Keberhasilan Tidak Diukur Banyaknya Outlet

Sebagian masyarakat mengukur keberhasilan sebuah franchise dengan menghitung jumlah outlet. Makin banyak jumlah outlet-nya, bisnis itu semakin berhasil. Tentu ini tidak salah. Memang ada korelasi positif antara jumlah outlet dengan keberhasilan sebuah bisnis. Bisnis yang berhasil biasanya memerlukan jumlah outlet lebih banyak. Walau begitu, jumlah outlet saja, belum mampu menggambarkan secara lengkap seluruh kinerja bisnis. Penilaian dari satu parameter ini berpotensi menimbulkan kerancuan yang membahayakan. Kerancuan itu akan muncul ketika penambahan jumlah outlet tidak sepadan dengan pertumbuhan kebutuhan pasar (demand).

Ingin peringkatnya naik, banyak franchisor terpicu sangat agresif dalam mencari franchisee supaya jumlah outlet-nya meningkat. Tanpa disadari, mereka terjebak dalam konflik antara dua kepentingan yang berlawanan. Di satu sisi franchisor berupaya membuka outlet sebanyak-banyaknya, di sisi lain franchisee menuntut eksklusivitas untuk wilayahnya. Dua kepentingan ini bertabrakan dan sering bermuara pada konflik berkepanjangan. Tentu saja konflik seperti ini tidak baik dan akhirnya bukan saja franchisor dan franchisee yang rugi, masyarakat sebagai pelanggan akhir bisnis tersebut akan dirugikan pula.

Para franchisor seyogyanya mulai mengevaluasi diri apakah selama ini telah mengoperasikan bisnis franchise-nya secara seimbang antara keinginannya memiliki banyak outlet dan upaya mereka untuk menciptakan demand. Saya pribadi mendapat kesan, beberapa franchisor cenderung lebih bersemangat memasarkan franchise-nya daripada memasarkan produknya. Celakanya ketika dari beberapa franchisee yang saya jumpai, apa yang saya rasakan sering juga menjadi keluhan franchisee.

Umumnya, effort agresif baru mencapai setengah jalan. Mendapat franchisee saja, hanya akan memperluas jaringan bisnis, dan itu belum menjamin sebuah bisnis akan berjalan dengan baik, bahkan bisa terjadi sebaliknya. Pekerjaan selanjutnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana membuat semua franchisee bisa mendistribusikan produk dan jasanya kepada pelanggan akhir dengan baik.
Bagaimana menyeimbangkan effort ini, sehingga semua franchisee mampu mendapatkan bisnis yang berkembang sesuai proyeksi, saya mengusulkan lima hal untuk dipertimbangkan.

1. Pisahkan fungsi ekspansi dengan fungsi dukungan

Bisnis franchise mencakup dua kegiatan utama yang karakteristiknya berlawanan. Pertama adalah network development, yaitu kegiatan melakukan ekspansi atau penambahan jumlah outlet, kedua adalah operation support, yaitu kewajiban memberi dukungan kepada semua outlet agar berjalan dengan baik dan bisa menghasilkan keuntungan. Saya sebut berlawanan karakteristik karena melakukan kegiatan ekspansi berarti mencari jumlah outlet tidak terbatas, sebaliknya yang melakukan kegiatan support menginginkan jumlah outlet-nya terbatas baik dalam hal jumlah maupun kepadatan.

Apabila dua kegiatan ini dikerjakan oleh orang yang sama, maka akan terjadi konflik internal dalam diri orang yang bersangkutan. Karena itu idealnya, kedua fungsi tersebut dikerjakan oleh orang yang berbeda. Dengan demikian akan terjadi mekanisme internal control yang akan mendorong tercapainya keseimbangan antara pertumbuhan jumlah outlet dan kemampuannya memberi support. Kepada dua orang tersebut, franchisor bisa memberi target kinerja berbeda. Misalnya fungsi ekspansi ditarget dengan pertumbuhan jumlah outlet per tahun, sedangkan fungsi support ditarget dengan rata-rata omzet per outlet atau royalti per bulan.

2. Atur pembatasan wilayah operasi franchisee dalam perjanjian

Beberapa kali terjadinya konflik antara franchisor dengan franchisee yang dipicu oleh pembukaan outlet baru di area yang bersinggungan. Hal ini bisa terjadi karena sebelumnya mereka tidak menyepakati aturan tentang batas teritorial di mana franchisee mendapatkan proteksi dan di mana franchisor bisa membuka outlet baru. Ketika franchisor dan franchisee terlibat konflik maka akan sulit bagi mereka bisa bekerja sama dengan baik, apalagi berhasil.

Memang ada franchisor yang sengaja tidak memproteksi wilayah operasi outlet. Dia dan bebas memberi lisensi investor lain untuk membuka outlet baru, meskipun bersebelahan dengan outlet yang sudah ada. Baginya kompetisi adalah kunci keberhasilan, bila ada yang kalah bersaing itu adalah risiko bisnis. Menyadari ancaman ini, tidak jarang akhirnya franchisee terpicu untuk membuka outlet cukup banyak dalam satu area yang sama, hanya untuk menutup peluang investor lain, padahal setelah dihitung ternyata pendapatan per outlet-nya menjadi jauh lebih kecil.

Sulit untuk memahami kerangka pemikiran franchisor itu. Sebab wilayah operasi outlet, bagaimanapun juga perlu diatur dalam perjanjian franchise. Dengan begitu akan ada kepastian bagi franchisee untuk menggarap pasar yang dia miliki. Sebaliknya franchisor jelas di mana dia bisa memberi lisensi kepada investor baru. Dalam penentuan lokasi, franchisor juga harus bertanggung jawab terhadap lisensi yang diberikan secara spesifik. Apabila kemudian hari franchisee gagal karena salah lokasi franchisorpun harus turut menanggung risikonya.

3. Lakukan branding berkesinambungan untuk meningkatkan demand.

Seperti sudah sudah disinggung bahwa pertumbuhan jumlah outlet bisnis harus sepadan dengan pertumbuhan demand. Franchisor tentunya harus selalu memperhatikan demand yang ada ketika ingin melakukan ekspansi besar-besaran. Demand harus diciptakan terlebih dahulu baru kemudian menghitung berapa jumlah outlet optimal yang bisa dibuka. Dengan demikian dapat memperkecil peluang terjadinya over supply yang akan memicu perang harga dan tidak baik dampaknya terhadap kinerja bisnis.

Penciptaan demand dilakukan dengan melakukan kegiatan branding berkesinambungan. Strategi ini akan membuat pasar selalu aware terhadap produk. Penetrasi produk akan menjadi lebih dalam, segmen baru akan terbentuk yang sebelumnya tidak tergarap. Branding adalah kewajiban bagi setiap franchisor yang menginginkan bisnisnya tumbuh dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Branding yang kuat juga akan mempertahankan hubungan franchise dengan franchisee, mereka akan berpikir untuk melepaskan franchisenya, karena akan kehilangan bisnisnya.

4. Sinergikan program sales promotion di semua outlet

Berhasilnya outlet franchise tidak terlepas dari strategi franchisee melakukan sales promotion, untuk menangkap demand yang ada. Franchisee memang bertanggung jawab melakukan sales promotion agar outlet-nya berhasil. Walaupun begitu, untuk hasil yang maksimal, franchisor perlu men-sinergi-kan kegiatan di beberapa outlet dalam wilayah yang sama atau berdekatan.

Salah satu jalan melakukan sinergi ini adalah dengan menyelenggarakan event promosi secara serial, dari satu outlet ke outlet lainnya. Bisa juga dengan membuat event gabungan beberapa outlet yang lebih besar. Sinergi yang berhasil akan meningkatkan promotional effect, dan akhirnya bisa menyentuh langsung peningkatan penjualan outlet yang bersangkutan.

5. Kerja sama dengan pihak ketiga

Tak bisa dipungkiri, banyak franchisor lokal yang skala organisasinya ramping atau cenderung minimalis di mana seluruh fungsi dijabat sendiri oleh pribadi franchisor. Walaupun ini bukan hal yang jelek, yang tidak boleh dilepaskan, seluruh komponen fungsi ekspansi dan support, harus tetap berjalan secara profesional. Menyadari kondisi dan kewajibannya, beberapa franchisor melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak ketiga.

Keterlibatan pihak lain bisa menyangkut aspek ekspansi maupun support. Untuk kerja sama di bidang ekspansi, saat ini beberapa franchisor telah membuat perjanjian dengan pihak lain untuk menerapkan sistem referal atau brokerage. Selain di bidang ekspansi, kerja sama ini juga bisa dilakukan dengan lembaga-lembaga lain yang profesional untuk membantu memberikan support di bidang: marketing, branding, training SDM, pemasokan bahan baku, penyedia tenaga kerja dll.

karena tidak perlu memperbesar skala organisasinya. Franchisee juga mendapat manfaat karena mendapatkan dukungan profesional oleh pihak yang kompeten. Manfaat tidak langsung yang bisa diraih oleh franchisor adalah meningkatnya kepercayaan franchisee.

Lima point di atas mungkin tidak harus diterapkan semuanya. Namun setidaknya, para franchisor dapat mulai memperlebar dimensi manajemennya, dengan effort yang tidak kalah agresif untuk membuat franchisee berhasil. Keberhasilan franchisee adalah satu hal yang mutlak harus diperjuangkan oleh franchisor, karena tanpa itu, prinsip franchise sebagai duplikasi sukses tidak terpenuhi. Dalam kata lain franchisor akan menjadi berhasil ketika semua franchisee berhasil atas dukungan kuat dari franchisor.