

Wilayah proteksi adalah topik hangat yang tak ada habisnya dalam pembicaraan mengenai waralaba. Hal ini menjadi makin seru ketika yang dibicarakan adalah fenomena Indomaret dan Alfamart yang terlihat tidak memiliki pola terkait wilayah proteksi.
Bukan Proteksi Pasar
Hal terpenting yang harus dipahami terkait dengan wilayah proteksi dalam bisnis waralaba adalah bahwa proteksi itu bukan proteksi pasar, melainkan proteksi tidak adanya gerai sejenis dalam wilayah yang didefinisikan sebagai wilayah proteksi.
Pelanggan bisa saja menyeberang ke gerai di lain wilayah. Hal ini bisa terjadi sekedar karena sedang melintas, atau karena kualitas layanan yang dirasakan berbeda. Alasan yang terakhir ini seharusnya tidak terjadi. Pewaralaba perlu menjaga standar kualitas layanan ini.
Kecukupan Pasar
Salah satu pertimbangan penting terkait wilayah proteksi adalah kecukupan pasar. Meski demikian, perhitungan mengenai “pasar” ini tidak selalu mengacu pada jumlah penduduk sekitar. Beberapa lokasi memiliki karakteristik pelanggan yang bukan penduduk sekitar, artinya orang yang melintas di sana, misal restoran dalam mall.
Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah pemahaman mengenai jumlah pelanggan yang dibutuhkan untuk menjadikan bisnis di lokasi tersebut layak atau menarik sebagai suatu investasi bisnis. Salah satu minimarket pernah menyebutkan angka Rp 7 juta sebagai acuan kelayakan investasi bisnis di suatu lokasi. Bagaimana dengan bisnis Anda?
Semangat Berjaringan
Konflik antara pewaralaba dengan terwaralaba dalam hal wilayah waralaba biasanya disebabkan karena kurangnya semangat berjaringan di benak terwaralaba. Selain itu, bisa juga dikarenakan ambisi pewaralaba untuk memiliki gerai sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan kecukupan pasar yang dibutuhkan oleh terwaralaba.
Kedua faktor ini berakar pada satu kata: “keserakahan”. Diperlukan keseimbangan antara kebutuhan pewaralaba dalam membangun merek dan gerai sebanyak mungkin, dengan kecukupan pasar yang dibutuhkan oleh terwaralaba.
Radius, atau …
Metode paling populer untuk menentukan batasan wilayah proteksi adalah penggunaan istilah “radius sekian kilometer”. Metode ini rawan konflik, karena batasannya seringkali kurang jelas. Apalagi bila diukur dari pencatatan kilometer mobil atau motor.
Metode terbaik adalah batasan ruas jalan, rel kereta api, jembatan layang, dan landmark lainnya. Jadi, setelah menentukan perkiraan radiusnya, pelajarilah jumlah penduduk dan faktor pelintas yang akan menjadi pasar anda, kemudian tentukan batas-batasnya dengan jelas.
Khusus untuk bisnis di dalam mall, biasanya wilayah proteksi hanya di dalam areal lokasi gedung mall tersebut.
Tanpa Wilayah Proteksi
Munginkah suatu waralaba tanpa wilayah proteksi? Meski tidak umum, jawaban saya adalah: “mungkin saja.” Hal ini tergantung posisi tawar pewaralaba terhadap terwaralaba.
Ada beberapa alasan yang dapat membuat pewaralaba tidak memberikan wilayah proteksi. Kebutuhan untuk memiliki gerai sebanyak-banyaknya merupakan salah satu alasan yang paling umum dijumpai. Asalkan pewaralaba mempertimbangkan kecukupan pasar sebagaimana telah diuraikan di atas, maka kebijakan tersebut sah-sah saja menurut saya.
Alasan lainnya adalah antisipasi perubahan atau pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah tersebut di tengah-tengah jangka waktu waralaba. Beberapa pewaralaba memutuskan untuk memperkecil wilayah proteksi ketika perpanjangan perjanjian waralaba, karena perubahan kependudukan ini. Tentu saja seyogyanya terwaralaba yang bersangkutan diberi kesempatan (prioritas) untuk membuka gerai di wilayah yang semula merupakan wilayah proteksinya.
Semoga penjelasan tersebut bermanfaat bagi Anda semua.
Utomo Njoto
Senior Franchise Consultant dari FT Consulting
Website: www.consultft.com
Email : utomo@consultft.com