Tanpa Standarisasi, Mustahil Bisa Go Franchise

Tanpa Standarisasi, Mustahil Bisa Go Franchise

Salah satu prasyarat sebuah bisnis difranchisekan adalah standardisasi, tanpa itu mustahil sebuah bisnis bisa difranchisekan. Apa saja yang harus standar dalam bisnis franchise?  

Dalam bisnis franchise, salah satu syarat mutlak yang tidak bisa diganggu gugat adalah standardisasi bisnis. Tanpa memiliki standar yang baku, mustahil sebuah bisnis bisa difranchisekan. Sebab, bisnis yang belum bisa standar harus masuk dalam katagori lain, jika ia ingin menawarkan peluang bisnisnya, semacam business opportunity atau peluang bisnis lainnya.

Namun tidak untuk bisnis franchise. Karena, bisnis franchise berbeda dengan peluang bisnis lainnya yang tidak menuntut standar ketat. Dalam franchise, bisnis yang dijual kepada franchisee adalah sebuah unit usaha utuh, bukan sebagian unit saja.

Jadi semua unit bisnis seperti merek, produk, sistem bisnis, pelayanan, konsep bisnis, konsep marketing dan promo, SDM, desain interior gerai, hingga warna dan sebagainya harus seragam dan utuh ketika ditawarkan kepada franchisee. Dan di dalam proses dan operating sistemnya sudah termasuk unsur effisiensi & effektivitas.

Dengan demikian, sang franchisee dapat menjalani bisnis dengan mudah dan tidak penuh resiko ketika di tengah perjalanan bisnis. Maka itu, peluang bisnis franchise cenderung lebih mahal dibanding peluang bisnis biasa. Sebab, proses menuju standardisasi memang tidak lah mudah. Untuk bisa distandardisasikan, sebuah bisnis harus melalui proses yang panjang, tidak bisa dalam hitungan satu atau dua tahun.

Pasalnya, membuat standardisasi harus ada prototype dan tidak bisa dilakukan hanya pada satu gerai bisnis saja, akan tetapi harus dilakukan kepada minimal 3 gerai bisnis yang berlokasi di daerah yang berbeda. Sehingga bisa dilihat, apakah pasar di suatu daerah bisa menerima standar bisnis yang diterapkan oleh franchisor.

Jangan sampai hanya salah satu daerah saja yang menerima standar produk dan pelayanan bisnis yang diberikan, sedangkan daerah yang lain tidak. Itu namanya gagal difranchisekan. Terutama yang lebih penting adalah adanya prototype atau gerai yang sudah terbukti sukses.

Lantas dari mana mengukur sebuah bisnis sudah lulus standardisasi? Ketika semua wilayah pada suatu daerah menerima standar bisnis yang ditetapkan calon franchisor. Misal, di semua negara orang suka dengan McD, walaupun standar rasa burgernya sama, pelayanannya sama, konsep bisnisnya sama, warna desain interiornya sama, dan mereknya juga sama. Apa jadinya jika McD atau KFC merubah logo dan warna desainnya? Apa jadinya jika customer datang ke Pizza Hut mengambil pizza sendiri dengan harga yang relatif murah?

Okelah jika menyangkut merek, produk, desain interior, serta warna, yang mutlak harus sama. Lalu bagaimana dengan corak desain, misalnya menyerupai karakteristik suatu daerah, apakah tidak mesti standar? Jawabnya harus, mana ada McD ketika masuk ke Bali harus menyesuaikan desain interiornya bercorak gaya Bali. Es Teler 77 tetap memiliki ciri khasnya ketika ekspansi ke daerah. Standardisasi juga bisa menjaga ciri khas sebuah usaha, dan memaksa market setempat menyukai kekhasannya, seperti dilakukan McD atau KFC.

Lalu bagaimana dengan McD yang membuat inovasi nasi dan ayam goreng, serta KFC yang membuka kafe. Bukankah di negara asalnya tidak ada? Oh, kalau yang demikian bukan berarti tidak standar. Namun, tambahan dan inovasi dari franchisee yang sudah disetujui franchisor. Kekhasan KFC tetap sang kolonel dan produk ayam gorengnya dengan 11 bumbu rahasia tetap ada. Begitupun McD, merek ini tetap menjaga kekhasannya dengan produk spektakulernya Big Mac dan iconnya Ronald Mc Donald yang selalu duduk di depan toko McD, lambang M McD pun tetap mengundang daya tarik customer.

Dan perlu diingat, standardisasi bukan hanya bertujuan menyeragamkan semua aspek bisnis, sehingga menjadi baku dan teratur. Akan tetapi, tujuan diadakan standardisasi adalah untuk efisiensi dan effektivitas. Bayangkan saja, berapa lama membuat Dunkin Donuts jika tidak ada ukurannya? Berapa lama proses penggorengan ayam di KFC jika tidak ada ukuran masaknya dsb?

Anang Sukandar

Chairman Asosiasi Franchise Indonesia