Mau Investasi? Ya Di Franchise Saja!

Emas dan tanah menjadi pilihan investasi yang aman. Tetapi, franchise menjadi pilihan investasi yang memberikan pendapatan terus menerus. Biar lebih save, butuh tips memilih franchise.
 
Franchise bisa dianggap sebagai salah satu investasi yang lebih aman dan memiliki keunggulan dibandingkan emas dan tanah.
 
Investasi di emas atau tanah hanya sekali saja memberikan pendapatan. Dan bisa jadi waktunya cukup lama.
 
Sementara di franchise, sekali investasi maka pendapatan bisa diraih secara terus menerus. Tentu saja franchise yang bisnisnya sudah teruji.
 
Perlu ditekankan, franchise secara ideal merupakan sebuah bisnis yang sudah teruji dan realtif menjanjikan keberhasilan yang sangat tinggi. Mengapa begitu? Di dalam bisnis franchise ada sebuah prasyarat yang memberikan rasa aman kepada calon investor, yaitu bahwa bisnis franchise sudah teruji. Dengan demikian, franchise menjadi pilihan investasi yang juga aman dan memberikan pendapatan kepada investornya untuk meraih revenue secara kontinyu.
 
Namun, yang namanya bisnis, di luar resiko yang diprediksi, bisa jadi ada hal-hal yang diluar perkirakan. Meski demikian, franchise adalah sebuah bisnis yang jauh lebuh kuat karena memiliki system yang baik.
 
Itulah mengapa sebabnya di Indonesia, perkembangan bisnis franchise, terutama dari sisi jumlah sangat lambat, terutama bisnis franchise local. Sebab, prasyarat sebagai bisnis yang teruji dan member peluang keberhasilan harus dipenuhi oleh franchisornya. Dan tentu saja, itu bukan pekerjaan mudah.
 
Data Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) menyebutkan, perkembangan bisnis franchise tidak pesat, sekitar 2-3%. Berbeda dengan Business Opportunity (BO), yang perkembangannya sangat pesat mencapai 8-10%. “Saya kira kalau franchise tidak begitu pesat perkembangannya yang lokal ya. Kecuali BO. Dia bisa mencapai 8% sampai 10% perkembangannya. Akan tetapi kalau franchise murni paling 2%-3%,” kata Anang.
 
Akan tetapi, investor sesungguhnya masih punya pilihan untuk investasi di BO. Meski bisnis ini belum setangguh franchise, tetapi jika cermat memilih, maka peluang untuk meraih pendapatan pun besar.
 
Umumnya, investasi di bisnis BO tidak sebesar di bisnis franchise. Kategori yang ada juga sangat banyak untuk dipilih bagi peminat investasi di bisnis.
 
Selektif
Bije Widjajanto dari BenWarg Consulting mengatakan bahwa para peminat bisnis franchise atau BO sekarang ini lebih selektif. Karena beberapa tahun belakangan, masyarakat sudah belajar, melihat dan merasakannya. Lagipula, saat ini sudah banyak buku dan media lain yang memberikan edukasi kepada peminat franchise dan BO dalam memilih bisnis.
 
“Jadi franchise masih akan sangat menarik, baik bagi calon franchisee maupun calon franchisor. Hanya saja, orang yang sudah pernah merasakan membeli franchise, pasti akan jauh lebih hati-hati,” kata Bije.
 
Beberapa pilihan yang menjadi pertimbangan bagi peminat hak waralaba dan BO diantaranya menurut Bije adalah, pertama dari konsep produk dan bisnisnya. Artinya, produk yang ditawarkan bisa diterima pasar. Dan Kedua, system yang dibangunnya, yaitu yang dikelola oleh organisasi dan system professional.
 
Menurut Bije, franchisor di Indonesia sangat lemah di bagian building corporation. “Dalam membuat inovasi produk, membuat konsep bisnis, dekorasi, sistem, atau strategi pemasaran, sangat luar biasa canggih. Saya acungkan dua jempol untuk para franchisor Indonesia terkait hal tersebut. Tapi kemampuan mereka di dalam membangun corporation sangat lemah,” katanya.
 
Dijelaskan, corporation itu memiliki tiga ‘kaki’. Pertama, organisasi. Yaitu, orang-orang yang profesional yang tepat dari sisi kompetensi dan posisinya. Kedua, sistem atau manajemennya. Terakhir finance. “Bagian ketiga ini yang masih harus banyak dibantu,” tambahnya.
 
Bije menambahkkan, bagaimanapun juga bisnis tetap berhadapan dengan resiko sekecil apapaun resikonya. Karena itu, saran Bije, franchisor perlu memperkuat secara terus menerus bisnis, produk dan sistemnya.
 
Dan menurut Bije, Franchisor yang tidak punya produk yang unggul dan marketable akan kalah bersaing di pasaran. Demikian juga Franchisor yang tidak punya tim manajemen yang kuat dan efisien akan makin ditinggalkan oleh Franchisee.
 
Selanjutnya, franchise ini merupakan real sector yang leveraging-nya terhadap suistainable growth sangat tinggi. Karena itu saya berharap, semua pihak, franchisor, franchisee, pemerintah, dan stakeholder lain seperti perbankan,  betul-betul melihat bahwa franchise ini sebagai sebuah sektor yang harus serius dipikirkan. Kita harus mengakui bahwa di dalamnya masih lemah, manajemen dan segala macamnya masih lemah, justru gerakan dari para pihak tadi yang akan membuat kuat. Kalau itu kuat, ekonominya juga akan kuat.
 
Rofian Akbar