

Judul ini sengaja dipilih saat memasuki bulan Ramadhan. Saya dapat memahami bagaimana para franchisor, business owner maupun franchisee begitu sibuk membuat estimasi penjualan atau target output yang digunakan sebagai tolok ukur untuk membuat rencana produksi, rencana pembelian, ataupun rencana promosi dan marketing di bulan “masa panen” ini. Bahkan kegiatan operasional sehari haripun biasanya akan meningkat dua kali lipat di bulan Ramadhan ini, terutama untuk consumer products maupun kebutuhan sandang.
Pertanyaannya adalah bagaimana menyederhanakannya, membuatnya simple, tidak rumit dan tidak membuat energi kita menjadi terkuras sehingga yang ada adalah kelelahan yang menimpa baik fisik maupun mental. Walaupun kita gembira dengan omzet penjualan kita di bulan ini yang lebih besar dari biasanya, tetapi apakah kita terlihat bahagia dan lebih rilex di bulan ini? Jawaban dari sebagian besar peserta survey yang pernah saya adakan adalah TIDAK.
Kita sebagai business owner, pemilik franchise lebih cemas terharap kegiatan operasional yang rumit dan padat di bulan ini, kita takut ada customer yang komplain karena overload pekerjaan membuat karyawan menjadi tidak menjaga mutu hasil kerjanya dll. Bagaimana sebagai business owner kita bisa mengelola bisnis kita lebih cerdas, lebih Smart..?
Tentu kita masih ingat dengan kata pamungkas yang dulu sering diucapkan dengan penuh ketenangan oleh Alm. Gus Dur; “Kog gitu aja repot-repot….”. Kata-kata itu begitu menohok kita yang merasa sok sibuk dalam melihat masalah yang kompleks. Ucapan itu juga merupakan cerminan kepercayaan diri yang tinggi bahwa “everything is under control”. Bahwa kerumitan sering terjadi akibat ketidak mampuan menyederhanakan masalah dan memilah : mana yang penting, mana yg urgent, mana yang tidak urgent, mana yang tidak penting dari setumpukan masalah yang hadir seketika di kepala kita.
Dalam ilmu manajemen sering di sebut Skala Prioritas. Kemampuan menentukan skala prioritas sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam organisasi, baik dari business owner hingga turun ke level kepala department dan staffnya. Bayangkan jika seorang marketing staf yang diberi tugas secara parallel dan semuanya diberi label “penting dan urgent”, tentunya dibutuhkan kemampuan dari dirinya untuk memilah mana yang harus didahulukan, mana yang bisa dikerjakan sesudahnya.
Memang tidak mudah memilah empat hal diatas, tetapi jika kita belajar dengan membiasakan diri, akan terasa mudah melakukan pemilahan tsb sehingga masalah menjadi terlihat lebih sederhana dan menjadi sangat runtut.
Hal ini diaminin juga oleh business owner franhice lokal ayam goreng yang sedang naik daun pada saat pertemuan business luncheon beberapa waktu lalu. Bagaimana di saat pertama mengawali bisnis dan hingga berkembang dengan pesat seperti sekarang, dibutuhkan pengelolaan kehidupan kerja yang smart, yang bisa memberdayakan orang lain, yang bisa memberikan trust kepada team yang membantunya, serta juga memegang kendali control dalam batas batas kritisnya saja, istilah manajemennya : parameter dashboardnya saja.
Di luar itu mereka harus mengambil resiko untuk berkonsentrasi pada pengembangan bisnis, menyediakan waktu untuk membina relasi dengan customer dan juga menjaga kualitas hubungan dengan keluarga. Waktu saya bertemu, saya lihat ketenangan wajahnya, mukanya yang optimis, santai dan penuh percaya diri, masih bisa menyempatkan diri berenang dan main golf, dan merancang liburan bersama keluarga. Sungguh itu impian setiap orang yang bergerak di dalam bisnis sebagai seorang enterpreneur.
Dalam satu seminar Change Management beberapa waktu lalu, ada peserta yang menyatakan pengalamannya bahwa di saat semuanya terasa sulit, justru kita jadi suka menunda waktu kita, sehingga akhirnya masalahnya menjadi berlarut-larut dan menjadi bumerang bagi dia sendiri. Memang dalam setiap organisasi, kita dapat mengenali juga beberapa karyawan memiliki karakter suka menunda pekerjaan. Orang tersebut biasanya di saat menemui masalah dalam pekerjaannya selalu berharap di bawah sadarnya jika dia bangun keesokan harinya, masalahnya akan terpecahkan dengan sendirinya.
Tentu saja orang tipe pemimpi ini akan selalu gagal jika diberikan pekerjaan yang memiliki waktu project yang terbatas. Perlu ada kesadaran dari dirinya bahwa pekerjaan tidak akan selesai jika tidak dikerjakan.
Memang pendekatan “stop for a while” ini memiliki dua hasil yang berbeda, tergantung dari cara kita bertindak sesudahnya. Ada yang memang membuahkan hasil positif, dengan dapat melihat masalah lebih jelas, karena keesokan harinya pikirannya lebih jernih, dan ide baru muncul dari bawah sadarnya, sehingga langsung bergerak membuat action segera di saat terlihat ada titik terang tsb. Ada juga yang melihat masalah sebagai beban, sehingga dengan sengaja mereka menghindari dan menundanya dari jam ke jam, dari hari ke hari dst. Akibatnya bisa saja masalah nya jadi semakin besar.
Dari penjelasan diatas, kita ambil beberapa tips yang dapat kita lakukan dalam menyederhanakan kehidupan kerja kita, sbb :
- Mengetahui dengan jelas apa yang sedang kita upayakan
Terkadang dengan visualisasi ( alat bantu gambar, mindmap atau model) akan memudahkan kita untuk melihat gambaran yang lebih jelas.
- Selalu ada rangkaian kejadian. Dengan mengetahui rangkaian
kejadian, anda akan mampu memilah, menentukan skala prioritas. Sudah pasti, tanpa rangkaian kejadian tidak ada masalah yang dapat diselesaikan.
- Jika sudah menentukan apa yang menjadi fokus kita, maka dibutuhkan pengelolaan dalam hal monitoring hal-hal yang besar secara teratur dan konsisten, termasuk juga dalam mengelola resiko yang dapat saja terjadi.
- Berikan kepercayaan kepada team dibawahnya, dan jika terjadi kesalahan anggaplah sebagai bagian dari proses pembelajaran.
- Sediakan waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Semoga anda tetap berbahagia di tengah kesibukan pekerjaan anda. Amin.