

Mengusung konsep tempat berkumpulnya anak K-Pop, Chuseyo pun menjadi satu-satunya franchise kafe K-pop di industri franchise Indonesia yang memiliki segmen pasar seksi. Ada lebih dari 50 juta fanbase K-Pop di Indonesia!
Chuseyo pun tidak butuh lama untuk diterima pasar. Sejak berdiri di Serpong pada pada 2019 lalu, cabang bisnisnya sudah tersebar ke berbagai daerah.Total cabang Chuseyo saat ini berjumlah 40 gerai tersebar di daerah Jabodetabek, Manado dan Kupang. Omzet bisnisnya pun menggiurkan, rata-rata 60-100 juta omzet outletnya perbulannya. Menariknya, beberapa pembeli franchisenya adalah customer-nya sendiri yang punya lebih satu gerai.
Itu menandakan franchise ini menguntungkan untuk dijadikan invetasi. Terlebih lagi segmen pasar yang dibidik cukup seksi, para penyuka dan fanbase K-Pop di Indonesia menurut survei sekitar 50 juta. Sebuah angka yang besar dan segmen bisnis yang sangat seksi.
Untuk menggarap segemen pasar tersebut, di samping menawarkan produk dan jasa layanan yang andal, Chuseyo memfasilitasi fanbase K-Pop tempat khusus untuk mengekspresikan dirinya bersama teman-temannya. Mereka bisa dance K-Pop, karaoke, kopdar, foto bareng, dan menggelar event di Chuseyo. “Jadi kita konsep kafe ini seperti menjadi kafe eventnya K-Pop. Kafe itu kan sebetulnya tempat kumpul. Kopi Chuseyo ini juga menjadi tempat kumpulnya anak K-Pop,” kata Daniel Hermansyah, Owner Kopi Chuseyo.
Daniel mengatakan, budaya K-Pop lebih long lasting ketimbang budaya yang trend beberapa waktu lalu, karena K-Pop tidak pernah settle. “Selalu ada regenasi artisnya. Misal kakaknya artis nih lagi ngetop mereka sudah menyiapkan adiknya. Regeneasinya tidak pernah stop, artis datang dan pergi, fansnya semakin banyak. Tapi memang produk mereka diminati banyak orang mau makanan, baju, musik dan sebagainya,” ujarnya.
“Produknya bagus, enak didengar packagingnya, artisnya, videonya bagus. Akhirnya meledak brandingnya juga bagus. Ditambah lagi generasi penerusnya yang tidak pernah putus, Grup Black Pink ini misalnya sudah menyiapkan lagi penerusnya. Jadi selama K-Pop hidup bisnis kita tetap memiliki prospek yang cerah kedepannya,” jelasnya.
Karena itu, Chuseyo pun mengembangkan pola franchise sebagai model pemasarannya. Meski demikian, Daniel harus mempersiapkan terlebih dahulu segalanya untuk menopang jaringan franchisenya. “Pertama buka outlet Chuseyo sudah rame. Dari situ banyak orang yang minat franchise kami. Tapi kita belum seiap, SOP belum ready juga waktu itu,” katanya.
Baru pada awal tahun 2020 Chuseyo membuka peluang franchisenya. Segalanya sudah dipersiapkan secara baik. “Di back office-nya sudah ada financial manager, gudang, operasional manager. Lalu kita juga sudah punya pengalaman titik lokasi mana saja yang bagus untuk membuka outlet. Apa yang rame dan bikin rame baru ketahuan. Kalau buka terus sepi kita nanti yang dimarahin investor, sebab karakteristik orang tidak mau rugi,” beber Daniel.


Ia mengatakan, keberhasilan Chusayo tidak lepas dari produk, servis, dan lokasi. Dalam hal lokasi ada dua hal pertama titiknya benar atau tidak, kedua renovasinya. “Kalau pilih ruko jangan yang sekadar murah saja namun juga harus bagus dan prioritas dua lantai, karena itu capitalnya jangan nanggung. Kita sudah punya 70 titik di Jabodetabek yang sudah siap buka. Tinggal calon investor mau pilih lokasi di mana,” katanya.
Selain itu, Chusayo juga berhasil membangun brand dengan baik, mampu berkomunikasi dan menyampaikan pesan perusahaan ke customer–nya. “Karena kita ngerti ngomongnya dan saya sendiri anak K-Pop dan ngikutin K-Pop disamping punya latar berlakang marketing dan branding. Tidak hanya hard selling terus pendekatannya tapi buat content yang relevan. Content dance cover K-Pop jadi rame misalnya. Chuseyo itu tempat bikin content K-Pop. Mau joged-joged K-Pop di sini emang ekosistemnya,” tandasnya.
Bagi yang berminat dengan franchisenya, Chuseyo menawarkan franchise dengan Investasi Rp 99 juta dan dapat dua brand. Chuseyo dan Mogoyo. “Jadi dapat brand kopi dan brand makanan Koreanya. Dalam satu ruko sewanya. Totalnya dengan renovasi ruko sekitar 400 jutan, balik modal satu sampai dua tahun,” terang Daniel.
“Kita punya tim operasional, sudah terkonek dengan pusat semua. Sales sudah terkonek. Jadi IT-nya sudah terkoneksi. Kalau cabang perform itu bagus secara IT sudah terkoneksi, kalau cabang kurang perform kita juga tahu,” pungkasnya.
Zaziri