

Jika Anda berniat ingin masuk ke bisnis franchise dengan membeli hak waralaba, Anda menjadi bagian dari banyak orang yang berpikiran sama. Mungkin, membeli hak waralaba jalan hidup Anda.
Memiliki sebuah usaha merupakan mimpi setiap orang. Tidak terkecuali, siapapun pasti menginginkan bisa menjadi wirausahawan atau pengusaha. Para karyawan misalnya, banyak yang sejatinya lebih suka menjadi wirausahawan jika mereka bisa memilih dibandingkan menjadi pekerja di perusahaan. Para pelajar atau mahasiswa memang sebagian dari mereka berorientasi untuk mencari pekerjaan lepas sekolah. Informasi yang terbatas dari sistem pendidikan yang ada membuat mereka baru menyadari orentasi mereka bisa salah ketika mereka sudah bekerja. Setidaknya, sebagian besar merasakan seperti itu bahwa menjadi wirausahawan sebagai keinginan, setidaknya paska pensiun.
Kalau Anda tidak percaya, tanyakan saja pada rekan Anda atau pada karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan. Jawaban yang terlontar kemungkinan besar agak seragam, bahwa mereka sedang memimpikan bisa usaha suatu saat.
Kendalanya memang, keinginan untuk mulai usaha itu masih tertahan oleh berbagai sebab. Bisa saja terkait alasan modal, atau alasan lokasi atau masih mencari pengalaman. Bisa juga terkendala oleh alasan khawatir rugi dan tidak bisa menutupi kehidupan keluarga. Tetapi seungguhnya, menjadi wirausaha adalah sebuah cita-cita dan dipercaya sebagai salah satu jalan untuk menuju kesejahteraan.
Sebagian yang lain justru sudah mulai menekuni usaha. Itulah sebabnya, saat ini banyaknya tumbuh usaha-usaha baru terutama di kelompok UKM karena pada akhirnya, orang ingin memperbaiki hidup mereka. Salah satunya dengan menjalankan bisnis. Di industry franchise dan Business Opportunity (BO), juga masih merasakan hal yang sama, dimana minat investor untuk membeli hak waralaba masih sangat tinggi.
Menurut pengamat franchise, Pietra Sarosa dari Sarosa Consulting Group, usaha di sektor riil bagi masyarakat Indonesia merupakan pilihan yang menarik karena pasar di Indonesia sangat besar. “Bagi masyarakat Indonesia, investasi sektor riil dengan cara membuka usaha masih sangat menarik, karena selain jumlah penduduk yang sangat besar dan konsumtif sebagai pasar yang potensial; alternatif investasi lain seperti investasi finansial (saham, reksa dana, valas, index, dsb) relatif masih belum membumi di Indonesia,” kata Pietra.
Diakui Pietra, peluang berinvestasi di bisnis franchise masih sangat bagus. “Asalkan pilih franchisor yang bertanggung jawab antara lain yang bersedia mengeluarkan investasi untuk membangun sistem franchise yang solid, termasuk sub-sistem support untuk franchisee-nya. Untuk franchisor yang cuma sekedar “jual gerobak” ya… tidak ada bedanya dengan buka usaha sendiri,” katanya.
Dijelaskan, semua sektor bisnis memberi berpeluang untuk berhasil asalkan peluang bisnis yang ditawarkan di sektor tertentu cocok (match) dengan personality dan capability si franchisee. Kalau tidak match meskipun dikatakan sektor itu selalu berpeluang, misalnya sector Food & Beverage, tetap saja si Franchisee tidak akan mampu mengolah peluang itu menjadi sebuah keberhasilan,” katanya.
Sementara itu, pengamat franchise Lanny Kwandy menjelaskan, peluang terbesar masih di sektor makanan, kemudian pendidikan dan otomotif. “Saya justru masih melihat tren yang masih cukup berkembang di sektor makanan F&B. Sementara dari pengalaman kami sendiri di konsultan yang berkembang selain makanan juga pendidikan dan sektor otomotif,” katanya.
Diakui Lanny, tahun ini pertumbuhan di beberapa sektor industry mengalami penurunan yang dipicu oleh situasi Pandemi dan juga daya beli masyarakat yang turun. Selain itu beberapa pengalaman franchisee yang gagal yang mempengaruhi calon franhisee.
Namun, peminat di bisnis franchise masih tetap bergairah. Hanya saja menurut Lanny, peminat hak waralaba lebih berhati-hati dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena, masyarakat saat ini sudah teredukasi baik oleh media maupun pemerintah.
Pengalaman berbagai franchisee yang gagal sedikit banyak membuat calon-calon franchisee lebih selectif memilih bisnis franchise dan BO. Meski begitu, karena bisnis memberikan peluang untuk sukses, banyak orang yang cenderung mengarah ke bisnis. Lagipula menurut Lanny, saat ini banyak orang yang dulunya bermain di saham beralih ke investasi di bisnis franchise karena dianggap lebih stabil.
Lanny juga mengingatkan, membeli hak waralaba atau BO sedikit banyak memiliki peluang kegagalan. Menurutnya, ada dua faktor yang bisa menentukan bisnis franchise berhasil atau gagal. Yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal sangat ditentukan oleh peran franchisor dan franchisee. Franchisee, menurut Lanny, membeli franchise karena mereka tidak mengerti bagaimana membangun bisnis, tetapi mereka ingin punya bisnis. Bisa dibayangkan, kalau franchisee sudah beli franchise dan franchisor tidak memberi dukungan, cuma kasih SOP paper saja atau franchisee disuruh mengurus sendiri, maka apa yang akan terjadi. Jika franchisee sebelumnya tidak punya pengalaman, maka bisnisnya akan terlantar. Karena mungkin saja franchisee dia tidak pernah dealing dengan kontraktor, dealing dengan mekanikal enjineringnya dan lain-lain.”Sebetulnya adalah franchisor mempunya tanggung jawab untuk membantu dan mendukung franchisee untuk BEP dan mendapat untung,” kata Lanny.
Pihak franchisee, lanjut Lanny juga harus mengerti bahwa franchisor harus dipahami punya niat bagus dengan, misalnya menyuruh membuat promosi dengan bank A, meskipun margin harus dipotong. Di sini, peran dua pihak ini menjadi penentu utama keberhasilan bisnis, yaitu saling eendukung dan saling percaya serta terbuka.
Sementara itu, faktor eksternal adalah competitor. Faktor kompetisi juga menurut Lanny harus dipertimbangkan. Kompetisis yang ketat, dan di kita biasanya pioner tidak dapat bersaing, yang baru itu lebih bagus, mereka mengkopi kita punya produk dan mengkopi kita punya sistem dan ditambah plus plus lagi. Apa yang menjadi kekurangan kita menjadi kelebihan mereka.
Perlu juga diingat, faktor diferensiasi atau keunggulan masing-masing bisnis franchise menjadi penentu keberhasilan bisnis itu dalam menarget konsumen end usernya. Kemudian, faktor merek juga menjadi penentu keberhasilan sebuah bisnis. Semakin kuat sebuah merek, mka daya tariknya bagi customer juga sangat kuat. Jika membeli bisnis yang memiliki merek yang kuat, biasanya konsumen yang justru mendtanginya dan mencarinya.
Pietra juga sepakat, mengenai faktor keberhasilan sangat tergantung pada dua pihak antara franchiseee dan franchisor menjalankan hak dan kewajibannya. “Jika masing-masing menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik, konsisten, dan didasarkan pada itikad baik yang saling menguntungkan, maka sistem franchise itu akan berhasil dengan baik,” kata Pietra.
Sebaliknya, jika salah satu atau masing-masing pihak mau enaknya sendiri, misalnya franchisor maunya cuma terima franchise fee dan tinggal ongkang-ongkang kaki, sementara si franchisee karena merasa sudah bayar fee, maunya terima beres saja dan harus untung, maka bisnis tidak bisa diharapkan memberikan hasil.
Zaziri