

Baru-baru ini kita mengenal istilah Fintech dalam dunia pembiayaan. Istilah ini memang muncul belakangan ini ketika dunia memasuki abad digital. Awalmulanya istilah Fintech ini dikenal sebagai pembiayaan online. Para jasa keungan online menawarkan dana aplikasi online dengan bunga yang cukup besar.
Munculnya Fintech di Indonesia bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan secara online, meningkatkan literasi keuangan, dan mewujudkan inklusi keuangan di indonesia.
Perusahaan Fintech di Indonesia yang sekarang didominasi oleh startup dengan potensi yang besar. Karena itu, Fintech berkembang cepat ke berbagai sektor seperti ke startup pembayaran (payment gateway), manajemen keuangan (wealth management), pembiayaan (crowdfunding), peminjaman (lending) dan lainnya.
Kepadaparanasabahnya,para jasa Fintech menawarpinjaman denganmelakukanregistrasi dantransakisecara online dengansejumlahsyarattertentu.BeberapaFintech menawarkankredit online dengan jaminan surat mobil, surat rumah dll.
Bunga yang dikenakanjasapemberipinjaman online ini tergolong besar. Sasarannya adalah kaum millennial atau masyarakat yang sudah melek teknologi digital atau online. Hal ini tentu saja harus melibatkan OJK jika sudah melibatkan dana masyarakat yang tergolong besar. Fintech yang benar harus sertifikasi OJK. Kalau tidak pakai sertifikat OJK itu bisa tergolong liar.
Yang menjadi perhatian, belakangan ini Fintech juga sudah memasuki dunia franchise di Indonesia. Mereka ada yang mendanai franchisee.Polanya, Fintech tersebut mencari calon franchisee yang mau mengambil usaha franchise. Misalnya calon franchisee tersebut ingin membeli merek franchise dengan investasi Rp 1 miliar, tapi dia hanyapunya Rp 500 juta. Nah sisanya itu nanti minjem kejasa Fintech.
Akan tetapi mereka juga punya perhitungan. Jadi Fintech ini semacam jasa pinjam seperti bank. Tapisekarang yang terjadi investor mengambil franchise tapi yang menjalani franchisornya. Nah itu yang tidak tepat. Harusnya franchisee tersebut yang mengelola sendiri usahanya.
Adapula pola Fintechse pertiini. Dia mau mengambil suatu usaha franchise dengan modal orang-orang yang bekongsi. Jadi dia juga mengumpulkan dana. Nantinya usaha franchise itu bisa dilihat kinerjanya sama-sama keuntungan dan kerugiannya. Hal-hal seperti ini juga bisa dibilang trend baru yang belum bisa dibilang berhasil.
Akan tetapi pola Fintech demikian sepertinya tidak berjalan baik. Jasa Fintechnya harusnya bisa mencari calon franchisor yang benar-benar bagus. Untuk itu mereka harus punya tim yang mengelola usaha franchise. Tim pengelola tersebut nantinya mendapat bagian dari hasil usaha franchise itu. Jadi jangan kemudian diserahkan kepada franchisor yang mengelolanya.
Kedua, jasa Fintech yang mengumpulkan dana patungan harus transparan dengan para investornya sehingga ada keterbukaan dan kepercayaan.
Ketiga, jasa Fintech yang mengelola franchise harus memiliki ilmu pengetahuan franchise. Jangan sampai yang dia beli itu usaha usaha BO yang belum memiliki track record bisnis yang baik.
Selain Fintech, yang sedang trend saat ini juga adanya influencer, yaitu gaya marketing yang menggunakan jasa selebritis atau tokoh terkenal untuk menggenjot follower-nya di media sosial. Mereka punya Video Blogger untuk memasarkan jasa dan produk.
Anang Sukandar
Chairman Asosiasi Franchise Indonesia