
Setiap franchisor pasti ingin mereknya dikenal. Tidak mudah, dan juga bukan tidak mungkin bagi Anda yang ingin membangun merek bisa mengalahkan merek-merek yang sudah bertengger kuat. Bagaimana caranya dan darimana mulainya?
Mendiola Wiryawan, Brand Experience Designer dan Penulis Kamus Brand menjelaskan, membangun merek adalah investasi yang membutuhkan pengorbanan daya, dana, dan waktu. “Ini paradigma yang harus dimiliki ketika seseorang memiliki bisnis franchise,” katanya.
Dia menjelaskan, membangun merek itu perlu perencanaan strategis, alokasi budget yang sesuai, dan eksekusi yang taktis serta berkesinambungan dalam membangun sebuah Brand. “Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, karenanya perlu ekspertis khusus yang mengatur sinergi semua pihak (stakeholder) untuk membuat pesan Brand konsisten dan progresif,” katanya.
Menurutnya, banyak pemilik bisnis yang tidak berpengalaman dan menganggap brand adalah sesuatu yang mudah, hanya sebatas aktivitas komunikasi marketing. “Ini adalah salah besar. Perlu keahlian dalam membangun Brand, dan mensinergikannya dengan bisnis sehingga hasilnya sesuai seperti yang diharapkan,” ungkapnya.
Dari mana memulainya? Mendiola menjelaskan, membangun merek harus mulai dari produk dan servis yang baik dan memiliki nilai lebih dari kompetitor. “Tanpa menjadi berbeda proses membangun brand akan menjadi sangat sulit,” katanya.
Jahja B Soenarjo, pengamat franchise dari Direxion Consulting dan juga Ketua Umum CEO Business Forum Indonesia, ketika pertanyaan dari mana dia akan memulai membangun merek, dia menjelaskan, Pertama, harus dimulai dengan dimensi merek dulu, yaitu meliputi identitas merek secara komprehensif dengan semua elemennya, baik penamaan (brand-naming) logo, pewarnaan, aplikasi konsep dalam semua aspek visual. “Nama yang mudah diucap, mudah diingat, unik, dengan disain dan tatawarna yang atraktif, catchy, akan lebih mudah melekat di benak konsumen.” katanya.
Kedua, dilanjutkan dengan merumuskan slogan atau semacam statement untuk mengusung merek agar secara asosiatif lebih mudah menancap dibenak konsumen, komunikatif dan praktis, contohnya : Kopiko – Gantinya Ngopi. KFC pun yang asli Amerika punya slogan lokal yang cukup kuat : Jagonya Ayam.
Ketiga, lakukan komunikasi pemasaran yang terintegrasi dengan mengedepankan aspek membangun merek (brand-building) melaui ekspos merek secara masif. Kalau modalnya besar, ya beriklan di media cetak dan layar kaca yang pembacanya banyak. Tapi bila hanya Business opportunity (BO), cukup dengan membuat berbagai event fenomenal atau semacam happenings agar menjadi word-of-mouth, pembicaraan banyak orang. Misalnya, untuk pedagang cakwe membuat acara Rekor Cakwe Terpanjang, atau Restoran Bakmi membuat lomba makan mie paling pedas.
Keempat, bangun komunitas pelanggan sekaligus tingkatkan percepatan popularitas secara efisien dengan bantuan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan mediansosial lainnyal. “Komunikasi pemasaran bisa lebih murah dengan cara penularan lewat jejaring sosial dan menciptakan kehebohan,” katanya.
Sementara itu, pengamat pemasaran dari Prasetya Mulya Prof. Agus W. Soehadi menjelaskan, kata kunci dalam membangun merek yang besar adalah konsumen harus memiliki knowledge terhadap merek yang ingin dibangun. Dengan kata lain “sosok” seperti apa yang ingin dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek itu.
Sebagai contoh “sosok” merek KFC dikenal sebagai jagonya ayam, atau McDonald sebagai jagonya burger.
Prof. Agus pun menjelaskan, membangun merek dimulai dengan pemberian merek yang terasosiasikan dengan “sosok” yang akan dibangun. “Langkah pertama dalam memperkuat “sosok” adalah harus terlihat beda sehingga mudah terlihat diantara para pesaing atau pemain yang ada di pasar tersebut. Untuk itu perlu dirumuskan secara rinci manfaat fungsional maupun emosional yang dapat dirasakan oleh konsumen,” katanya.
Ketua AFI, Anang Sukandar menjelaskan, membangun merek itu sulit dan membutuhkan konsistensi serta harus konsekwen. Selain itu, prosesnya pun menghajatkan bajet yang tidak sedikit.
“Waktunya pasti lama, meski tidak ada ukurannnya. Karena memang tidak mudah untuk membangun merek. Selain itu, harus melakukan program promosi dan branding yang berkesinambungan, dan sekaligus juga harus menjaga kualitas produknya,” kata Anang.
Menurut Anang, edukasi merek itu mahal. Tapi bajet yang besar pada saatnya akan sebanding dengan hasil yang akan diraihnya.
Peluang dan Tantangan
Prof. Agus W. Soehadi menjelaskan, semua pemain mempunyai peluang untuk memiliki merek besar sejauh mereka konsisten dalam mengelola mereknya dan selalu mengikuti perkembangan dinamika perubahan perilaku pelanggannya maupun gerak gerik para pesaing.
Menurut Prof. Agus, tantangan terbesar dalam membangun merek besar adalah kejelian dalam melihat dan menganalisis bahwa ‘sosok’ yang akan dibangun dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. “Maka itu pengetahuan terhadap konsumen maupun gerak gerik pesaing menjadi penting,” katanya.
Karena itu, para pemain dituntut untuk melakukan beberapa langkah. Pertama adalah pendefinisian secara baik “arena” bermain dari merek yang akan dibangun. “Pilih “arena” yang dipastikan membuat mereki itu unggul dari pesaingnya,” katanya.
Prof. Agus menggambarkan “arena” yang dimaksud itu yang dilakukan oleh JCo dalam membangun mereknya. Ketika itu, papar Agus, pesaing utama mereka terlena dengan posisi dominannya sehingga tidak begitu mengikuti dinamika pasar dengan ditandai sedikit sekali produk baru diluncurkan setiap tahunnya.
Selain itu, lanjutnya, sebagian besar outlet pemain utama saat itu berada pada posisi “stand alone” atau terpisah dari pusat perbelanjaan. Kalaupun berada di pusat perbelanjaan, merek utama sebelum JCo muncul, tidak berada pada pusat perbelanjaan papan atas.
“Peluang ini yang dilihat oleh pihak JCo. Dan fokus di arena tersebut. Dalam waktu tidak terlalu lama JCo. berhasil menancapkan “sosok” yang positif dibenak konsumennya. “Arena” bermain yang jelas akan banyak membantu dalam langkah-langkah berikutnya baik dalam pengembangan produk, pilihan lokasi, pemilihan brand ambassador, event yang dijalankan di setiap outlet dan promosi.
Namun begitu, Prof. Agus juga mengingatkan, ada unsur penting yang paling mendukung sebuah merek. Yaitu, produk atau layanannya harus unggul, disukai, dan memiliki keunikan. “Merek yang kuat umumnya memenuhi ketiga indikator tersebut,” katanya.
Mendiola mengingatkan, bagi para pemain yang sudah memiliki merek yang kuat, mereka harus menjaga mereknya sebaik mungkin. Menjaga merek tetap berada di posisi hebat sama sulitnya dengan membangun merek. “Menjaga kredibilitas sebuah merek pun membutuhkan effort yang besar seperti saat membangunnya,” katanya.
Cara menjaganya, tutur Mendiola adalah mempertahankan segala sesuatu yang sudah dipersepsikan baik, sambal terus mencari kemungkinan untuk lebih baik.