba, dengan Master Franchisee sebagai Subfranchisor, dan para investor di level gerai atau subfranchisee; pastikan pula bahwa anda memiliki sistem monitoring dan support yang dapat diandalkan untuk dilaksanakan oleh Master Franchisee atau Area Franchisee sehingga reputasi dan citra merek anda terlindung dengan baik.

Dalam menyeleksi Master Franchisee atau Area Franchisee, hindari investor yang bermental “pedagang waralaba”. Yang anda perlukan adalah “pebisnis waralaba”, yaitu investor yang memiliki passion terhadap produk dan merek anda. Mereka juga harus mampu menginternalisasi visi dan misi dengan anda. Dan yang terpenting, mereka kompeten dalam memberikan support kepada para terwaralaba lanjutan atau investor level gerai.

Hal lain yang harus diperhitungkan adalah kecukupan anggaran untuk pelaksanaan support tersebut. Saya pernah mendampingi calon Master Franchisee yang dituntut melakukan kunjungan seminggu 2x ke gerai terwaralaba lanjutan oleh pewaralaba dari Singapura. Padahal jatah pembagian royalti antara pewaralaba tersebut dan pewaralaba lanjutan tersebut tidak cukup untuk menutup biaya support seperti itu. Kunjungan 2x seminggu tidak sulit dilakukan di dalam negara sekecil Singapura … tapi di wilayah Indonesia … sangat mustahil dari segi jarak dan biaya ditinjau dari skala bisnis merek itu. Setelah dijelaskan mengenai kondisi Indonesia dan tidak cukupnya dana pelaksanaan, klausul tersebut diubah.

Alternatif lain, gunakan strategi Area Representative yang perannya mirip dengan Master Franchisee, yaitu merekrut calon terwaralaba dan memberikan support pra dan pasca pembukaan gerai; namun perjanjian waralaba setiap gerai ditandatangani oleh terwaralaba dan pewaralaba. Jadi tidak ada peran subfranchisor.

Mari kita mengembangkan waralaba dan mendorong entrepreneurship yang bertanggungjawab, serta membuang mentalitas “ingin cepat kaya dengan cara-cara yang merugikan orang lain”.

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant dari FT Consulting

Website: www.consultft.com

Email : utomo@consultft.com