

- Pengertian Franchise
Istilah Waralaba atau franchise (dalam Bahasa Inggris) sudah sangat akrab di telinga masyrakat Indoensia. Waralaba atau franchisesecara Bahasa memiliki arti hak atau kebebasan, atau klaim. Juga memiliki arti sebagai lisensi.
Secara istilah atau epistemologis, Franchise atau waralaba memiliki pengertian sebagai hak jual suatu produk atau jasa.
Para pakar memberikan pengerian tentang franchise atau waralaba secara beragam. David J. Kaufmann, seorang lawyer yang berpraktek di New York yang banyak mewakili para franchisor di berbagai negara dan juga yang mennulis tentang hukum franchise memberikan pengertian sebagai sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh suatu institusi bisnis kecil yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, kemudian memperoleh hak terhadap akses pasar yang dijalankan dengan standar operasi yang mapan di dalam pengawasan dan asistensi franchisor.
Campbell Black, Penulis buku “Black’s Law Dict” memberikan pengertian sebagai sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau servis atas nama merek tersebut.
Amerika melalui International Franchise Association (IFA) memberikan pengertian sebagaihubungan kontraktual antara franchisor dan franchisee yang menawarkan waralaba, yang berkewajiban untuk menjaga kepentingan bisnis franchisee secara berkelanjutan melalui misalnya, pelatihan, di mana franchisee beroperasi di bawah nama umum perdagangan, format dan atau prosedur yang dimiliki atau dikendalikan oleh franchisor.
Di Indonesia, pakar dan beberapa lembaga baik swasta maupun pemerintah juga memberikan pengertian tentang franchise atau waralaba.
Dr V. Winarto, pelaku pertama studi franchise di Indonesia dari LPPM (Lembaga Pendidikan dan pembinaan manajemen) memberikan pengertian sebagai hubungan kemitraan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru dalam usaha yang tergolong baru dalam usaha tersebut, yang bertujuan untuk saling menguntungan di dalam bidang penyediaan jasa dan produk kepada konsumen.
Sedangkan LPPM sendiri memberikan pengertian yang mengambil dari makna harfiah dari kata waralaba itu sendiri sebagai usaha yang memberikan laba atau keuntungan sangat istimewa. Waralaba merupakan gabungan dari kata wara yang berarti istimewa dan laba yang berarti keuntungan.
Perlu diceritakan di sini, pada 1992, DR V Winarto, selaku Direktur Pengembangan Usaha Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (PPM) mengirimkan surat (No 010/Dir.bangsa/II/92) yang ditujukan kepada Ketua AFI, AnangSukandar. Surat yang disampaikan itu melampirkan tulisan headline Majalah Manajemen yang memuat tentang permasalahan franchise di Indonesia.
Majalah edisi Januari-Februari 1992 itu memuat pikiran Dr. V Winarto mengenai istilah franchise yang diindonesiakan, permasalahan franchise di Indonesia dan juga prediksinya tentang perkembangan franchise di Indonesia.
Dalam suratnya itu disampaikan bahwa hal yang paling diperlukan pada masa-masa awal pengembangan franchise di Indonesia adalah rumusan konsep franchise yang memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia. Dia merumuskan istilah franchise setelah berdiskusi dengan pakar bahasa dan sastra, Harimurti Kridolaksono.
Dalam rumusannya itu dia menyampaikan bawah istilah franchise dapat diindonesiakan dengan istilah “waralaba”. Waralaba adalah suatu system keterkaitan usaha vertikal yang mengandung sifat saling menguntungkan bagi keduabelah pihak.
Istilah ini dibuat untuk dimasyarakatkan dengan menghilangkan kesan asing dalam praktek bisnis franchise di Indoensia. Dia kemudian menyampaikan empat term yang dibuatkan padanan katanya dalam Bahasa Indonesia dalam table di bawah, antara lain:
Tabel padanan kata versi PPM
Inggris | Indonesia | Pengertian |
Franchise | Waralaba | Suatu system keterkaitanusaha vertical yang (mengandungsifat) salingmemberikankeuntungan |
Franchising | Pewaralabaan | Aktivitasdengansistemwaralaba |
Franchisor | Pengwaralaba | Pihak yang memberiwaralaba |
Franchisee | pewaralaba | Pihak yang diberiwaralaba |
Selain itu, Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) memberikan pengertian yang lebih jelas tentang waralaba atau franchise, yaitu sebagai suatukonseppermasalahandengan sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dari pewaralaba (franchisor) yang memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Sementara itu, pemerintah melalui PP No.16/1997 memberikan pengertian sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Pengertian di atas kemudian dikembangkan melalui Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007, yang mengemukakan bahwa Franchise atau Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap suatu sistem bisnis dengan ciri khas usaha didalam rangka memasarkan barang dan jasa yang sudah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau dipergunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian franchise (waralaba).
Definisi yang diberikan pemerintah inilah yang berlaku secara yuridis formal di Indonesia.
- Istilah Dasar
Dalam definisi yang diberikan, baik oleh pakar, lembaga maupun pemerintah ada benang merah yang menghubungkan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain. Yaitu, dua pihak yang berada dalam perikatan kerja sama dalam bisnis.Mereka disebut sebagai franchisor dan franchisee.
- Franchisor
Istilah franchisor digunakan sebagai pihak–baik perorangan maupun lembaga—pemberi hak waralaba atau hak kekayaan intelektual kepada penerimanya yang disebut sebagai franchisee.
Sebagai pemberi hak waralaba, franchisor harus memiliki keahlian dan pengalaman sukses atau terbukti kesuksesannya, serta berkewajiban memberikan panduan secara berkesinambungan sesuai kontrak yang disepakati antara franchisor dan franchisee.
- Franchisee
Dan franchisee adalah pihak kedua yang menerima hak waralaba atau hak kekayaan intelektuan untuk menggubnakan hak itu dalam bisnis mereka dengan mengikuti procedure dan peraturan yang berlaku sebagaimana perjanjian mereka dalam perikatan bisnis waralaba.
Istilah franchisee digunakan untuk pihak penerima hak waralaba dari franchisor.Franchisee berkewajiban mengikuti panduan yang sudah ditetapkan oleh franchisor dalan menjalankan bisnis, dan tidak diperkenankan melakukan inisitif sendiri tanpa persetujuan franchisor. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga satandar dan keragaman bisnis franchise meski dijalkankan oleh franchisee yang berbeda.
- Master Franchisee
Istilah Master Franchisee mengacu pada terwaralaba (franchisee) yang memiliki hak untuk mewaralabakan kembali ke pihak lain. Master Franchisee dikenal dengan sebutan Terwaralaba Utama.Terwaralaba dari Master Franchisee disebut Terwaralaba Lanjutan atau Subfranchise.
Ada beberapa pewaralaba (franchisor) yang member sebutan Master Franchise tapi tidak member hak untuk mewaralabakan kembali. Beberapa konsultan menyebut hak ini sebagai Territory atau Area Franchise. Ada juga pewaralaba yang rancu dengan istilah ini sehingg ada Area Franchise yang diberi hak subfranchise.
Beberapa pewaralaba lain memberi hak untuk mewaralabakan kembali dengan syarat sudah beroperasi lebih dari 2 tahun, atau lebih dari 5 gerai milik sendiri. Tidak ada acuan baku untuk hal ini. Kebijaksanaan tersebut hak prerogatif pewaralaba.
Menjadi Master Franchisee tidak sekadar menjual franchise kepihak lain. Ada tanggung jawab member dukungan konsultas ioperasional. Ini berarti harus memiliki tim support. Ini berarti biaya. Semua harus dihitung dengan cermat.
Selain dari sisi keuangan, menjadi Master Franchisee juga harus mempertimbangkan kemampuan manajemen. Fokus harus dibagi antara:
- Menjual waralaba, yaitu berupaya mendapatkan pihak-pihak yang berminat menjadi investor sebagai terwaralaba lanjutan.
- Menjual produk.
- Menyediakan dukungan konsultasi manajemendan teknis kepada para terwaralaba lanjutannya.
- Initial Fee
Initial fee biaya pembelian hak waralaba yang dibayarkan dengan jumlah tertentu dan dibayarkan hanya satu kali oleh franchisee kepada franchisor pada saat perjanjian waralaba. Pembayaran ini merupakan kompensasi untuk penggantian sebagian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan seperti pengalaman, pelatihan, merekrut, dan hak untuk menggunakan nama merek waralaba. Biaya ini semacam pembelian hak waralaba oleh franchisee kepada franchisor.
- Royalti fee
Royalti fee adalah biaya yang harus dibayar setelah gerai waralaba mulai beroperasi. Pada umumnya pewaralaba yang menetapkan pembayaran harus dilakukan setiap awal bulan, misalnya sebelum tanggal 10 bulan berikutnya.
Metode perhitungan royalty ini beragam. Namun umumnya berupa persentase terhadap setiap penghasilan yang diterima terwaralaba, dengan mengecualika nunsur pajak, bila ada. Atau daripenjualan kotor.
- Disclosure
Kata Disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Disclosure jika dikaitkan dengan data berarti memberikan informasi atau data secara terbuka kepada pihak yang memerlukan.Sehingga data atau informasi itu bermanfaat bagi yang memerlukan.
Di bidang franchise, istilah disclosure digunakan sebagai kewajiban franchisor untuk penyajian informasi berupa data dan fakta serta kondisi penjualan, personalia maupun keuangan dari franshisor kepada calon franchisee. Tujuannya adalah agar franchisee mengetahui secara terbuka kondisi usaha franchisor apa adanya sebelum mereke memutuskan untuk melakukan pembelian hak waralaba.
- Sejarah dan Praktik Franchise
Istilah franchise pada mulanya merupakan konsep pemasaran atau marketing concept. Dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Jadi franchise pada awalnya sangat marketing, yaitu bagaimana meningkatkan pangsa pasar.
Konsep franchise pertama kali dirintis oleh mesin jahit Singer di Amerika. Pendiri mesin jahit ini, Isaac Singer ingin meningkatkan penjualan mesin jahitnya melalui sistem distribusi di Amerika sekitar tahun 1850. Isaac membangun jaringan dealer sebagai sistem distribusinya.
Konsep dealer yang dibangun Isaac Singer ini memberikan layanan purna jual serta menyediakan komponen suku cadang mesin jahitnya. Konsep ini yang kemudian menjadi cikal bakal system franchising di dunia.
Cara penjualan dan pengembangan pangsa pasar yang dilakukan oleh mesin Jahit Singer ini kemudian diikuti oleh Coca Cola dan juga perusahaan otomotif Amerika Serikat, General Motors, Chrysler dan Ford pada 1898.
Konsep awal franchise ini pada perkembangannya banyak menerapkan dealership dan penggunaan merek dagang. Konsep ini lebih tepat disebut sebagai lisensi (license). Dan istilah franchise ini sering digunakan di Eropa untuk urusan lisensi.
Namun, pada perkembangannya, sistem ini mengalami perubahan dan penyempurnaan. Semula, franchise hanya berupa konsep pemasaran. Pada 1950, franchise atau waralaba berubah menjadi konsep bisnis (business format). Sejak perubahan ke konsep bisnis, sistem waralaba mengalami perkembangan yang sangat pesat saat itu di Amerika, dan system ini lebih digemari sebagai konsep bisnis di berbagai bidang usaha.
Seperti disebutkan di atas, franchise itu bermula dari konsep pemasaran kemudian dimatangkan menjadi konsep bisnis. Konsep bisnis ini yang pada praktek franchise diduplikasi oleh franchisee dalam menjalankan bisnis mereka. Oleh karena bisnis franchise harus bisa diduplikasi oleh franchisee, maka bisnis franchise harus memiliki prototype. Dan prototype itulah yang diduplikasikan.
Banyak kalangan meyebut franchise sebagai sistem. Dalam pandangan AFI, franchise itu tidak sekadar sebuah sistem, melainkan sebuah konsep bisnis. Mengapa begitu? Karena franchise bukan semata sistem saja, tetapi proses bisnis.
Sistem itu bersifat terbatas, dan berada dalam proses bisnis. Dalam bisnis franchise proses sangat penting dan bisa menjadi keunggulan. Misalnya proses produksi yang singkat dan efisien. Itu menjadi keunggulan dan yang dicari karena usaha franchise itu lebih mengarah kepada efektivitas dan meningkatkan efisiensi.
Franchisor dituntut untuk memperbaiki secara terus menerus, melakukan survei secara kontinyu, sehingga mendapati proses produksi yang efisien. Misalnya, kalau perusahaan buat seng dari lembaran yang dipotong-potong untuk kebutuhan produknya, maka motongnya itu tidak boleh menghabiskan waktu. Harus dicarikan sebuah proses yang cepat dan efektif serta efisien sehingga cost-nya lebih murah. Dan sisa yang bisadipakai(waste-nyapaling minimal).
- Perkembangan konsep di Indonesia
Dalam pengertian yang berlaku secara legal dan formal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba pasal 1 (1) disebutkan bahwa Franchise atau Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap suatu sistem bisnis dengan ciri khas usaha di dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang sudah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau dipergunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Dalam pengertian yang bersifat legal formal ini, waralaba mengharuskan adanya dua belah pihak, dimana pihak kedua atau franchisee yang dalam pengertian di atas disebut pihak lain dapat memanfaatkan atau mempergunakan untuk memasarkan barang atau jasa.
Pengertian ini dalam pandangan AFI mengharuskan sikap aktif dari pihak lain atau franchisee dalam menjalankan usaha yang hak waralabanya sudah diperoleh berdasarkan penjanjian waralaba.
Namun, dari istilah yang kemudian digunakan dalam praktek bisnsi franchise muncul berbagai terminologi baru. Misalnya istilah yang menisbatkan pada agama seperti franchise syariah. Hal itu sah saja selama prakteknya sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
Tetapi ada juga istilah yang muncul berdasarkan praktek bisnis franchise yang sudah dikembangkan. Misalnya istilah franchisor operator. Munculnya istilah ini kemudian mendikotomi franchise menjadi dua bidang dari sisi oeperasional, yaitu franchisor operator dan franchisee operator.
Franchisor operator merupakan istilah yang digunakan untuk bisnis franchise yang operasinya dijalankan oleh franchisor. Artinya, selain sebagai franchisor, dalam istilah ini, franchisor juga merangkap menjadi franchisee. Ada juga yang kemudian menyebut dengan istilah franchisee pasif.
Bagi AFI, praktek bisnis franchise yang menggunakan sistem franchisor operator tidak bisa dikatakan sebagai bisnis franchise. Dalam bisnis franchise disyaratkan bagi franchisee sebagai operator.
Dalam bisnis franchise, posisi dan kedudukan antara franchisor dan franchisee sama dan equal. Keduanya dibedakan sebagai pihak pemberi hak waralaba dan sebagai penerima hak waralaba.Mereka kemudian terikat oleh perjanjian waralaba. Dalam praktek bisnis franchise, franchisor sebagai pihak pemberi diharuskan memiliki propotype bisnis yang akan menjadi model bagi franchisee, dimana franchisee menjalankan bisnisnya sendiri sesuai dengan standar yang dibangun oleh franchisor.
Bisnis franchise tidak sekadar menanamkan modal atau investasi, tetapi menjalankan bisnis secara aktif.
AFI mengakui, karakter orang Indonesia cenderung ingin investasi saja secara pasif dan menunggu hasilnya setiap bulan. Meskipun dari sisi revenue, modal investasi seperti ini returnnya sangat kecil, hanya sekitar 12% per tahun. Namun, bagi orang Indoensia, investasi yang mendatangkan return sebesar itu sudah memberikan kepuasan dibandingkan deposito. Tetapi, sekali lagi itu bukan franchise. Di dalam bisnis franchise, franchisee harus menjadi pihak yang mengelola bisnis.
- Pemahaman Masyarakat Terhadap franchise
Seperti dikemukakan di atas bahwa konsep franchise mengalami transformasi, dan pada akhirnya pengertian dan definisi yang paling sempurna adalah sebagai konsep bisnis. Pengertian inilah yang dipegang oleh AFI sebagai panduan sekaligus sebagai tolak ukur pertama sebuah bisnis franchise.
Pengertian Franchise banyak dipandang dari sudut perjanjian seperti banyak dikemukakan oleh pakar dari luar negeri. Selain itu, ada juga yang memandang franchise dari sudut pnandang konsep, terutama dari sisi keunikan. Yaitu keunikan dari sisi inovasi, yang tidak bisa dibajak dan ditiru. Pada sisi ini, pengertiannya lebih cenderung menggunakan perspektif marketing.
Nah, masyakakat Indonesia tidak banyak yang bisa menangkap pengertian yang lebih komprehensif tentang franchise, terutama yang menggunakan sudut pandang marketing. Bagi yang mendalami ilmu marketing, franchise sangat mudah dipahami. Sebab pada akhirnya, landasan franchise itu adalah marketing.
Pemahaman masyarakat yang belum menyeluruh terhadap franchise mengakibatkan beberapa praktek bisnis mengatas-namakan franchise. Padahal, mereka hanya menggunakan sebagian sistem dalam franchise dan belum memenuhi persyaratan sebagai bisnis franchise.
Sebuah usaha baru bisa disebut sebagai waralaba jika memenuhi enam persyaratan menurut PP no 42, tapi di PP 42 tidakada prototype.Menurutsaya Pertama, sudah terbukti sukses dan memberikan keuntungan selama lima tahun. Kedua, mempunyai keunikan atau ciri khas. Ketiga, mempunyai prototype. Keempat, sudah distandardisasi dan tidak berubah-ubah lagi. Kelima, mudah diajarkan atau ditransfer. Dan keenam, mempunyai Haki yang berkaitan dengan hak paten seperti penemuan, rahasia dagang atau desain industri.
Tiga syarat pertama; sudah terbukti sukses dan memberikan keuntungan, Mempunyai keunikan atau ciri khas, Mempunyai prototype, merupakan persyaratan yang paling sulit.
- Berbeda dengan BO
Di Indoensia, industri franchise diramaikan juga oleh perkembangan bisnis BO (business opportunity). Masyarakat umumnya cenderung tidak bisa membedakan antara franchise dengan BO.
Secara sederhana, biasanya, BO tidak memiliki tiga syarat utama dari enam syarat yang harus dimiliki oleh bisnis fgranchise. Tiga Syarat utama yang biasanya tidak dimiliki oleh BO adalah, pertama, sudah terbukti sukses dan memberikan keuntungan selama lima tahun, kedua, mempunyai keunikan atau ciri khas, dan ketiga mempunyai prototype. Ini merupakan persyaratan yang paling sulit
Apa itu BO? BO muncul di awal 2005, biasanya dikembangkan sebagai bisnis dengan investor mereka. BO berbeda dengan franchise seperti dikemukakan di atas melalui persyaratan franchise.
BO merupakan unit usaha yang dikembangkan seperti bisnis franchise. Namun polanya dibuatuntukdanmenirukemitraan. BO merupakan unit usaha yang belum matang, belum efisien dan belum efektif, serta biasanya tidak atau belum memiliki prototypdankelebihan.
Persamaaanya keduanya adalah sama-sama peluang bisnis. BO pun bisa membantu kegiatan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, walaupun belum matang, tapibelumteruji.
BO sebenarnya bisa dikembangkan menjadi usaha franchise. Untuk menjadi bisnis franchise, BO berhasil sebagai bisnis dalam kurun maksimallima tahun secara terus menerus. BO ditambah inovasi terus menerus di bidangnya itu lambat laun akan menjadi franchise.
Es Teler 77 pada awalnya adalah BO yang merupakan bisnis minuman (sirup), kemudian berkembang menjadi food service dengan menciptakan keunggulan sendiri. Kini menjadi bisnis franchise lokal yang sangat dikenal masyarakat.
BO menjadi alternatif dalam bisnis kemitraan diantara bisnis franchise disebabkan oleh pelaku usaha mencari yang lebih mudah dan lebih gampang, serta lebih terjangkau investasinya.
Namun yang jelas, masyarakat perlu memahami perbedaan yang tegas antara franchise dan BO. Bahwa franchise merupakan bisnis yang sudah terbukti keberhasilannya, sedangkan BO tidak. Sehingga masyarakat harus menyadari dan memahami jika ada tawaran franchise, apakah yang mereka terima itu bisnis franchise atau BO. Sebab, tanpa pemahaman yang kuat, bisa saja masyarakat salah menilai.
Sejak 90an, ketika Indonesia mendorong masyarakat untuk mengembangkan franchise, pemahaman terhadap masih belum jelas. Pada tahun-tahun 90an, dan apalagi ketika pertama kali masuknya bisnis franchise ke Indonesia pada 70an, masyarakat tidak memahami apa itu franchise.
Kini, masyarakat sudah akrab dengan istilah franchise atau waralaba. Tetapi masyarakat belum bisa menangkap secara jelas apa itu franchise sehingga sebagian besar masyarakat mengira BO itu sebagai franchise.
Anang Sukandar