

Salah satu faktor yang seringkali luput dari perhatian pelaku bisnis franchise manakala jaringan franchisenya tumbuh cepat adalah melemahnya ketersediaan produk. Padahal masalah ini tidak bisa diabaikan. Availibilitas produk menjadi keharusan. Akibatnya bisa fatal jika sering terjadi. Jika tidak diantisipasi sejak dini franchisee akan kehilangan kesempatan emas untuk mengeruk keuntungan dari bisnisnya, karena tidak bisa menjual produknya.
Di sisi lain, masalah ini juga akan merugikan bagi franchisor. Jika tidak mampu mensuplai produk sesuai kebutuhan franchisee dalam waktu yang tepat dan cepat maka bisnis tersebut bisa terancam merugi. Hal ini akan berefek kepada kinerja para franchiseenya. Mereka akan kecewa di saat customer membutuhkan produk dengan segera namun tidak bisa memenuhinya.
Kekecewaan mereka akan berakibat negatif. Pertama, semangat bisnis para franchisee terancam menurun. Terlebih lagi jika banyak customer setianya yang complain. Kedua, para franchisee akan mencari bahan baku lain di luar standar yang sudah ditetapkan franchisornya. Akibatnya produk tersebut tidak standard dan bisa menambah kekecewaan pelanggam setianya. Kalau kondisinya sudah demikian maka tinggal menunggu waktu untuk menutup gerai bila tidak ditangani dengan cepat.
Mengenai suplai produk atau bahan baku sampai saat ini memang tidak banyak mencuat ke permukaan. Tetapi sebenarnya, bukan berarti tidak pernah ada masalah. Di beberapa daerah, sejumlah franchisee harus uring-uringan karena pemintaan yang besar terhadap produknya tidak bisa dipenuhi oleh franchisor. Padahal, sejak awal masalah ketersediaan produk sudah menjadi tanggung jawab franchisor.
Sebut saja misalnya, di bisnis burger, ada franchisee yang harus kebingungan karena suplai produk yang dijanjikan franchisor tidak bisa dipenuhi karena alasan ketersediaan yang terbatas. Awalnya hal ini tidak pernah diperkirakan franchisor bahwa permintaan (demand) akan melebihi suplai. Sementara resourse yang dimiliki franchisor sangat terbatas.
Sebenarnya, masih ada jalan yang bisa ditempuh dari persoalan ini, yakni mencari dari sumber lain. Sayangnya, jika hal ini dilakukan franchisee, dikhawatirkan produk yang disediakan tidak sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan franchisor. Resikonya, bisa menjatuhkan merek bisnis tersebut.
Dilema. Begitulah yang terjadi. Kasus ini bisa jadi menggambarkan bahwa sebagian franchisor yang bisnisnya mendapat sambutan banyak franchisee sejak awal kurang memperhatikan masalah suplay produk.
Kalau sudah begini, franchisor dituding hanya mengejar inisial fee tanpa memperhatikan kepentingan franchiseenya. Dalam jangka pendek yang dirugikan adalah franchisee karena operasional terganggu. Namun pada gilirannya franchisor juga rugi karena pendapatan royalti bisa terganggu dan image keseluruhan merek bisa rusak.
Oleh sebab itu, hati-hati dengan lemahnya suplai produk yang. Franchisor bagaimapanun harus memiliki system distribusi yang bisa menyulai produk ke berbagai gerai franchisee di pelosok daerah sekalipun. Kalau perlu, franchisor menyediakan distrik semacam sentral kitchen yang fungsinya memantau dan mensuplai produk ke berbagai dearah. Jika, perlu dibanti oleh perangat IT yang jika memang stok produk dari franchisee habis, franchisor bisa otomatis langsung mensuplai produk ke gerai franchisee tanpa harus menuggu permintaan dari para franchiseenya.
Perusahaan-perusahaan besar yang menjadi master franchise seperti KFC dan Mc Donald masih bisa bertahan karena mereka bekerjasama dengan banyak supplier lokal yang memenuhi spesifikasi dan punya sistem distribusi yang kuat. Demikian juga franchisor lokal seperti Indomaret dan Alfamart yang juga didukung oleh supplier dan sistem distribusi yang kuat.
Untuk itu, masing-masing franchisor harus mengetahui karakter produk dan jasanya supaya bisa menentukan strategi distribusi yang paling efektif dan efisien. Yang jelas jangan memaksakan melakukan ekspansi (meskipun ada calon franchisee yang bersedia) ke wilayah-wilayah yang belum bisa terjangkau oleh distribusi produk dan jasa franchisor.