

Berbekal belajar secara otodidak melalui literature dan internet, pria yang satu ini sukses membesarkan Crispyku menjadi bisnis fried chicken terbesar di industri franchise. Bagaimana kisahnya?
Ide bisnis bisa datang dari mana saja. Begitu datang maka pungutlah sebelum hilang dan tenggelam kelupaan. Seperti pria yang satu ini. Ia memulai bisnis dari ide yang datang begitu saja ketika melihat tukang nasi uduk di wilayah Bekasi.
“Ada tukang nasi uduk yang ramai sekali di suatu ruko di Boulevard Harapan Indah, Bekasi. Nah dari situ saya berpikir kenapa saya hanya jadi penonton dan penikmat saja kenapa saya tidak ikut usaha di bidang ayam saja, dan pada saat itu jujur belum berpikir ke fried chicken Amerika tapi ayam goreng lokal saja,” kenang Alexander Theo.
Siapa sangka, idenya bisa melahirkan Crispyku yang didirikannya pada 2009. Saat ini, Crispyku dikenal sebagai salah satu merek franchise jaringan terbesar dengan jumlah 750 outlet yang tersebar di Jabodetabek dan beberapa kota di indonesia seperti Pontianak, Singkawang, Kediri, Pekalongan, Jogja, Sidoarjo, Bali, Tenggarong, Medan, dan daerah lainnya.
Crispyku mampu menarik jumlah pelanggan per bulannya bekisar 300 sampai 400 orang. “Dikarenakakan ada mitra yang buka dan ada juga yang belum operasional karena suatu hal misalkan tidak ada karyawan,dll, harga produk yang ditawarkan dari Rp 10 ribu sampai Rp 20 rbu per porsinya,” jelas pria yang akrab disapa Alex ini.
Menurut Alex, kinerja bisnis Crispyku saat ini bisa terbilang cukup bagus, karena sudah memiliki gudang dan kantor sendiri di komplek pergudangan. “Dalam 10 tahun ini kita terus berkembang dan terus mencapai target untuk menjadi no 1 di bidangnya sesuai dengan visi dan misi kita,” tegasnya.
Rencana mendatang, Alex akan terus melakukan ekspansi dan merebut pangsa pasar di bidang fried chicken dan burger. “Kami juga mau mencoba masuk ke produk kopi dan baru ada 9 variasi menu yang digabung dengan paket CBD di mana mitra bisa jualan burger dan minuman kopi dan bubble,” ujarnya.
“Kedepannya semoga ada bisnis baru yang kami akan jalankan serta melakukan invoasi produk agar lebih bervariasi,” tambah pria yang hobi berenang, sepedaan dan memelihara ikan KOI ini.
Belajar Otodidak
Tidak mudah membangun jaringan bisnis yang besar, apalagi bila yang dimasuki bisnis yang persaingannya super ketat seperti ayam. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan bahkan pengalaman dan skill mumpuni.
Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku bagi Alex. Pengetahuan dan ketrampilan bisnisnya didapat secara otodidak, belajar sendiri dari pengalaman orang lain dan litelatur dan internet. Namu ia juga sering melakukan experimen sebelum memulai usaha untuk menemukan resep yang pas untuk di nikmati oleh masyarakat indonesia sesuai dengan selera masayarakat indonesia.
Menariknya lagi, Alex juga tidak memulai bisnis dengan modal yang besar. Modal awal usahanya ini adalah modal mental kalo. Jadi lebih persiapkan mental dan semangat atau spirit yah kalo menurut saya dan pantang menyerah modalnya. Walaupun kita banyak uang tapi kalo mental pengusaha tidak kebentuk akan berhenti di tengah jalan,” bebernya.
Meski demikian, ia tidak gegabah sebelum mendirikan bisnisnya. Alex harus melakukan analisa usaha sebelum betul yakin. Analisa awal pertama, menguji product dahulu. “Apakah product kita sudah bagus dari segi rasa, packaging, penampilan booth atau outlet, peralatan pendukung memasak atau cooking.” katanya.
Di samping itu, kata Alax, produk papper bag, papper box, product sambalnya apakah sudah cocok dengan kuliner atau produk yang dia sajikan. “Banyak yang harus dipikiran tapi itu berjalan mengalir saja. Termasuk melakukan perhitungan biaya produksi pasti bisa di lakukan semua orang mereka pasti bisa menghitung modal atau HPP produknya, sales dan keuntungan yang di harapkan,” bebernya.
“Pasti bisa di hitung di awal usaha dengan melihat kondisi daya beli masyarakat, nilai wajar penjualan, cek ke kompettitor apakah kita jual kemahalan atau kemurahan bisa di perhitungkan semuanya sesuai kemampuan kita. Lalu berapa profit wajar yang mau kita ambil sebagai modal kerja kita dan cashflow kita. Hal ini tidak begitu sulit bagi saya karena posisi saya seorang manager di suatu perusahaan swasta dan di bidang finance dan akutansi pada masa itu dahulu,” tambahnya.
Di awal usaha, peralatan yang digunakan Alex relatif sederhana. Ia menggunakan wajan sebagai alat masak juga umum di pakai dalam bisnis kuliner seperti baskom, kompor tungku, capitan, saringan, dll. “Di awal usaha juga mitra saya wajibkan untuk membeli freezer untuk menyimpan ayamnya karena kita yakin aja kalo kita pasti berhasil pada saat buka outlet, karena kan ayam harus masuk freezer yah, cara bumbuin juga dulu secara manual di kocok pakai plastik dan tangan,” ceritanya.
Tapi seiring berjalanya waktu dan sudah ada modal yang cukup, Alex membeli peralatan yang lebih modern. “Kompornya kita ganti ke deepfry steinless, lalu cara mengaduk bumbunya juga kita rubah ke mesin pengaduk bumbu, kita bikin custom dari bahan stainless dan pakai dinamo besar. Jadi tidak manual lagi, cara bumbuin ayamnya juga sama kita bikin secara custom mesinnya,” jelasnya.
Selanjutnya, Alex memasarkan usahanya melalui media cetak dan internet seperti Majalah Franchise. “Di sana banyak yang mau menjadi anggota Crispyku dan masuk juga ke iklan di indonetwork nah dari sana juga banyak member baru yang masuk kita jalan terus aja,” jelasnya.
Proses Belajar dari Customer


Kendati demikian, bukan berarti usahanya selalu berjalan mulus. Selama proses adaptasi pada saat permulaan bisnis, kata dia, pasti berjalan tidak sesuai rencana dan banyak komplain, banyak salah. “Tapi dari situ kita belajar terus oh begini harus oh harus rubah kaya gini dll. Karena terus terang aja di awal usaha itu komplen itu perlu dari customer atapun supplier karena kita masih dalam tahap proses membangun bisnis dan proses belajar,” jelasnya.
“Salah satu masalah misalnya loh kok ayamnya bau nah itu kita tangani cara caranya. Dahulu masih bingung kenapa bisa begini tapi sekarang kita sudah paham, misalkan juga loh ini kok tepungnya dikutuin kenapa yah nah. Kita masih bingung cari beberapa aspek karena apa cari beberapa sumber pengetahuan tanya sana sini,” katanya.
Namun ia sekarang sudah mengerti kalau ada komplen seperti itu treatment-nya seperti apa dan cara pencegahannya biar tidak terjadi seperti itu bagaimana. “Itu semua prose belajar dan bagus jadi awal usaha harus ada komplen biar kita belajar kalo tidak ada komplen malah bahaya berarti usahanya gak jalan. Kalau dulu ada komplen pusing, kalo sekarang ada komplen admin kita sudah dididik menangani komplen, komplen sudah tidak ke saya lagi,” sambungnya.
Untuk membesarkan bisnisnya, Alex kini lebih fokus kepada media elektronik seperti media sosial, internet, website, dan fast respon. “Jadi tidak pakai marketing yang menghasut atau memfollow up mitra agar mau bergabung kepada kita, akan tetapi di bisnis ini mitra dengan niat tulus ikhlas ingin bergabung bersama kami nah ini yang kita suka dengan bisnis ini,” ungkapnya.
Salah satunya faktor penghambat bisnis ini menurut Alex adalah SDM yang kurang mumpuni. “Jadi kita harus bimbing dan bimbing terus karyawan kita. Dan satu lagi adalah menghadapi mitra yang nakal dalam arti melakukan penyimpangan dalam bahan bakunya. Karena itu kita selalu melakukan kontrol terhadap outlet mitra,” tuturnya.
Adapun faktor pendukung bisnisnya ialah para supplier yang sangat berperan aktif dalam semua lini bisnisnya. “Kita harus membangun relasi dengan supplier dan customer untuk administrasi kami menggunakan sistem komputerisasi dan program sistem accounting, penjualan dan pemasaran kami perkuat di digital marketingnya agar semua masyarakat indonesia lebih mengenal Crispyku,” katanya.
Alex juga membangun sistem produksi dan penyimpanan yang menggunakan peralatan berbahan stainless dan sudah modern serta penyimpanan ayam menggunakan freezer berkapasitas besar.
Alex terus melakukan modifikasi untuk mengembangkan usahanya, dari yang kecil sampai yang besar. “Karena makanan kan berubah teknologinya maka kita ikutin terus perkembangannya kita bikin chicken fillet, barbeque, keju, ayam geprek sambal cobek, trus kita merambah ke kopi juga lalu banyak deh modifikasinya,” katanya.
“Percayalah dengan diri sendiri dan apa yang sudah kamu lakukan tekuni dan berdoa dan jalan terus. Dalam bisnis ada filosofi seperti ini : Hati Boleh Panas, Kepala Dingin, Kaki Seribu, Kuping Gajah. Artinya kalo terima komplain harus di hadapi dengan kepala dingin tidak boleh emosi walaupun hati panas, nah kaki harus seribu artinya jalan terus ada rintangan jalan terus perbaiki dan jalan lagi, kuping gajah artinya mau menerima masukan dari semua orang,” tutupnya memberi tips kepada calon pengusaha. (ZR)