Panduan Penting Membeli Waralaba

Menjalankan outlet waralaba tak selamanya berujung sukses. Tidak sedikit yang gagal dan bangkrut di tengah jalan. Untuk meraih kesuksesan sebagai terwaralaba (fanchisee), diperlukan kesiapan dan kesungguhan dari para calon franchisee tersebut. Oleh karena itu, dengan jumlah franchisor yang semakin banyak, yang menawarkan sistem waralaba, dan sektor usaha yang makin luas, maka semakin banyak alternative yang harus dipilih.

Bila tidak bisa membedakan dan menyeleksi secara benar dari sejumlah merek itu, karena kurangnya informasi dan pengetahuan waralaba, apalagi dibutuhkan tahapan yang panjang untuk memperoleh merek/mitra usaha yang terbaik, maka membeli franchise yang tepat itu memang tidak mudah. Diperlukan penelitian yang mendalam dari calon franchisee ataupun bantuan dari konsultan atau advisor waralaba yang berpengalaman. 

Untuk memburu sebuah merek waralaba terbaik di dalam maupun diluar negeri, dibutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang cukup mahal, terlebih untuk memburu merek luar negeri. Johny Andrean misalnya, untuk menjadi master franchisee Breadtalk dibutuhkan waktu beberapa bulan, bahkan harus keliling dunia dulu, sampai akhirnya ketemu merek favorit dan produk yang sangat digandrungi konsumen di dalam negeri.

Untuk melakukan pemilihan usaha waralaba yang cocok dan potensial, setidaknya mempertimbangkan 8 aspek yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah seberapa besar peluang pasar yang ada sesuai dengan target pasarnya. Seberapa besar jumlah pemasok perusahaan tersebut. Kemudian mencakup kemudahan metode bisnis, nilai investasi, pengalaman dan kemampuan tenaga kerja, tipe pasar dan konsumen, target penerimaan dan tingkat pengembaliannya. 

Kejelian memilih waralaba sebenarnya hanyalah sebagian dari serangkaian kiat sukses di bisnis waralaba. Maklum, faktor sukses dalam mengembangkan bisnis waralaba memang cukup multi dimensional, termasuk aspek mental dan jiwa kewirausahaan dari para calon franchisee yang harus dimiliki. Memang benar berbisnis waralaba berpotensi sukses lebih besar ketimbang membangun usaha sendiri. Diantaranya karena telah memiliki sistem dan merek yang kuat dari pewaralaba (Franchisor). Namun, bisnis ini tetap membutuhkan keterlibatan dan perhatian penuh investor.

Sebelum memutuskan untuk membeli franchise tertentu, terlebih dahulu harus dilakukan perhitungan capital budgeting yang berkaitan dengan aspek penyediaan modal dan analisa arus kas (cas flow), perhitungan rugi laba (profit and loss), serta resiko keuangan (financial risk). Biaya pengeluaran awal seperti initial franchisee fee, biaya pembelian barang perlengkapan, sewa ruangan kantor, dan lainnya harus dihitung secara teliti. Beban biaya sebagai franchisee biasanya lebih kecil dari pada master franchise (yang menguasai suatu kawasan dan bertindak sebagai wakil franchisor di suatu negara/kawasan tertentu). Selain itu perlu dicek apakah franchisee fee itu dapat dicicil dan refundable atau tidak, serta mencakup biaya apa saja.

Kenyataannya, tak semua bisnis yang dikembangkan dengan waralaba benar-benar mampu mendatangkan untung bagi investor sebagaimana dijanjikan pewaralabanya. Maklum, tak sedikit bisnis yang sebenarnya belum terbukti menguntungkan dan citra mereknya juga belum cukup kuat, tetapi buru-buru dikembangkan secara waralaba, karena pemiliknya hanya ingin mengejar fee waralaba dan initial fee. Sebab itu, investor yang ingin sukses memiliki bisnis waralaba memang dituntut hati-hati.

Untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi calon franchisee, maka bisa menggunakan konsultan franchise yang berpengalaman untuk menghitung biaya investasi dan proyeksi finansial. Konsultan franchise dalam hal ini berperan sebagai penghubung antara franchisor dengan calon franchisee-nya guna mempertemukan kesamaan pandang dan asumsi dalam memperhitungkan investasi dan proyeksi penjualan serta potensi keuntungan. Berbagai  resiko perlu dihitung, seraya meneliti bantuan teknis apa saja yang disediakan oleh franchisor, baik pada tahapan persiapan, pemilihan lokasi, tahap pra-pembukaan, pembukuan, dan opeasi usaha franchise. Selain bantuan teknis, umumnya franchisor menyelenggarakan penjelasan umum tentang sistem yang dimiliki franchisor.

Proses Panjang

Seorang calon franchisee biasanya harus melakukan proses yang panjang untuk mengambil keputusan dalam membeli franchise yang cocok, bila tidak membatasi pada produk/jasa yang sesuai dengan minat, hobi dan kemampuan modal atau ketersediaan lokasi usaha. Untuk memilih waralaba tertentu harus dikaji dulu bidang usaha yang paling diminati, memiliki potensi pasar yang besar dan sesuai dengan kemampuan teknis dan financial yang dimiliki. Dengan demikian, untuk memilih sebuah merek pilihan, harus memiliki informasi bisnis katagori utama dan sejumlah calon franchisee yang diperoleh di sumber yang bisa dipercaya. Jadi memang cukup sulit bagi para pemula calon franchisee, sekalipun informasi saat ini semakin mudah, karena tidak semua franchisor terbuka dan tidak semua calon franchise mau datang ke pameran berkala atau konsultan berpengalaman.

Dengan mengetahui kemampuan, posisi, hobi dan minatnya, akan bisa mempermudah untuk menyeleksi franchise yang cocok dan menguntungkan. Artinya, bagi para investor yang pernah membuka dan mengenal operasi waralaba, sebenarnya tidak terlalu sulit. Persoalannya, para calon franchisee umumnya enggan menanyakan secara detil kepada calon mitra franchisor, apalagi kepada para konsultan independen maupun membeli buku, karena dianggap akan terlalu lama dan mengeluarkan biaya yang besar. Padahal dengan kesalahan awal memilih jenis usaha, partner/franchisor, lokasi usaha hingga SDM calon pengelola akan terkait dengan resiko kegagalan usaha  yang mencapai ratusan juta rupiah. 

Bagi investor yang ingin mencoba berbisnis dengan membeli waralaba, ada tahapan-tahapan penting yang sebaiknya dijalankan. Antara lain: sebelum memulai segalanya calon pembeli melihat posisinya, baik latar belakang pendidikan, bidang bisnis yang diminati, maupun pengalaman bisnis dan organisasi terkait. Dengan kegiatan bisnis sendiri sebagai introspeksi, apakah memang suka berhubungan dan mengelola orang lain serta pernahkah punya pengalaman gagal-sukses dalam mengelola orang? Juga perlu dilihat kemampuan keuangannya, termasuk seberapa banyak aset likuid yang dimiliki, jumlah uang yang dimiliki yang siap diinvestasikan dan dikembangkan untuk membeli waralaba. Mengetahui posisi keuangan, minat, pengalaman dan kemampuan berbisnis akan sangat membantu dalam mengarahkan pilihan bidang waralaba yang cocok dan berpotensi sukses dimasa depan.

Strategi yang tetap untuk pemilihan waralaba oleh calon franchisee yaitu, pilihlah jenis waralaba yang sesuai dengan hasrat dan minat Anda (sektor usaha terpilih yang fokus), yang Anda yakin akan berkembang (usahakan melalui survey dan investigasi yang benar) dan menguntungkan dalam jangka pendek dan jangka panjang (terbukti outlet-outlet yang ada berjalan secara menguntungkan). Hindari memilih jenis waralaba untuk sekedar ikut trend dan sedang banyak digemari semata.

Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan kriteria yang harus dimiliki oleh perusahaan pewaralaba unggulan calon mitra usaha, antara lain :

  1. Memiliki brand name yang cukup dikenal luas, di Indonesia khususnya
  2. Memiliki tingkat kesuksesan outlet yang cukup besar 90% keatas (track Record) dalam 1 tahun terakhir dengan tingkat keuntungan yang diatas 30%.
  3. Memiliki sistem aplikasi manajemen dan pemasaran yang mudah dan menguntungkan di bandingkan dengan merek dagang usaha sejenisnya.
  4. Merek dagang yang difranchisekan sudah didaftarkan pada kantor HAKI  
  5. Memiliki SOP/operating manual terhadap produk/jasa yang di-franchise-kan 
  6. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan atau izin dari Departement teknis terkait.
  7. Memiliki reputasi sebagai pengusaha waralaba yang maju dan berprestasi

Memang tidak mudah untuk memilih waralaba terbaik saat ini, karena para franchisor umumnya senantiasa menutupi kekurangannya dan bicara terlampau optimistis. Merek waralaba yang sebaiknya dipilih tentu yang keuangannya benar-benar solid atau dalam kondisi perusahaan dan jaringan outlet yang masih berkembang terus. Jangan sampai membeli hak waralaba dari perusahaan yang sakit atau yang mulai dijauhi oleh konsumen, sehingga potensial mengalami kebangkrutan. Karena itu, sebisa mungkin calon pembeli waralaba melakukan due diligence secara diam-diam atau melakukan investigasi khusus hingga marketing intelligence melalui berbagai sumber dan metode kepada calon franchisor.

Carilah informasi sebanyak-banyaknya soal kinerja franchisor itu, mulai soal kepuasan pelanggan, kepuasan franchisee, hingga reputasi pewaralaba di hadapan para supplier dan bankir. Selanjutnya fokus investigasi dan analisa tentang tawaran waralaba atau prospectus yang ditawarkan, mencakup sejumlah fee dan kontrak-kontrak ikatan yang ada, dan bandingkan dengan waralaba sejenis lainnya yang juga potensial dibeli calon franchisee. Pada intinya, cari informasi sebanyak mungkin terhadap franchisor agar tak tertipu dikemudian hari.

Bila seorang calon franchisee salah dalam pengambilan keputusan dalam memilih merek dagang/partner usaha waralaba, maka akan menimbukan kerugian kedua belah pihak. Disamping outletnya bisa tutup dalam waktu cepat, juga akan menurunkan brand image dari merek dan perusahaan waralaba tersebut. Dalam hal ini, calon terwaralaba (franchisee) diharapkan untuk tidak mudah terlena oleh penawaran-penawaran dan ketentuan dari sebuah franchise, dan waspada akan beberapa hal yang tidak dilakukan oleh franchisor antara lain:

  1. Klaim bahwa produk dan jasa akan dapat dijual dengan sangat mudah, produk yang super laris, dan keuntungan luar biasa besar.
  2. Franchisor tidak dapat memaparkan rencana pengembangan jangka panjang dari bisnisnya.
  3. Franchisor tidak meng-ekspos statistik dan laporan keuangan secara detail dan transparan.
  4. Tidak terdapat aktivitas promosi ataupun beriklan yang memadai.
  5. Minimnya support dari kantor pusat pewaralaba.
  6. Kontrak yang tidak memadai dan cenderung merugikan.
  7. Klaim untung terlihat sangat besar dengan investasi sangat minim. 
  8. Ketidakmampuan franchisor untuk memaparkan laporan keuangan yang menunjukkan keberhasilan usahanya.
  9. Tidak adanya informasi pimpinan (direktur utama atau eksekutif) yang jelas.
  10. Kontrak yang diberikan tampak terlalu mudah dan bersifat jangka pendek (tidak meng-cover jangka panjang)
  11. List testimoni yang sangat memuaskan bahkan berlebihan dari pelanggan ataupun terwaralaba lain.
  12. Janji kembali modal yang sangat cepat dan tidak wajar.
  13. Laporan keuangan yang tidak mencerminkan kondisi keuangan yang sesungguhnya