

Lesunya pertumbuhan ekonomi di Indonesia berimbas pada melambatnya berbagai kegiatan bisnis. Salah satunya adalah sektor bisnis franchise. Sepanjang tahun ini laju pertumbuhan industri franchise juga sedikit banyaknya turut kena imbas. Beberapa pelaku bisnis franchise tidak segiat tahun lalu dalam melakukan ekspansi. Meski demikian, ada juga beberapa merek franchise baru yang muncul ke permukaan.
Menariknya, beberapa pemain baru ini menjual produk dan bisnis dengan konsep luar negeri. Dengan kata lain, beberapa merek meniru konsep franchise luar negeri dan dikembangkan lewat franchise juga di Indonesia.
Sebut saja bisnis waffle, bubble tea, ice cream, snack tawain, thai tea, korean street, dan inovasi baru seperti Se’i Sapi yang tengah trend dan sebagainya. Tentu sah sah meniru konsep dan produk franchise negeri maupun modifikasi konsep khas daerah.
Meniru konsep luar sebetulnya bukan hal yang baru. Malah sudah menjadi budaya dalam suatu bisnis. Jepang, China dan beberapa negara Asia lainnya juga menggukanakan konsep ATM, yakni Amati, Tiri dan Modifikasi. Memang seharusnya begitu. Jepang pernah meniru konsep BMW punya. Tapi mereka tidak asal meniru, melainkan dipelajari secara detail, dipreteli, dimodifikasi, dan dibuat inovasi baru. Sehingga punya sautu keunggulan, tidak asal jiplak saja secara mentah-mentah.
Begitupula China. Negara ini juga sangat pandai mengadopsi produk negara barat. Negeri Tiongkok ini berhasil mengadopsi alat-alat kesehatan, IT, dan smartphone. Bahkan ada pepatah, apa yang tidak dilakukan China. Apa saja bisa mereka buat produk KW-nya. Dan mereka cukup berhasil menciptakan produk adpisian yang tidak kalah unggul dengan produk aslinya.
Di Industri franchise juga banyal yang mengadopsi produk luar dan cukup berhasil. Contohnya adalah J.CO Donuts. Merek ini cukup berhasil mengadopsi konsep yang kabarnya Krispy Kreme. Johnny Andrean cukup pintar mengadopsi produk tersebut dengan inovasi yang baik. Ia melakukan inovasi dengan membuat donuts dengan tekstur yang krispy lazimnya Kripsy Donuts, namun dimodifikasi rasanya tidak terlalu manis dan variatif sehingga lebih mengena di lidah masyarakat Indonesia.
Ron Muller, yang pernah membesarkan Pizza Hut di Indonesia juga pernah mengadopsi konsep produk tersebut dengan membuat Papa Rons Pizza begitu ia tidak lagi menjadi master franchise Pizza Hut. Di Awal-awal memamg cukup berhasil. Tapi sayang belakangan Papa Rons Pizza harus mengakui keperkasaan Pizza Hut yang sudah terlanjur besar di Indonesia.
Jadi boleh-boleh saja budaya meniru dikembangkan di industri franchise. Apalagi di tengah lesunya ekonomi Indonesia. Jika tidak mampu membeli franchise luar negeri karena telampau mahal, ya boleh-boleh saja mengadopsi konsep dan produknya asal mampu dan tidak asalan. Harus seperti Johnny Andrean yang pintar mengadopsi dan memodifikasi sehingga mempunyai suatu diferensiasi dan keunggulan. Meniru untuk dipretelin dan diperbaiki yes, tapi kalau asalan no.
Anang Sukandar
Chairman Asosiasi Franchise Indonesia