Human Capital

Era perjuangan ( survival) dan pengetatan atas semua sumber daya yang dimiliki perusahaan telah dimulai. Penurunan omzet hingga penurunan profitabilitas sedang terjadi akibat kondisi pasar yang merosot tajam. Kita tidak pernah tahu kapan krisis perlambatan ekonomi yang melanda negeri kita ini akan berakhir.  Kondisi sulit yang harus dipahami oleh semua anggota perusahaan, yang membuat pemilik perusahaan harus berpikir secara kreatif dan inovatif untuk mengantipasi daya beli masyarakat yang menurun dengan tetap memperhatikan azas kehati-hatian.  

Apakah keadaan akan berulang saat ini? Menurut penulis, keadaan dunia saat ini jelas berbeda. Sekarang dunia yang semakin terkoneksi, seperti ungkapan dari Thomas Friedman ‘ the world is flat now’, metaphor untuk menunjukkan bahwa arus informasi saat ini begitu mudah mengalir dengan deras secara cepat sehingga kita dan kompetitor memiliki kesempatan yang sama. Manusia semakin terbuka terhadap hal – hal yang baru, manusia dapat belajar apapun yang menjadi minat mereka melalui internet dan konektivitas antar manusia menjadi begitu mudah.

Apa dampaknya terhadap karyawan kita terutama dalam kondisi ekonomi yang sulit saat ini? Dari sudut pemlik perusahaan, tergantung bagaimana kita memandang karyawan kita satu persatu. Apakah mereka hanya sekedar sebagai sumber daya saja ( SDM), sama posisinya seperti sumber-sumber daya perusahaan lainnya? Atau kita sudah menganggap mereka sebagap capital (asset) perusahaan?

Jika sudah dianggap sebagai human capital pun, kita sebagai pemilik perusahaan perlu melihat apa diferensiasi dan positioning human capital ini dibandingkan dengan asset lainnya? Menjadi key success factor kah atau hanya elemen pelengkap saja? Sungguh pertanyaan – pertanyaan ini akan merupakan audit yang sangat berguna sebelum pemilik perusahaan menentukan langkah strategis apa yang akan dilakukan dalam kondisi ‘disruptive’ ini.

Situasi dan pertanyaan di atas juga berlaku dalam bisnis franchise. Bagaimana bisnis franchise memandang manusia yang menggerakkan usaha kita dapat disebut human capital? Atau hanya sekedar “pion” yang hanya bergerak seperti robot jika diperintah? Kita tentu sudah maklum bahwa dalam bisnis franchise yang dinamis dan berkembang, walaupun sudah mempunyai banyak franchisee, tetapi roda pergerakan bisnis juga dipengaruhi secara signifikan oleh karyawan-karyawan yang ada di franchisor.

Peran mereka, baik dalam memasarkan dan mengembangkan brand kita, meyakinkan investor untuk bergabung dalam bisnis franchise, menjalankan business operation sehari hari hingga sampai merekrut dan memberikan pelatihan bagi karyawan franchisee agar dapat terjadi transfer knowledge yang cepat, tentu bukanlan pekerjaan yang mudah.  

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar dalam pelaksanaan sehari-hari ( daily execution) dalam situasi sulit ini, karyawan kita memang layak terpilih menjadi human capital :

  1. Dengan konekivitas yang terhubung terus menerus, maka human capital haruslah memiliki semangat learning setiap saat ( learning never ends), baik dari  pengalaman, observasi, network, kolaborasi hingga menggali informasi dan knowledge baru yang saat ini begitu mudah didapatkan melalui internet. Sharing knowledge community dan terlibat dalam community of practice eksternal pun akan dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak sehingga dapat berpikir “out of the box”. Istilahnya tidak sekedar katak di dalam tempurung.
  • Seorang human capital di samping memiliki  sifat pembelajaran terus menerus, juga memiliki kompetensi yang mumpuni. Kelincahan (agility) secara intelektual, emosi maupun secara fisik dibutuhkan untuk menghadapi keadaaan yang tidak menentu dan sangat dinamis. Dengan ide dan kreativitas yang mengalir, diimbangi dengan emosi yang terukur dan mampu menghadapi tekanan-tekanan yang adakalanya tidak menyenangkan disertai kejernihan berpikir dan fisik yang kuat, akan sangat membantu menjadi strategic partner yang tepat bagi sang owner.
  • Dua hal diatas tidaklah cukup untuk menjadi seorang human capital jika tidak disertai high involvement terhadap perusaaannya. Untuk dapat membuat karyawan memiliki sifat ini, maka peran atasannya ataupun pemimpin perusahaan menjadi hal yang krusial. Inspirasi dari pemimpinnya atas visi dan nilai nilai yang dikagumi dan dipercayainya akan membuat keterlibatan menjadi penuh terhadap perusahaan yang dicintainya. Aspek ketiga ini sungguh menjadi hal terpenting karena berbicara mengenai nilai – nilai cinta pada perusahaannya. Tidak sekedar integritas yang tertera dalam syarat perjanjian kerja, tetapi sudah menjadi organizational citizen ownership, yaitu memiliki rasa turut memiliki terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Human capital ini bekerja tidak sekedar hanya mengikuti job description, tetapi melebihi tugas yang diberikan.

Jika ketiga hal ini dimiliki karyawan anda, maka merekalah yang menjadi asset perusahaan yang berharga, menjadi human capital yang layak dipertahankan dan menjadi teman anda untuk bersama sama dengan penuh percaya diri melewati masa krisis ekonomi ini menjadi masa kesempatan untuk mencoba tantangan-tantangan baru. Kita tidak perlu khawatir jika bersama mereka.

Ir Mirawati Purnama Msi