Cara Menentukan Royalti Fee di Berbagai Skala Bisnis Franchise

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sistem franchise adalah royalti fee. Apakah bisnis franchise berskala besar, sedang atau kecil memerlukan perlakuan berbeda dalam menentukan royalti fee, serta tanggapan mengenai bisnis dengan bisnis model “booth” dalam kaitannya dengan pengenaan Royalti Fee yang minta dibebaskan.

Pernah juga kami dengar cerita dari teman-teman Franchisor yang mengeluh bahwa ada Franchisee-nya yang tidak mau membayar Royalti Fee. Alasan yang diajukan oleh Franchisee adalah bahwa bisnisnya belum untung, sehingga minta keringanan untuk tidak membayar Royalti Fee. Bagaimana sikap Franchisor selayaknya?

Sebenarnya apa sih Royalti Fee itu? Royalti Fee lebih kurang artinya adalah sebuah bentuk pembayaran yang digunakan untuk membayar sebuah pemakaian atas sebuah Hak Kepemilikan. Dalam franchising, hak kepemilikan tersebut adalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI atau Intelektual Property), dibayarkan oleh “penyewa HKI” (Franchisee) kepada “pemilik HKI” (Franchisor) selama penyewa masih DISETUJUI oleh pemilik HKI untuk memakai HKI tersebut.

Jadi, Royalti Fee yang dikenakan oleh Franchisor kepada Franchisee adalah dikarenakan “penyewaan” HKI milik Franchisor, yaitu Brand/ Merek dan Sistem Bisnis dari Franchisor, selama masa Perjanjian Franchise masih berlaku. Oleh sebab itu, Royalti Fee tidak ada hubungannya dengan Laba-Rugi sebuah bisnis.

Mau untung atau Rugi, selama masih memakai Brand/ Merek dan atau sistem milik Franchisor, Franchisee wajib membayar Royalti Fee. Bila Franchisee tidak mau membayar Royalti Fee, ya tidak usah memakai Merek dan atau sistem milik Franchisor. Sederhana.

Saat ini, baik pengusaha berskala besar maupun pengusaha dengan bisnis model berskala kecil, ingin memasarkan bisnisnya melalui sistem franchise. Kenapa? Karena franchising adalah sebuah tehnik pemasaran untuk merebut pangsa pasar secara lebih cepat dari cara pemasaran biasa, karena pengusaha tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya sendiri dalam membangun bisnis untuk mencapai pangsa pasar yang diidamkan.

Modalnya adalah organisasi yang mampu mengurus hubungan baik dengan para Franchisee (menjaga franchise relationship) dan memelihara, menjaga serta mengembangkan HKI yang sudah didaftarkan. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan biaya. Dari mana Franchisor menutup biaya-biaya tersebut?

Dari pengalaman dalam membantu para pebisnis memasarkan bisnisnya melalui sistem franchise, baik itu bisnis berskala besar maupun berskala kecil, menunjukan bahwa pendapatan utama dari Franchisor adalah dari Royalti Fee.

Tetapi, dengan memungut Royalti Fee dari satu Franchisee, sudah pasti belum dapat menutup biaya organisasi Franchisor. Dan sebaliknya, dengan adanya tambahan “pungutan” Royalti Fee dalam usaha yang diduplikasi tersebut (yang dijalankan oleh Franchisee), apakah bisnis masih menguntungkan? Atau dalam sistem franchise ada sebuah pertanyaan umum yang berbunyi: Setelah diduplikasi, apakah besarnya prosentase keuntungan bisnis masih menarik untuk dilirik Franchisee? Oleh sebab itu, Franchisor tidak bisa sembarangan menentukan besaran dari Royalti Fee.

Bagaimana dengan bisnis-bisnis berskala “booth” dan berskala kecil lainnya? Apakah perlu membayar Royalti Fee? Jawabnya adalah sama dengan di atas, bahwa selama Franchisee masih memakai HKI milik Franchisor, maka Franchisee wajib membayar Royalti Fee seperti yang telah disetujui bersama.

Apabila Franchisor tidak memungut Royalti Fee, umumnya Franchisor tidak dapat menghidupi organisasinya yang berfungsi untuk memelihara hubungan dengan para Franchisee-nya. Atau bila Franchisor tidak memungut Royalti Fee tetapi masih dapat menghidupi organisasi franchise-nya, maka tentu ada hal terselubung (tidak transparan) yang di “mark up”dari pembelian rutin Franchisee pada Franchisor-nya.

Bila tidak ada hal yang di “mark-up” dan tidak ada Royalti Fee yang dipungut, maka siap-siaplah Franchisor untuk merugi atau bersiap-siaplah Franchisee untuk tidak mendapat “support” dari Franchisor. Khusus bagi Franchisor yang hidup dari Franchise Fee saja, maka bila Franchisor berhenti merekrut Franchisee, maka mulailah Franchisor akan kesulitan.

Seperti telah diuraikan di atas, pemenuhan penutupan kebutuhan biaya organisasi Franchisor tidak dapat ditutup dari satu Franchisee saja. Berapa banyaknya Franchisee yang dibutuhkan? Jawabannya, untuk menghitung jumlah Franchisee akan sangat bergantung dari berapa besarnya rata-rata nilai rupiah dari Royalti Fee yang diterima oleh Franchisor dibandingkan dengan biaya organisasi.

Bila demikian, berapa rata-rata besarnya nilai rupiah dari Royalti Fee yang patut dikenakan kepada Franchisee? Sangat bergantung dari besaran nilai Sales dari Franchisee (Royalti Fee biasanya berupa prosentase terhadap nilai sales Franchisee). Itu juga sebabnya, makin besar skala bisnis atau sales dari bisnis yang di-franchise-kan, makin sedikit jumlah Fanchisee yang dibutuhkan, dan sebaliknya.

Jadi, berapa besar nilai sales dari Franchisee yang harus ditargetkan? Sangat bergantung dari beberapa hal, yaitu bisnis model yang di-franchise-kan, support dari Franchisor seperti cara pemasaran, teknis operasi dan tata cara administrasi.

Nah, untuk hal-hal support tersebut di atas adalah menyangkut keahlian atau mastery dari pengusaha yang bisnisnya dipasarkan secara franchise. Hal mastery inilah yang menjadi salah satu sumber kesuksesan bisnis yang dipasarkan secara franchise dan perlu ditransfer dalam bentuk pelatihan dan dokumen kerja.

Kembali kepada topik, apa hubungannya antara Royalti Fee dengan Mastery bisnis? Dengan mastery pada bisnis yang dijalankan, penentuan besaran dari Royalti Fee akan semakin mudah dan reliable, karena penentuan nilai Sales dari bisnis lebih akurat dan banyak biaya-biaya yang dapat ditekan. Atau dengan kata lainnya, bisnis dapat di “leverage”.

Jadi, bila calon Franchisor benar-benar sudah mastery di bisnisnya, bagaimana menentukan Royalti Fee yang ideal di bisnis yang dipasarkan secara franchising? Jawabnya adalah dihitung. Hitungan ini mempunyai hasil akhir dapat tetap menguntungkan Franchisee dan menguntungkan Franchisor (win-win), yaitu berupa nilai Royalti Fee, nilai Franchise Fee, target jumlah minimum Franchisee serta lama perjanjian franchise.

Semoga bermanfaat.

Royandi Junus

Konsultan dari IFBM