Owner Operator

Franchise Owner Operator
Franchise business,Businessman hand choose wooden blog with franchise marketing icons store.

Pewaralaba (franchisor) harus mengambil keputusan, apakah ia akan mewaralabakan bisnisnya dengan pola investor pasif, atau sebaliknya, menggunakan pola owner operator.

Contoh klasik waralaba dengan pola investor pasif adalah Indomaret dan Alfamart. Demikian juga dengan waralaba manajemen hotel. Sedangkan yang menggunakan pola owner operator misalnya TX Travel, Apotek K-24, mom n jo, dan waralaba lain pada umumnya.

Owner operator tidak berarti harus setiap hari mengawasi bisnisnya. Tergantung konsep yang dikembangkan oleh pewaralaba, owner operator bisa berarti cukup mengawasi setiap bulan, setiap minggu, tapi memang bisa juga berarti harus terlibat setiap hari.

Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan terkait owner operator ini?

SDM

Salah satu alasan utama penerapan waralaba owner operator adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM). Bila pewaralaba merasa tidak yakin dengan kemampuan mencari calon pegawai terkait ekspansi bisnisnya, maka melimpahkan aspek pencarian SDM ini pada prinsipnya merupakan salah satu aspek konsep owner operator.

Melimpahkan tanggungjawab mencari pegawai kepada terwaralaba bukan tanpa resiko. Ketika terwaralaba mengalami kesulitan, dan pewaralaba tidak berhasil membantu mencarikan calon pegawai, bukan tak mungkin terwaralaba memilih mundur alias menutup gerai/bisnisnya. Kecenderungan ini akan menjadi makin kuat ketika nominal Rupiah dari arus kas atau laba bersih bisnisnya dipersepsikan tidak seimbang dengan rumitnya mencari pegawai dan mengawasi bisnisnya.

Shrinkage

Hal lain yang bisa menjadi pertimbangan bagi pewaralaba untuk memutuskan menggunakan pola owner operator adalah ketika ada resiko kehilangan barang (biasa disebut shrinkage) dengan nilai nominal cukup tinggi. Mengambil tanggungjawab operasional dengan pola investor pasif akan menempatkan pewaralaba dalam posisi sulit, bila bisnis yang diwaralabakan memiliki resiko kehilangan seperti ini.

Keberadaan terwaralaba di gerai diharapkan dapat meminimalkan resiko kehilangan ini. Tentu saja pewaralaba harus memberikan pelatihan dan tips yang memadai untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya kehilangan, sesuai dengan akumulasi pengalaman dan pengetahuan pewaralaba.

Kesederhanaan

Agar dapat berjalan dengan baik, operasional bisnis waralaba dengan pola owner operator perlu di-desain sesederhana mungkin. Tujuannya, agar standarisasi bisa lebih mudah dicapai dan intensitas supervisi tidak perlu terlalu tinggi. 

Bila menggunakan pola owner operator namun tidak memungkinkan untuk membuat operasional bisnisnya menjadi sederhana, maka terwaralaba akan membutuhkan pimpinan yang memiliki ketrampilan relatif lebih tinggi. Tak jarang akhirnya pimpinan ini adalah investornya, artinya keterlibatannya perlu setiap hari. Di sisi lain, kunjungan supervisi oleh terwaralaba dan pewaralaba juga harus lebih sering dilakukan.

Compliance

Melibatkan terwaralaba sebagai owner operator memiliki resiko rendahnya compliance, apabila pewaralaba salah pilih terwaralaba. Compliance ini terkait dengan tercapainya standar layanan, dan berjalannya Pedoman Operasional yang telah disusun oleh pewaralaba. Jadi dalam menyeleksi terwaralaba harus diupayakan investornya relatif high-complaint, alias tunduk pada sistem dan tidak memiliki tendensi suka ber-improvisasi.

Resiko lain terkait dengan compliance ini adalah, bila salah pilih terwaralaba, bukan tidak mungkin akan terjadi konflik dan kemudian terwaralaba melanggar perjanjian serta mengganti merek bisnisnya. Bila hal ini terjadi, dan pewaralaba hendak menerapkan law enforcement terkait komitmen non-kompetisi, maka pewaralaba harus menata aspek legalnya secermat mungkin.

Jadi, bila anda hendak menerapkan waralaba dengan pola owner operator, hal-hal tersebut di atas perlu mendapat perhatian anda. Semoga bermanfaat!

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant dari FT Consulting – Indonesia.

Website: www.consultft.com Email : utomo@consultft.com