Rajin Membaca Pangkal Kreatif

Rajin Membaca Pangkal Kreatif

Setiap seminar atau sharing yang saya berikan, sering muncul pertanyaan “Gimana sih caranya untuk terus kreatif? Kayaknya idenya gak habis-habis? Apa yang harus dilakukan pada saat habis ide?” Jawabannya sebenarnya banyak, salah satu yang mau saya highlights adalah membaca. Kalau orang dulu suka bilang: rajin menabung pangkal kaya, saya bilang rajin membaca pangkal kreatif.

Rajin membaca, baik itu buku ataupun majalah tentu akan memperkaya wawasan dan pengetahuan kita. As a start, buat yang ngak suka baca buku, beli buku yang bisa menjadi problem solve. Misalnya bingung kerjasama dengan teman kerja, beli buku soal team-working. Kalau baru di-promote dan bingung cara memimpin teman-teman yang sekarang notabene anak buah kalian, beli buku soal leadership yang khusus untuk new leader. Nah, kalau bingung kenapa sudah kerja sekian lama tidak juga di-promote, beli buku career development.

Nah, karena sifatnya problem solver, lebih seru membacanya karena langsung related. Setelah manfaatnya terasa, mudah-mudahan Anda bisa menjadikan reading as habit. Saya sendiri dulunya tidak suka membaca, jadi jangan takut untuk yang tidak suka membaca. Saya mulai suka membaca sebenarnya karena terinspirasi oleh cerita Sangaji dalam drama televisi ACI (Aku Cinta Indonesia) yang kerjanya membaca koran bekas namun jadi lebih pinter dibanding murid seusianya yang sekolah.

Sejak itu saya mulai mencoba untuk membaca. Setiap ke tempat teman yang punya banyak buku, saya pinjam. Jaman itu belum ada Aksara Bookstore atau Kinokuniya. Sekarang malah sangat nyaman pesan di Amazon.com kalau di toko buku langganan saya kebetulan tidak tersedia (jarang sih, koleksi buku baru sudah cukup update). Malah sekarang di Amazon.com kita bisa sneak preview buku yang mau kita beli, seperti kalau kita beli buku di toko buku biasa. Menyenangkan ya.

Semakin sering membaca, semakin terasa manfaatnya. Kalau soal marketing, banyak sekali buku favorit saya seperti The End of Marketing As We Know It, Raving Fans, Buzz Marketing, Purple Cow, Maverick at Work, 22 Immutable Laws of Branding, The Long Tail dan yang terakhir saya beli “The Houdini Solution: Put Creativity and Innovation to work by thinking inside the box” dimana kita diajarkan untuk tidak melulu berpikir out of the box sementara inside the box-nya belum dijalankan. Betul juga, lama-lama out of the box sudah over-used dan kadang karena mencoba terlalu out of the box jadi tidak relevan dengan brand maupun produknya sendiri.

Buku hanya menjadi wawasan. Menjadi inspirasi. Jangan ditelan bulat-bulat. Indonesia bukan Amerika ataupun bukan Inggris. Seperti membaca buku Rich Dad Poor Dad sekitar lima tahun yang lalu, bukan berarti saya langsung mau jadi entrepreneur. Tapi saya jadi mengerti bahwa kalau kita mampu sedikit berhemat, pelan-pelan let the money works me; not me for the money.

Kalau dulu Sangaji harus baca Koran bekas, sekarang jangan lupa kita punya kamus dan Koran terbesar di dunia, internet. The best technology ever created yang memudahkan kita untuk tahu lebih banyak soal dunia.

Semakin hari biaya akses internet semakin murah, malah ada kecenderungan dari beberapa resto memberikan free internet untuk yang memesan makanan disana. Kantor pun semakin mobile, saya sering bertemu dengan teman-teman saya dari perusahaan besar maupun kecil yang sekarang kantornya pindah dari satu mall ke mall yang lain. Selama bisa telpon, sms dan check email everything will be okay. Bagus juga karena kita jadi gak bosan dan bisa jadi makin kreatif tentunya.

Yoris Sebastian