
Sebelum Anda membaca lebih lanjut, ijinkan saya bertanya: “Apa beda seorang karyawan dengan seorang wirausaha?”
Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa sangat beragam. Jawabannya juga bisa panjang lebar atau sangat singkat.
Jawaban panjang lebar, bahwa seorang wirausaha harus memiliki jiwa kepemimpinan, pandai mengatur waktu, punya jejaring, pandai mengatur waktu dan sebagainya dan sebagainya barangkali sudah sering Anda dengan atau baca.
Lalu, apa jawaban singkatnya? Ini Jawaban singkatnya. Karyawan: Akhir bulan terima gaji. (terima uang). Wiausaha: Akhir bulan bayar gaji. (keluar uang).
Karyawan: Pemasukan pasti (tiap bulan dapat gaji yang bisa diperkirakan jumlahnya).
Pengeluaran tidak pasti (kadang lebih kecil, sering juga lebih besar dari gaji yang diterima, hingga terpaksa ngutang).
Wirausaha: Pemasukan tidak pasti. (bisa laku keras, bisa juga tidak laku sama sekali, sehingga tidak ada pemasukan.
Pengeluaran pasti. Bayar gaji yang tidak bisa ditunda, biaya operasional dan lain-lain.
Karyawan: Penghasilan (kekayaan) sangat bnisa diperkirakan, sehingga relative lebih lama untuk kaya.
Wirausaha: Penghasilan bisa meningkat tajam sehingga lebih cepat kaya. (dengan syarat usaha yang dijalankan, baik barang atau jasa, berhasil/laku cukup keras).
Meminimalkan Resiko
Tidak ada di dunia ini yang nilai kepastiannya 1 atau 100%. Demikian juga dalam berusaha. Meski Anda membeli hak waralaba yang sudah sangat kesohor dan sudah dengan modal milyaran, Anda masih bisa gagal dan rugi. Bagaimana caranya agar resiko bisa diminimalkan? Seperti halnya perbedaan antara karyawan dan wirausaha, cara meminimalkan resiko juga sudah sangat sering dibahas. Bahkan ada matakuliah manajemen resiko di sekolah bisnis. Berikut jawaban singkatnya:
• Tetap menjadi karyawan sampai waktu yang tepat.
• Tetap menjadi karyawan sambil merintis usaha
• Merintis usaha yang dikelola sendiri.
Tentunya ada banyak cara agar resiko bisa diminimalkan. Salah satu cara yang barangkali sudah sering Anda dengar adalah:
“jangan keluar dari pekerjaan selagi Anda merintis sebuah usaha. Tentu hal itu adalah saran yang sangat bagus. Sayangnya, saran tersebut tidak cocok untuk semua orang. Mengapa?
Saran tersebut hanya cocok bagi profesional dengan kedudukan dan penghasilan yang cukup mapan (misalnya bagi seorang manajer di perusahan corporat dengan gaji belasan atau puluhan juta per bulan). Dengan jabatan dan penghasilan yang sudah cukup mapan, tentu sayang jika jabatan tersebut dilepas begitu saja untuk merintis usaha yang belum tentu memberikan penghasilan yang memadai, terutama pada masa awal memulai usaha. Jauh lebih cerdas tetap bekerja sebagai karyawan sambil merintis usaha dengan memperkerjakan karyawan yang katakanlah sudah senang menerima gaji 1 juta perbulan. Dengan kondisi ini, memang, tetap menerima gaji sebagai manajer perusahaan corporate sambil merintits usaha dan menyerahkan operasional sehari-hari pada karyawan tentulah sebuah pilihan yang cerdas.
Bagaimana jika Anda adalah karyawan yang gajinya kurang dari 5 juta sebulan? Beberapa tawaran waralaba memang menyajikan proyeksi analisa keuangan dengan penghasilan diatas 5 juta. Sayangnya, ya itu tadi. Jika Anda merintis usaha, maka yang tetap adalah pengeluaran untuk gaji, dan biaya operasioanal lain. Sementara pemasukannya tidak menentu. (Seringkali pemasukan lebih besar dari pengeluaran, terutama pada bulan-bulan awal Anda berusaha). Dengan situasi seperti ini, Anda harus lebih jeli dan cermat sebelum melangkah. Sebelum mendapatkan jenis investasi yang tepat dimana Anda yakin lebih dari 100% akan mendapat keuntungan dari investasi tersebut, tentu akan lebih baik Anda tetap jadi karyawan yang sudah jelas akan mendapat penghasilan setiap bulannya. Tidak masalah, apakah perusahaan tempat Anda bekerja meosot penjualannya, merugi atau bangkrut sekalipun.
Bagi ibu rumah tangga dan fresh graduate
Pilihan yang lebih mudah (barangkali), tentu jika Anda seorang ibu rumah tangga atau seorang sarjana baru yang belum memiliki penghasilan yang tetap. Lebih mudah karena Anda tidak harus kehilangan penghasilan seperti jika Anda seoarang professional. Tidak lebih mudah jika dinilai dari kurangnya pengetahuan, pengalaman dan jejaring.Untuk menutupi kekurangan ini, bisnis franchise tentu bisa menjadi pilihan yang menarik. Dengan franschise, promosi usaha bisa dilakukan bersama dan trial&error yang biasanya cukup dominansi di awal usaha bisa diminalkan.
Memilih Jenis Usaha
Dalam memilih jenis usaha, ada 2 pendapat yang sama-sama ada benarnya meski bertolak belakang.
Pertama adalah yang menyarankan agar kita memilih jenis usaha yang bukan menjadi minat kita. Alasannya adalah agar kita tidak terjebak dalam rutinitas dalam menjalankan usaha kita. Biarkan system yang bekerja untuk kita. Sayangnya, pilihan ini tidak untuk semua orang. Agar system bekerja untuk kita (yang pada akhirnya uang bekerja untuk kita), biasanya diperlukan harga yang sangat mahal, baik berupa waktu, tenaga, pikiran dan pengorbanan dalam bentuk yang lain. Sekali lagi, franchise bisa menjadi salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan bagi mereka yang menganut pendapat ini. Hanya saja, perlu pula dicatat, bahwa banyak franchisor yang mensyaratkan agar franshisee ikut terlibat aktif dalam pengelolaan dan pengembangan usaha. Alasan franchisor golongan ini adalah bahwa bisnis frnachise bukanlah bisnis yang 100% berhasil. Diperlukan kiat dan passion dari franchisee untuk berhasil agar kerjasama franchise memberikan hasil seperti yang diharapakan. Kalaupun ada franchisor yang sudah sangat mapan sehingga hanya diperlukan ketrlibatan minimal dari franchisee, umumnya franchise ini sangat mahal dan membutuhkan modal yang sangat besar. (KFC dan Mc D adalah contoh bisnis franchise yang sudah sangat mapan dan membutuhkan ketrerlibatan minimal dari franchisee. (Sayangnya bisnis ini membutuhkan modal tidak kurang dari 3M dan dikelola sendiri oleh mater franchise atau tidak di sub-franchisekan).
Pendapat kedua adalah yang menyarankan kita agar memilih jenis usaha yang sesuai dengan minat kita, sehinga kita bisa terlibat dalam bisnis yang kita miliki tanpa harus merasa terbeban (karena kita memang menyukainya). Saya sendiri lebih setuju dengan pendapat kedua ini. Dengan memilih usaha yang sesuai dengan minat kita, kerugian di masa awal usaha bisa kita anggap sebagai biaya “sekolah” yang harus kita bayar tanpa terlalu banyak membebani pikiran. Pilihan jenis usaha yang sesuai dengan minat kita juga lebih besar peluang berhasilknya karena keterlibatan dan kesungguhan kita dalam menjalankan usaha juga lebih total. Jika usaha sudah jalan dan menguntungkan, wirausaha yang memilih usaha model ini, akan mendapatkan keuntungan ganda. Bisa melakukan hobi atau kesukaannya dan dibayar (mendapat keuntungan) pula. Meski demikian, jika memilih bisnis franchise, maka mereka yang tertarik dengan pilihan kedua ini harus lebih berhati-hati dan lapang dada. Sistem dan Sop yang disediakan franchisor bisa jadi lebih besar kemungkinan untuk tidak diikuti sehingga dapat mengurangi peluang untuk berhasil. Jadi, bisnis dengan resiko minimal apa yang akan Anda pilih untuk memulai berwirausaha?
Handi Pramono
Penulis, guru dan wirausahawan