Tommy Kurniawan: Mendapat Inspirasi Bisnis dari Kuliner Tepi Jalan

Tommy Kurniawan, Owner Bebek Goreng Terminal

Ide bisnis bisa muncul dari mana saja. Pria yang satu ini mendapat inspirasi dari kuliner di tepi jalan dekat terminal Lampung. Bisnis bebek gorengnya pun kini berkembang menjadi resto bebek ternama yang memiliki banyak cabang. Bagaimana kisahnya?

Pria yang satu ini adalah penyuka kuliner. Berkeliling ke suatu daerah untuk menikmati kuliner merupakan hobinya. Pada suatu saat ketika dirinya singgah di daerah Lampung, Tommy Kurniawan menemukan kedai kuliner yang membuatnya begitu terkesan. Kuliner bebek goreng yang terletak di tepi jalan dekat terminal Lampung itu membuat dirinya terus ingin memakannya meski sudah kenyang.

Pada lain kesempatan, Tommy datang lagi untuk memanjakan perutnya, pemilik kedai tersebut menawarkan kepadanya untuk belajar membuat resep yang membuat Tommy keranjingan itu. “Kepada saya pemilik kedai bebek goreng itu menawarkan, mau tidak belajar membuat resep bebek. Saya pun semangat belajar resep tersebut. Selama tiga hari saya menginap di Lampung,” kenangnya.

Pada tahun 2020, bertepatan dengan tanggal kelahiranya 15 November, Tommy bersama sang istri membuka kedai bebek goreng di garasi rumahnya di bilangan Daan Mogot Arcadia, Jakarta Barat. Dengan modal Rp 25 juta hasil dari menjual mobil, ia memulai  usahanya di ruangan seluas 6×3 meter. “Uang hasil penjulan mobil itu dipakai untuk modal usaha beli freezer dan berbagai peralatan usaha lainnya, untuk belanja bebek juga,” jelasnya.  

Di awal memulai bisnis, pria kelahiran Jakarta 15 November 1984 ini hanya mampu menjual 5 ekor bebek dalam satu bulan. “Kadang sehari laku beberapa potong, terkadang tidak laku sama sekali. Jadi omzetnya selama sebulan tidak sampai sejuta, kadang omzetnya Rp 500 ribu. Namun kami optimis karena ada konsumen kami yang bilang bahwa bebek buatanmu itu enak, lembut, bumbunya meresap,” tuturnya.

Tommy pun bersemangat untuk membranding usahanya. Langkah awal ia membuat nama kedainya dengan brand Bebek Goreng Terminal, sebagaimana dirinya menemukan “jodoh” kulinernya di tepi jalan dekat terminal Lampung. “Saya buat spanduk dan banner untuk mempromosikan brand Bebek Goreng Terminal. Kemudian kita juga mulai mengemas sistem peluang kemitraan agar brand kita bisa meluas ke berbagai daerah,” jelasnya.

Pada akhir 2021, Tommy pun memiliki mitra bisnis pertamanya di Cianjur, Jawa Barat. Dari situ, dalam waktu singkat Bebek Goreng Terminal berkembang pesat. Kini jumlah cabangnya sudah mencapai 22 outlet tersebar di berbagai daerah. Cabangnya sudah ada di Jakarta, Jawa Barat, Palembang, Batam, dan Ponorogo. Omzet rata-rata cabang bisnisnya antara Rp 500 ribu – Rp 1 juta perharinya untuk outlet ukuran kecil.

“Untuk outlet yang ukuran middle omzetnya rata-rata Rp 3 juta – Rp 5juta perhari. Sedangkan untuk outlet ukuran besar bisa mencapai Rp 8 juta- 10 juta perharinya. Rata-rata mitra bisnis mencapai BEP dalam waktu antara 5 bulan atau 12 bulan, tergantung lokasi dan kondisi daerahnya. Kami juga tidak mengambil royalti dari mitra bisnis. Hanya manajemen fee 5%-10% saja yang kami ambil untuk biaya supporting pusat,” beber Sarjana lulusan Binus ini.

Bagi yang ingn menjadi mitra binisnya, Bebek Goreng Terminal menawarkan tiga paket investasi. Pertama, paket investasi Rp 250 juta dengan ukuran food court 3×3 meter. Kedua, paket investasi Rp 350 juta dengan outlet ukuran middle. Ketiga, paket investasi ukuran Rp 500 juta- Rp 1,5 miliar untuk ukuran high. Investasi tersebut belum termasuk biaya sewa dan renovasi gedung.

Bebek Goreng Terminal menyajikan menu dengan harga mulai Rp 30 ribu – Rp 50 ribu, tergantung lokasi dan outlet di suatu daerah. Menu andalannya adalah Bebek Goreng, Bebek Bakar,  Ayam Goreng dan Ayam Bakar. Sementara menu lainnya juga tidak kalah enaknya yaitu bebek dan ayam rawon, bebek dan ayam madura, bebek dan ayam rica-rica. Menu lainnya ada aneka macam ikan, kopi, roti da telur.

Yang menjadi ciri khas Bebek Goreng Terminal, kata Tommy, dagingnya yang lembut dan bumbunya yang meresap. “Bebek kita juga tidak ada bulu, jadi bersih. Dan tidak bau bebek. Sehingga orang yang tidak suka bebek boleh coba di sini, karena saya aja yang kenyang pengen makan lagi,” ujarnya berpromosi.

Saat ini, Tommy memiliki kurang lebih 95 karyawan. Targetnya membuka 50 cabang dalam waktu dekat dan mejadi perushaaan bebek yang menawarkan IPO di bursah saham pada tahun 2027. “Sekarang fokus kita membuka cabang sebanyak-banyaknya sambil mempersiapkan manajemen untuk menawarkan IPO. Targetnya di tahun 2026 atau 2027 mendatang,” tegasnya.

Dikatakan Tommy, hambatan dalam memulai bisnis Bebek Goreng Terminal di awal-awal adalah tidak fokus branding, karena ia sendiri masih bekerja di perusahan orang lain. “Jadi pada sautu ketika saya ditawarkan bos perusahaan tempat saya bekerja untuk memilih suatu pilihan. Akan menjabat Direktur Marketing dengan kenaikan gaji sekitar 35-50 juta perbulan, karena kinerja saya yang mencapai target penjualan, tapi dengan syarat menutup usaha bebek saya,” kenangya.

“Akhirnya setelah diskusi panjang bersama istri, saya memilih fokus mengembangkan usaha dan meninggalkan pekerjaan di perusahan yang bergerak di industri kreatif tersebut. Istri saya yang betul-betul meyakinkan saya bahwa ia yakin usaha bebek ini akan berkembang besar kedepannya,” sambungnya.

Dari situlah, Tommy merasa dapat semangat dan dukungan keluarganya. Sebab baginya yang menjadi penunjang bisnisnya adalah keluarga, terutama peran istri yang berperan sebagai manajemen di perusahaanya. “Kehadiran istri dan keluarga yang saling support adalah penunjang utama usaha saya. Kebetulan istri saya backgroundnya seorang manajemen. Ia berhenti bekerja setelah melahirkan anak pertama saya. Itu komitmen kami,” ujar suami dari Kartika ini.

Sementara itu, kata ayah dari dua anak ini, yang menjadi hambatan di bisnisnya adalah regulasi yang masih belum memihak industri UMKM. “Kalau di luar negeri kan orang mau usaha dapat dukungan bahkan modal dari pemerintah. Di sini kita mau mengembangkan bisnis regulasinya kadang tidak memudahkan UMKM,” ujarya.

“Hambatan lainnya adalah masalah internal di SDM. Terkadang ada people yang tidak mau saling support. Masih ada budaya unjuk gengsi dari luar, nah itu menjadi tatangan manajemen untuk mengubah prilaku SDM agar saling support  hingga berkembang bersama. Kalau masih ada budaya saling sikut sulit bisa berkembang, apalagi mau IPO,” tegas pria yang suka olahraga basket ini.

Untuk para calon pegusaha yang ingin menekuni bisnis, Tommy memberikan beberapa tips. Menurutnya bila mau menjadi pengusaha harus mengubah mindset. Mindset-nya adalah ingin berkembang menjadi sukses. “Itu dulu yang ditanamkan. Setelah itu bisnis itu butuh yang namanya mentalitas kejujuran, keterbukaan, saling support, sama-sama untung, jangan maunya untung sendiri,” pungkasnya.   

Zaziri