Begini Cara Mengenali Waralaba F&B yang Prospektif

Calon franchisee sekarang lebih selektif memilih franchisor yang benar-benar unggul dan sudah lebih kritis dalam menilai franchisor yang sekedar latah atau musiman saja. Demikian juga dengan konsumennya. Pertama kali ada sesuatu yang terlihat unik pasti akan dicoba. Tetapi jika setelah dicoba rasanya tidak memuaskan, tentu tidak akan kembali lagi.
 
Ini menunjukkan ke depan, industry waralaba di bisnis F&B akan dikuasai oleh bisnis-bisnis yang memiliki prospek yang sangat bagus. Lalu apa kriteria bisnis franchise F&B yang prospektif itu? “Mereka yang prospektif adalah mereka yang konsisten membangun merek, membangun sistem (termasuk dengan tim solid), dan konsisten melakukan inovasi produknya sendiri,” kata Pietra Sarosa dari Sarosa Consulting.
 
Susanto Sukarto dari  SS Restaurant Training & Management Consultant menjelaskan,  bisnis-bsnis waralaba F&B yang prospektif adalah bisnis yang sepanjang pengelolaannya benar dan berdasarkan system dan procedur. Juga mereka yang memiliki kreatifitas dan kejelian membaca pasar.
 
“Saya pikir sangat prospektif sepanjang pengelolaannya benar dan berdasarkan system dan procedur,  bukan asal-asalan. Sedangkan dari sisi peminat produk, tergantung pada kreativitas dan kejelian pemilik restoran dalam membaca pangsa pasar,” kata Susanto.
 
Sementara itu menurut pengamat yang juga sekaligus praktisi bisnis kuliner, Bedi Zubaedi, bisnis franchise F&B yang prospektif adalah yang yang bisa menjaga disiplin, quality, service, clearness. “Itu sudah dasar sekali bagi sebuah bisnis F&B,” katanya.
 
Tidak hanya itu, dia menambahkan, bisnis yang prospektif juga yang bisa membidik segmen pasar yang tepat. Lalu value atau produk yang ditawarkan atau jual mesti sama, memiliki tingkat kebersihan dan layanan yang baik. Tentu saja, pemilik usaha harus memiliki strategi marketing yang baik. Selanjutnya, franchisor juga punya system control secara berkelanjutan.
 
“Mesti ada kontrol berkesinambungan. Standardisasi harus terjaga. Karena outlet kita makin banyak dan wilayahnya makin jauh, perlu ada teknologi. Apalagi saat ini era otonomi daerah, sehingga masing-masing daerah memiliki peraturan yang berbeda. Itu bisa mempengaruhi harga jual produk kita di sebuah daerah,” katanya.
 
Branding juga menjadi salah satu yang harus dibangun oleh pemilik usaha franchise. Sehingga usaha itu memiliki system yang baik dan brand yang kuat.
 
Karena itu, meski bisnis F&B memiliki pasar yang besar, tidak semua pelaku usaha franchise memiliki peluang yang sama. Prasyaratnya untuk menjuadi bisnis waralaba yang prospektif adalah yang mampu menjaga konsistensi produk, system dan brand.
 
Konsep franchisieng yang baik, lanjut Pietra  memungkinkan setiap outlet (outlet Franchisee maupun company –owned outlet) untuk tumbuh dan berkembang dengan tingkat profitabilitas setara dengan ‘pusat’ nya sehingga jaringan waralaba itu akan langgeng karena ditopang banyak ‘kaki-kaki’ yang kuat.
 
Susanto juga mengakui, pentingnya system, procedure dan SDM yang memadai sebagai prasyarat bisnis waralaba itu tetap prospektif. Namun dibutuhkan juga kesungguhan dari franchisor bahwa bisnisnya itu merupakan pendapatan utama, sehingga ada totalitas dalam mengembangkan bisnisnya tetap prospektif.
 
Diakui, tidak mudah mengembangkan bisnis prospektif. Salah satunya adalah permodalan. Kecuali jika sudah berhasil membuka cabang, franchisor bisa mengurangi biasa corporasi. Selain ityu, tantangannya adalah dalam mengelola SDM. Akan tetapi, jika didukung dengan permodalan dan kesungguhan menjalankan usaha ini, maka sebenarnya tidak sulit.
 
Sedangkan menurut Pietra, tantanga terberat adalah menjaga konsistensi produk, sistem, dan brand.  “Karena selain tahapannya banyak, market pun selalu berubah, juga perlu dana yang besar,” katanya.
 
Manfaatkan peluang Daerah
Punya produk yang baik, system yang baik, serta SDM yang baik tidak berarti tantangan untuk melakukan penetrasi menjadi mudah. Bisnis-bisnis waralaba prospektif menurut pengamat bisnis franchise dan juga praktisi kuliner, Bedi Zubaedi harus mengatur strategi cara masuk ke pasar.
 
Bisnis, kata Bedi, adalah bagaimana kita melihat dan memanfaatkan peluang. “Mau tetap di kota besar seperti Jakarta pun tidak masalah, yang penting harus bisa melihat peluang. Mau masuk ke daerah pun harus melihat peluangnya,” katanya.
 
Dia menjelaskan, makin lama pebisnis akan makin bergeser ke daerah. “Kalau pun bermain di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, kotanya memang sudah padat, akhirnya bermainnya di pinggir-pinggir. Misalnya sekarang di kota-kota besar di luar Pulau Jawa seperti Pontianak, Banjarmasin, dan sebagainya, saya rasa 3 sampai 4 tahun akan penuh kotanya. Dan akhirnya akan bergerak ke pinggir-pinggir,” katanya.
 
Dia mengakui, peluang bermain di kota besar tetap masih ada. Jenis makanan dan minuman apapun tetap memiliki peluang. “Hanya saja persoalannya, bukan peluang yang menangkap kita, tapi kita yang menangkap peluang. Karena itu kita harus jeli,” katanya.
 
Menurutnya, kalau tetap mau bermain di daerah yang sudah padat, perlu mempersiapkan strategi yang matang. Semua jenis F&B baik itu makanan tradisional, eropa, Chinese, dan dari negara lain, semua punya peluang. Tinggal strateginya harus betul-betul disiapkan. “Salah satu bagian dari strategi itu melihat target market. Misalnya mau buka makanan Rusia tapi di Cileduk (pinggiran Jakarta), tentu agak sulit,” katanya.
 
Ditambahkan, restoran atau jenis makanan memang ada yang memiliki peluang lebih besar. Dan ada pula yang peluangnya kecil. Jadi pada saat kita menentukan akan menjual makanan, kita itu berpikir idealis atau bisnis. Kalau mau bisnis misalnya nasi padang, sekarang itu banyak sekali yang menjual nasi padang. Istilahnya tidak perlu edukasi lagi, marketnya sudah bisa menerima.
 
Atau mau idealis seperti menjual nasi lemak, nasi krawu dan sebagainya. Tentu dia perlu strategi khusus yang berbeda dari restoran padang.
 
Sementara itu, menyinggung tentang pasar, Bedi menjelaskan, market selalu berubah. Sekarang, misalnya trend makanan tradisional sedang naik daun. Sehingga, pemain harus bisa mengikuti tren konsumen.
 
Ditambahkan, pelaku usaha juga harus bisa mengenali pergerakan pesaingnya. “Jadi harus mengevaluasi kondisi, jangan merasa jagoan. Lihat kompetitor, lihat market, dan sebagainya. Mesti bisa ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) dan ATP (Amati, Tiru, Plek/sama persis),” katanya.

Rofian Akbar