Waralaba Lokal Punya Peluang Besar

Meski tingkat persaingan sangat tinggi, potensi waralaba resto dan kafe masih sangat besar. Pemain lokal bisa bersaing dengan yang asing. 

Industri resto dan kafe memberikan peluang sangat besar bagi pelaku usaha. Pasalnya, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar dan memiliki keaneka-ragaman jenis makanan. Sehingga, meskipun jumlah pemain di industri ini cukup banyak,  peluang usaha waralaba  masih terbuka lebar bagi franchisor dan franchisee.  

Menurut pengamat franchise, Pietra Sarosa, karena makanan merupakan kebutuhan pokok yang terus dicari, industri ini masih membuka peluang sangat besar. “Apalagi Indonesia punya penduduk yang luar biasa besar dan beragam selera, sehingga masih terbuka peluang untuk beraneka macam bisnis makanan termasuk resto dan kafé,” katanya. 

Pietra mengakui, persaingan di bisnis resto dan kafe sudah sangat jenuh. Tetapi, dia optimis, bisnis ini masih bisa memberi keuntungan bagi pelaku yang ingin mengembangkan dengan pola waralaba sepanjang memiliki konsep yang kuat. Konsep yang dimaksud tidak hanya menyangkut kafe atau restonya saja, melainkan juga sistem pengembangan waralabanya. “Antara lain adalah konsep menu, suasana, pelayanan, target market, strategi pemasaran, dan konsep kerjasama yang dikembangkan dengan terwaralaba,” ungkapnya. 

Hal yang sama juga dikemukakan Anang Sukandar, Ketua AFI. Menurutnya, semua bisnis yang bergerak di dalam kebutuhan manusia seperti makan dan minum akan tetap punya prospek yang baik. Industri ini pun, katanya, mencatat pertumbuhan yang sangat menarik. 

Dia menjelaskan, tidak terlalu susah untuk melihat bahwa industri ini terus tumbuh. Di setiap mal, kehadiran kafe dan resto cukup marak dan selalu diminati pengunjungnya. “Yang ingin saya katakan bahwa prospeknya masih akan tetap cerah. Cuma, kalau mau membangun bisnis kafe atau resto, harus punya konsep yang unik dan khas, karena persaingannya cukup ketat,” paparnya. 

Sejalan dengan pertumbuhan dan prospek yang sangat cerah, menurut Anang, maka besar pula peluang memasuki industri ini dengan mengembangkan pola waralaba. Setidaknya, ada tiga poin mengapa kafe atau resto perlu dikembangkan dengan cara waralaba. Pertama,  karena faktor modal yang terbatas.  Kedua, kekurangan tenaga (SDM), dan ketiga mempercepat ekspansi dengan modal orang lain. 

Ditambahkan, sebenarnya membangun jaringan sendiri (non waralaba) tingkat kesulitannya jauh lebih mudah. Tetapi orang selalu membayangkan, kalau membangun waralaba, maka pengembalian modal bisa lebih cepat. Menurut Anang, anggapan itu tidak salah. Namun yang jelas, komplikasi hubungan antara franchisor dan franchisee tidak segampang yang dibayangkan.

Menyinggung peluang kafe dan resto bagi terwaralaba, menurut Anang, tingkat keberhasilannya (degree of success) sangat tinggi. Namun, peluang keberhasilan franchisee sangat tergantung kepada persiapan franchisor. Menurutnya, tidak ada franchisee yang sukses tanpa franchisor yang sukses. 

Lokal berpeluang

Baik Pietra maupun Anang menilai merek-merek kafe dan resto lokal dinilai punya peluang besar dan mampu bersaing dengan merek-merek asing jika dikembangkan dengan pola waralaba. Terutama merek-merek tradisional yang sudah familier di masyarakat dan punya segmen pasar tersendiri. Tetapi sangat disayangkan para pengusaha lokal masih banyak yang menjalankan bisnisnya secara tradisional. 

Menurut Pietra, manajemen yang dijalankan oleh pengusaha lokal yang masih menggunakan cara-cara tradisional mengakibatkan banyaknya kendala untuk mengembangkan sistem franchise. “Sebenarnya bisa (bersaing). Banyak merek-merek lokal yang sudah dikenal dan punya segmen pasar sendiri,” katanya. 

Anang Sukandar juga mengatakan, merek lokal sangat bisa bersaing karena di industri makanan merek lokal memiliki comparatif advantage. Apalagi jika pemerintah mau mendorong para pemain lokal, maka merek-merek resto dan kafe lokal bisa mengungguli merek-merek asing. Bukan hanya di dalam negeri, jika pemerintah memberikan support, merek-merek resto dan kafe lokal bisa diekspor ke luar negeri dan menjadi kebanggaan tersendiri.

Menurut Anang, salah satu kelemahan pemain kafe dan resto lokal adalah kurangnya kesiapan menjalankan sistem franchise. Franchise kafe dan resto merek asing biasanya didukung oleh sistem yang sudah mapan dan jauh lebih establish. Karena itu, mereka jauh lebih survive dibandingkan merek lokal. 

Padahal sebenarnya, menurut Anang, kafe dan resto waralaba lokal dan resto waralaba asing, masing-masing punya segmen market sendiri-sendiri. Punya pelanggan sendiri-sendiri. Sehingga, masing-masing punya peluang yang sama untuk sukses dan berkembang secara berbarengan. 

Menurut Anang Sukandar, berdasarkan studi dan pengamatan dari kasus di Amerika, resto dan kafe waralaba yang sukses umumnya berasal dari perusahaan yang bermodal besar. Sedangkan, bagi resto dan kafe waralaba yang bermodal kecil atau tanggung, tingkat kegagalannya sangat tinggi. Sementara di Indonesia, kebanyakan kafe dan resto lahir dari UKM (Usaha Kecil dan Menengah), bukan dari perusahaan besar. Mengapa begitu? Sebab, bagi yang bermodal besar, punya kesempatan untuk memperbaiki sistem, bisa melakukan promosi dan iklan secara besar dan mampu membayar konsultan.  Lagipula, perusahaan dengan modal besar biasanya merekrut SDM yang lebih baik dan mengadopsi teknologi yang lebih baik pula. 

Zaziri