Ciptakan Cool Factor Untuk Raih Popularitas

Anak muda sekarang sering menggunakan istilah “cool”,yang dimaksud adalah “keren.” Cowok ganteng yang sikapnya baik, biasa disebut cool. Dan tentu saja, ini menjadi faktor yang disuka.

Pada sebuah merek, berlaku juga aspek “cool” tadi, yaitu aspek keren yang membuat merek itu menjadi hebat dan lebih disukai.

Istilah yang umum dipakai oleh pemasar adalah differensiasi atau keunggulan, yang membedakan merek itu dengan yang lainnya.

Pengamat pemasaran Tanadi Santoso menggunakan istilah ini sebagai kejutan bagi konsumen untuk mengenal merek. Tentu saja, standar yang harus dipunya terlebih dahulu adalah bahwa merek itu memiliki produk yang kualitasnya baik, dan punya value yang tinggi.

Setelah itu, barulah menciptakan “cool factor” tadi untuk bisa meraih popularitas atau awareness dengan lebih cepat. “Yang bisa membuat merek bisa populer adalah kualitas produknya harus baik dan punya value yang tinggi. Selain itu adanya “cool factor”, yaitu bagaimana merek tersebut dapat membangun “image” positif yang dapat diterima oleh persepsi masyarakat,” kata Tanadi.

Cool factor diciptakan untuk membangun persepsi yang sesuai dengan harapan pelanggan. Namun, bagaimanapun, pemilik merek memerlukan bajet yang tinggi dan waktu yang tidak singkat.

Tanadi menyebutkan, umumnya membangun popularitas itu butuh proses yang memerlukan waktu yang cukup. Namun diakuinya tidak ada ukuran waktu yang pasti. Dia memperkirakan setidaknya membutuhkan waktu sekitar tiga hingga lima tahun untuk menempati rangking pertama benak konsumen.

Secara sederhanya, Tanadi menyarankan sebuah tips bagaimana membangun popularitas merek. Pertama adalah menciptakan produk yang berkualitas dan memiliki “value”.

Kemudian bagaimana merek tersebut menciptakan “story” yang mampu menimbulkan “word of mouth”. Setelah berhasil membangun mereknya, dan jadi populer buatlah kelompok yang fanatik terhadap merek itu. Kelompok tersebut akan memperkuat posisi popularitas merek Anda.

Beberapa kasus memang sering terjadi sebuah merek bisa meraih popularitas setinggi langit. Biasanya, kasus seperti ini terjadi pada kategori produk yang belum ada. Misalkan saja, dulu pada awal tahun 90an, Unilever berhasil mengeluarkan Tara Nasiku, sebuah produk baru dari Unilever yang sebelumnya tidak ada kategori produk sejenis. Merek produk nasi instan itu langsung melambung tinggi. Sayangnya, produknya tidak bisa diterima konsumen sehingga tenggelam dalam waktu yang cepat pula.