

Perusahaan besar memasuki sistem franchise? Bagi produsen atau manufaktur yang sudah punya jalur distribusi tradisional, yaitu menggunakan sistem distributorship dan atau dealership, maka langkah waralaba harus dilakukan dengan sangat berhati-hati.
Sejatinya, gagasan untuk menggunakan sistem waralaba disebabkan karena beberapa faktor lapangan, dan harus memperhatikan beberapa hal, sebagaimana uraian di bawah ini.
Margin Cenderung Makin Tipis
Jalur distribusi tradisional biasanya memberi celah kepada distributor untuk melakukan negosiasi harga, menuntut volume bonus, dan beberapa kecenderungan yang menekan margin produsen. Di lapangan, di level toko atau dealer atau reseller tak jarang terjadi perang harga yang sengit.
Setia pada Profit, Bukan Brand
Distributor dan toko biasanya tidak dilarang untuk menangani produk kompetitor. Bila margin produk kompetitor ini lebih besar, maka seringkali yang didorong penjualannya adalah produk kompetitor tersebut.
Mungkin pernyataan ini tidak berlaku pada semua distributor dan toko, namun kebenarannya sulit dipungkiri: “Kecil sekali kemungkinan distributor dan toko tradisional akan setia pada brand tertentu. Mereka lebih setia pada profit margin yang lebih besar.”
Pelayanan & Visual Merchandise Display
Karena menangani beberapa merek produk, maka standar pelayanan maupun tata letak (visual merchandise display) produk anda sulit untuk terpenuhi. Bila suatu toko punya konsep sendiri, maka semua merek itu akan “melebur” ke dalam konsep toko tersebut. Dengan lain perkataan, “Toko tersebut punya kepentingan membangun brand mereka sendiri.”
Itu sebabnya beberapa merek fashion yang dijual di Department Store tetap harus membuka gerai dengan brand mereka sendiri. Bila hal ini tidak dilakukan, maka merek mereka akan tenggelam di dalam konsep Department Store dan kurang dikenal. “Delami” yang memiliki brand “The Executive” dan beberapa brand lainnya adalah salah satu produsen yang memahami pentingnya membuka gerai dengan brand mereka sendiri, selain menggunakan jalur pemasaran melalui Department Store.
Waralaba Jadi Solusi?
Ada beberapa hal yang patut diwaspadai ketika suatu perusahaan sudah membangun jaringan distribusi tradisional yang cukup kuat kemudian berencana menambahkan waralaba sebagai strategi distribusi produknya.
Daya tarik waralaba cukup jelas: waralaba akan memberikan tingkat pengendalian yang lebih tinggi dari sisi brand loyalty, margin dan harga jual, serta standar pelayanan dan visual merchandise display.
Pertanyaannya, “Bagaimana membuat perbedaan antara jaringan waralaba dengan jaringan distribusi tradisional yang sudah ada? Bagaimana menerapkan sistem waralaba nantinya, apakah akan menggunakan single distribution strategy, yaitu waralaba saja; atau dual distribution strategy, yaitu menggunakan waralaba tapi tetap memelihara sistem sebelumnya?”
Tentu pertanyaan ini harus dijawab kasus per kasus. Setiap produsen harus memperhitungkan plus minus dan skenario dampak dari setiap keputusan yang akan diambilnya.
Khusus untuk penggunaan Dual Distribution Strategy, yaitu penggunaan jalur distribusi tradisional dan jaringan waralaba secara bersama-sama, jangan sampai harga jual produk di jalur distribusi tradisional mematikan jaringan waralaba. Sangat disarankan untuk memperhatikan dengan teliti wilayah pemasaran masing-masing.
Untuk Single maupun Dual Distribution Strategy, langkah yang patut dipertimbangkan adalah menawarkan konversi menjadi waralaba kepada toko-toko dealer dan distributor yang potensial sebelum menawarkan kepada pihak lain. Jangan lupa memperhatikan wilayah waralaba dan atau wilayah pemasarannya. Perhatikan pula unsur utama dalam menyeleksi terwaralaba: karakter, komitmen, kompetensi, dan keuangan.
Konversi ini tentu harus meng-apresiasi jasa-jasa mereka dalam membuka dan membangun pasar di wilayah mereka. Salah satu bentuk balas jasa dalam konteks konversi ini antara lain misalnya memberikan harga khusus, bila memungkinkan membebaskan mereka, dari biaya awal waralaba. Meski demikian mereka perlu melakukan reinvestasi untuk renovasi sesuai standar, dan membiayai supervisi renovasi serta pelatihan untuk standarisasi kualitas layanan. Mereka juga harus berkomitmen untuk membayar biaya royalti bulanan dan biaya pemasaran bersama, karena salah satu inti dari pewaralabaan adalah branding, termasuk di dalamnya standarisasi kualitas pelayanan dan komunikasi pemasaran yang terpusat. Sedangkan royalti bulanan adalah untuk membiayai operasional kantor pusat pewaralaba dan pengendalian kualitas.
Semua re-investasi dan biaya tambahan yang muncul tersebut harus masuk akal alias jelas pembenarannya. Berapa leverage atau peningkatan penjualan yang dapat dicapai bila menerapkan waralaba? Bagaimana dengan margin profit-nya? Bagaimana dengan jangka waktu balik modal (payback period), bagaimana dengan ROI-nya?
Evaluasi
Setiap langkah yang anda ambil harus ada tujuan yang jelas, untuk dijadikan parameter evaluasi keberhasilan strategi tersebut. Bila hendak menyehatkan margin, tapi kemudian ternyata tidak berhasil keluar dari tekanan pada margin, maka berarti strategi pewaralabaan anda tidak berhasil mencapai tujuannya.
Uji-coba
Bila brand anda sudah mapan, tahapan uji-coba merupakan tahap yang sangat penting. Terburu-buru mengembangkan jaringan waralaba bisa jadi bumerang terhadap reputasi brand yang sudah anda bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun. Salah satu bentuk uji-coba adalah dengan mengoperasikan salah satu gerai anda sebagai gerai waralaba selama 6 hingga 12 bulan, sambil memperbaiki sistem waralabanya selama proses uji-coba tersebut.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi anda sedang mempertimbangkan waralaba sebagai strategi distribusi.
Utomo Njoto
Senior Franchise Consultant dari FT Consulting