

Dalam kesempatan ini saya mengajak pembaca untuk memahami 3 hal mendasar dalam memilih waralaba: low risk, low cost, high profit.
Low Risk
Resiko rendah atau low risk adalah pilihan yang paling banyak dicari oleh investor pemula, terutama para pensiunan dan para profesional yang belum terbiasa menghadapi resiko. Setiap bisnis memiliki resiko kegagalan, namun beberapa bisnis memiliki resiko yang rendah.
Gerai takeover adalah salah satu bisnis yang memiliki resiko relatif lebih rendah, apabila kinerja keuangannya dalam kondisi sangat baik. Bila kinerja keuangannya sangat baik, mengapa ditawarkan untuk takeover? Apakah pemiliknya melihat resiko anjloknya kinerja di tahun-tahun mendatang?
Dengan tidak mengabaikan kemungkinan tersebut, bisa jadi beberapa alasan lain untuk menawarkan takeover adalah kebutuhan keuangan untuk biaya berobat orangtua, untuk biaya sekolah anak. Jadi, gerai takeover itu mungkin saja memiliki peluang yang sangat bagus.
Baru-baru ini bahkan ada pengusaha yang menawarkan “takeover jangka pendek”, artinya untuk dana sebesar Rp 600 juta, ia akan mengembalikan kepada investor di bulan ke-12 dan bulan ke-24 masing-masing sebesar Rp 300 juta. Di luar itu, ia memberikan imbal hasil sebesar 7% dari omset gerai acuan yang sudah mencapai Rp 2 miliar setahun. Artinya potensi penghasilannya adalah sekitar Rp 140 juta (bisa lebih bila kinerjanya menanjak terus) setiap tahunnya. Tentu saja imbalan ini harus dipotong pajak penghasilan yang mengacu pada pajak bunga yaitu 15%, karena skema legal dan pajaknya dianggap pinjaman. Imbalan ini memiliki nilai persentase dua kali lipat dari tahun pertama karena di tahun kedua modalnya sudah dikembalikan separuh. Tidak hanya itu, pengusaha ini menawarkan pula garansi minimum imbalan (setelah dipotong pajak penghasilan) sebesar Rp 8,5 juta sebulan. Menarik bukan? Alasan pengusaha ini menawarkan skema tersebut adalah untuk kelancaran arus kas, dan untuk membuka gerai lagi di lokasi lain.
Salah satu upaya lain dalam menciptakan resiko rendah adalah dengan menjual multi-unit agar tercipta peluang subsidi silang apabila ada lokasi yang mengalami ketidakberuntungan alias kerugian.
Low Cost
Low Cost di sini memiliki makna rendahnya biaya operasional dan biaya modal investasinya. Bisnis yang memiliki resiko rendah karena kekuatan mereknya sudah terbentuk, biasanya tinggi biaya investasi dan operasionalnya. Patut dicermati bahwa tak jarang tingginya biaya-biaya ini menggiring bisnis tersebut menuju tingkat resiko yang lebih tinggi ketika dianalisis dari sisi kinerja keuangannya. Bisnisnya ramai, tapi labanya tipis sehingga target penjualannya sangat tinggi.
Bisnis gerobak-chise (waralaba, BO, maupun kemitraan bisnis berbasis gerobak) yang masih dijual dengan harga wajar alias belum terlalu mahal memenuhi kriteria resiko rendah, dengan biaya investasi dan operasional yang rendah pula.
High Profit
Laba yang tinggi sering menjadi alasan utama banyak pemilik modal dalam memilih merek waralaba. Kadang bahkan mereka tidak mau tahu kalau laba yang tinggi itu biasanya membutuhkan modal yang tinggi dan resikonya tinggi pula. Benarkah ada bisnis yang memberikan laba yang tinggi tapi modalnya rendah dan resikonya rendah?
Laba yang tinggi itu ditinjau dari sisi persentase perbandingan antara nominal laba dengan nominal modal, bukan dengan nominal total penjualan. Bisnis spa mungkin terlihat menarik, karena dengan total penjualan sekitar Rp 160 juta bisa menghasilkan laba sebesar Rp 50 jutaan sebulan. Keuntungan ini mencapai 30% dari omset. Meski demikian, investasi bisnis spa ini mungkin lebih dari Rp 2,5 miliar (tergantung tingkat kemewahannya). Dibandingkan dengan nilai investasinya, laba Rp 50 juta ini ternyata hanya 2% dari nilai investasinya; hal ini berarti butuh 50 bulan untuk balik modal.
Semoga anda bisa menemukan bisnis-bisnis yang memenuhi ketiganya: Low Cost, Low Risk, High Profit …
© 2018, Utomo Njoto
Senior Franchise Consultant dari FT Consulting – Indonesia.
Website: www.consultft.com
Email : utomo@consultft.com