

Dewasa ini semakin banyak pemilik usaha yang berniat memfranchisekan usahanya. Sah-sah saja memang niatan itu. Namun demikian sesungguhnya untuk bisa franchise sejatinya tidak sembarang. Harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu apakah usaha tersebut sudah layak franchise atau belum. Pengkajian ini sering disebut dengan istilah franchisebility.
Jika sebuah usaha ingin dikaji konsep franchisebilitynya maka pra syarat pertama adalah usaha tersebut harus memiliki konsep bisnis dulu seperti bentuk usahanya seperti apa, ukurannya berapa, gerai/outletnya seperti apa, lokasi yang cocok dimana, apa yang dijual, target marketnya siapa, pekerjanya berapa banyak, dan lain-lain. Jika prasyarat tersebut sudah dipenuhi baru kemudian bisa dikaji bisnis tersebut franchisable atau tidak.
Untuk menilai franchisable sebuah usaha bisa dikaji dari dua hal yakni finansial dan non finansial. Untuk finansial kajiannya adalah adalah usaha tersebut harus feasible. Artinya jika dijalankan harus bisa memberi keuntungan (profit).
Kemudian untuk non finansial kajiannya ada 4 hal. Kajian pertama adalah apakah usaha itu bisa distandarisasi. Sebuah usaha bisa distandarisasi jika usaha itu simpel dan tidak rumit. Semakin simpel dan tidak rumit sebuah akan semakin mudah suatu standarisasi diajarkan kepada franchisee. Sehingga makin terbula peluang sukses untuk difranchisekan. Contoh sederhananya franchise ayam goreng, burger atau pizza. Mereka itu bisa sukses franchise karena memiliki menu yang sederhana.
Kajian kedua adalah dilihat dari dari uniqueness atau differensiasi sebuah usaha. Konsep uniqueness disini tidak hanya sekadar beda, tetapi harus punya value added buat usaha tersebut dalam rangka mendorong penjualan produknya.
Kajian ketiga adalah kesederhanaan atau transferability. Bisnis tersebut harus mudah ditransfer ke franchisee untuk dijalankan secara sukses. Sebab, jika rumit, sulit pula proses transferability-nya. Kalau sudah begitu, maka tidak termasuk kategori yang bisa difranchisekan.
Kemudian, kajian non-financial yang keempat adalah mengenai market. Artinya, apakah bisnis tersebut diperkirakan banyak peminatnya atau tidak. Jika banyak, maka layak untuk difranchisekan. Jika tidak, maka tidak layak difranchisekan.
Paling tidak, dari empat kajian diatas, sebuah usaha minimal sudah 50% bisa difranchisekan. Tetapi, harus juga diingat bahwa sebelum memfranchisekan, pemilik usaha atau franchisor harus sudah bisa membayangkan langkah-langkah lanjutannya mulai dari cara promosi, supply bahan baku, training, konsep perjanjian hingga supporting dan kontrol terhadap franchisee.