Memproteksi Keunggulan Bisnis

Banyak merek-merek bisnis di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk difranchisekan. Di sektor bisnis kuliner saja tidak terbilang banyaknya. Sebut saja nama-nama beken seperti Bakmki Gajah Mada atau yang dikenal Bakmi GM. Ada pula nama Hoka Hoka Bento yang begitu perkasa di bisnis Japanese food. Merek-merek semacam Solaria, Pagi Sore, Harvest, Abuba Steak, Hollycow, dan lain sebagainya juga memiliki potensi yang baik jika difranchisekan.

Belum lagi merek-merek lokal di daerah yang memiliki ciri khas dan banyak digemari. Mereka bisa saja dikembangkan dan menjadi merek nasional jika dikelola dengan baik, karena mereka memiliki keunggulan.

Namun sayangnya, beberapa merek yang memiliki keunggulan, termasuk merek yang disebutkan di atas enggan untuk masuk ke industri franchise. Beberapa merek akhirnya masuk ke industri franchise seperti Richeese Factory, Anomali Coffee, Upnormal dan sebagainya.

Banyak faktor dan pertimbangan yang membuat sebuah usaha belum mau difranchisekan walaupun sudah memenuhi persyaratan dan kriteria franchise. Di antaranya ialah takut resep bisnisnya diketahui orang lain. Kedua, takut bisnisnya tidak standar jika dikembangkan dengan franchise karena harus menyerahkan control bisnisnya kepada franchisee. dalam hal ini franchisee. Ketiga, memiliki kapital yang kuat sehingga tidak butuh melibatkan pihak lain.        

Alasan tersebut menurut saya lumrah saja. Namun perlu diketahui, banyak usaha-usaha franchise yang bisa mengglobal hinggga usia bisnisnya puluhan tahun, tapi tidak pernah resep bisnisnya ditiru oleh franchisee. Sebut saja Mc Donald, KFC, A&W, Dunkin Donuts, Pizza Hut, dan sebagainya. Tidak ada franchiseenya yang mampu meniru lalu menjadi pesaingnya. Andaikan ada, para franchise biasanya hanya membuat produk sejenis, tapi tidak mampu membuat kualitas yang sama dengan mantan franchisornya.

KFC misalnya, dia punya 11 bahan ramuan rahasia yang tidak diketahui orang lain sampai saat ini, resepnya masih di Amerika, di Yum! Brands. Kita tidak tahu isinya apa, paling banter kita bisa meneliti secara mendalam tepung bumbunya, tapi sulit sekali untuk membuat kualitas yang sama. Begitupula Coca Cola, dia punya componen bubuk putihnya yang tidak bisa diketahui orang lain. Padahal produknya sudah di seluruh dunia, tapi tidak ada tuh pemilik lisensinya yang bisa menirunya.

Selain itu, merek-merek franchise global yang disebutkan di atas justru adalah merek-merek yang terbaik dalam membuat standar bisnisnya. Mereka bisa menyeragamkan kualitas produk, layanan, dan operational bisnisnya di setiap negara. Bahkan bisa dibilang salah satu kunci sukses mereka adalah memiliki standar bisnis yang baik. Jadi alasan pemilik bisnis yang takut tidak standar jika difranchisekan justru tidak masuk akal, karena bisnis franchise menuntut standarisasi.

Alasan ketiga bisa dibilang yang mungkin masuk akal jika ia perusahaan besar yang punya capital kuat. Tapi harus diingat, bisnis franchise bisa menciptakan kemampuan memiliki jaringan berskala global jika dikembangkan dengan baik. Perusahaan besar sekalipun akan sulit mengembangkan jaringan bisnisnya dengan singkat jika tidak melibatkan tenaga pihak lain. Kuncinya saya kira pada visi pemilik perusahaan, jika dia hanya puas dengan pertumbuhan bisnis seadanya ya cukup dimiliki sendiri dan buka cabang saja, tapi jika ingin mengglobal tanpa kapital sendiri, franchise salah satu solusinya.

Terkait dengan proteksi bisnis, para pelaku bisnis yang tidak ingin resepnya dicuri orang lain, mereka harus melibatkan tenaga ahli, di bidang kuliner bisa melibatkan tenaga ahli pangan atau melibatkan anak-anak yang sekolah di teknologi pangan. Sehingga pemilik usaha bisa membuat resep basah menjadi resep kering yang standar yang memiliki kualitas rasa yang sama dengan resep basah. Resep tersebut bisa dibungkus dalam kemasan dan dikrim ke berbagai daerah. 

Apabila di bidang jasa, pemilik bisnis juga memiliki keunggulan di sektor teknologi ataupun sistem memainkan harga apabila di sektor ticketing. Di sektor barbershop pelaku bisnis yang sudah pengalaman pasti bisa memproteksi keunggulan teknik potong rambut dan jasa layanannya. Di ritel juga pemilik bisnis yang sudah memiliki pengalaman membuat asortimen dan hukum pareto yang tidak bisa dimiliki pemain lain.

Anang Sukandar

Chairman Asosiasi Franchise Indonesia