Beradaptasi atau Away!

Beradaptasi atau Away!

Para pakar manajemen dan pemasaran selalu memberi wasiat penting bagi pelaku bisnis untuk menghadapi perubahan bisnis dan memunculkan realitas baru. Alvin Toffler, Futuris bisnis yang telah wafat pada 2016 lalu, salah satunya menyarankan agar perusahaan adaftif terhadap segala perubahan.

Peter F Drucker, Pakar Manajemen Modern menyarankan kepada pengelola perusahaan, dalam hal ini manajemen, untuk tidak hanya menjadi lembaga yang sebatas menghasilkan laba saja, tapi pencipta pelanggan dengan melahirkan karya melalui produk dan jasa inovatif  yang memiliki value dengan melibatkan teknologi dan knowledge di era yang dia sebut sebagai pasca kapitalis.

Selain dua pakar tersebut, masih banyak lagi pakar manajemen lain yang membuat teori untuk menghadapi era millennial saat ini. Sebut saja Al Ries, Jack Trout, John P Kotter, bahkan duet Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya menyiapkan teori Marketing 4.0, untuk menghadapi era yang disebut new realities.

Namun satu pesan penting dari mereka kepada pelaku bisnis, yaitu berubah atau tersingkir oleh era yang serba dinamis seperti saat ini.

Mereka yang cuek silahkan saja, tapi setidaknya pelaku bisnis tidak bisa memejamkan mata begitu saja terhadap perubahan yang membawa ancaman sekaligus peluang itu.

Jahja B. Soenarjo, pengamat pemasaran, franchise dan praktisi bisnis dari Direxion secara tegas mengatakan Adapt or Away!. Ikut beradaptasi dengan perubahan atau menyingkir perlahan. “Dalam menyikapi dinamika perubahan yang terjadi di dunia bisnis, termasuk gelombang baru yang membawa arus digitalisasi, maka cepat atau lambat para pelaku bisnis harus bersiap  beradaptasi atau terpaksa menyingkir perlahan,” katanya.

“Gojek tidak memukul ojek, tetapi teknologilah yang mengkondisikan pelaku ojek terdesak. Namun Gojek, Uber, Grab dan sejenisnya, tidak bisa dihindari lagi,” tambahnya.

Untuk menghadapi trend dan realitas baru di industri franchise saat ini, Jahja memberi  4 formula penting, yaitu Observe, Follow,  Adapt, dan Reformulate.Observe, amati setiap perubahan yang terjadi di dunia bisnis dan yang khususnya pengaruh dari digitalisasi ekonomi,” katanya.

Follow, ikut arusnya jangan melawan arus perubahan yang akan kian menggelombang, apalagi dalam gelombang shared-economy, semua akan bersinergi memanfaatkan teknologi digital.

Adapt, beradaptasi dengan perubahan dan menggiring oraganisasi maupun proses bisnis agar sinkron dengan perubahan.

Reformulate, formulasi ulang proses bisnis Anda, mungkin sudah usang atau obsolete. Anda tak perlu membuang semua yang konvensional, tetapi menambahkan atau memperkaya proses bisnis Anda dengan proses yang lebih canggih.

Jahja melihat, bukan hanya trend digital yang menjadi isyu utama, tetapi dalam dunia bisnis akan dipengaruhi suhu geopolitik yang melahirkan isyu baru, tren gaya hidup dan pertukaran nilai-nilai budaya yang melahirkan kreativitas baru yang dinamis.

“Kita bisa melihat kalau tiba-tiba K-Pop bukan hanya populer di Asia, tapi juga menjalar ke benua lain. Di era teknologi ini, informasi bergerak tanpa batas mengantarkan nilai-nilai dan ide baru antar negara, antar bangsa dan msyarakat. Tidak perlu ke Korea, tapi tiba-tiba bisa mengembangkan waralaba kuliner selera Korea. Idenya dari mana?,” bebernya.

Kepada para investor, Jahja memberi pesan, agar mereka cerdas dan hati-hati karena salah pilih bisa saja investasi melayang. “Sebaiknya dipahami bahwa saat ini memilih bisnis franchise itu harus cermat siapa segmen sasaran dan di kota mana akan dikembangkan ? Kalau membidik segmen anak muda ataupun kaum profesi yang melek internet, maka mungkin kita harus melihat apakah bisnis waralabanya juga sudah mempersiapkan lansekap digitalisasi untuk jangka panjang ? Atau tetap konvensional saja?,” tuturnya.

“Ini pun tergantung dengan jenis usaha waralaba, pemilik waralaba (founder) dan segmen berdasarkan besaran investasi.,” pungkasnya.