Menilai Proyeksi Keuangan Franchisor

Menilai Proyeksi Keuangan Franchisor

“Beli Franchise kami, dijamin untung, Tidak mungkin rugi!” seruan atau marketing pitch yang seperti ini sering kali kita dengar dari franchisor atau penjual business opportunity di Indonesia maupun dari franchisor asing. Jangan lupa, membeli franchise atau business opportunity adalah membeli sebuah format usaha yang juga bisa gagal atau rugi karena banyak faktor yang mungkin terjadi selama menjalankan usaha tersebut.

Membeli franchise hanyalah memperbesar kesempatan untuk berhasil dengan membeli format usaha yang sudah terbukti berhasil. Tetapi tidak berarti bahwa franchise yang Anda beli itu “kebal” terhadap seluruh rintangan dan problema dalam menjalankan sebuah usaha. Anda, sebagai calon pembeli franchise harus dapat paling tidak menilai kinerja dan potensi dari usaha yang akan Anda beli.

Salah satu hal yang harus diperhatikan dan mungkin yang terpenting untuk dipelajari adalah proyeksi keuangan yang ditunjukan oleh franchisor kepada calon pembeli franchisenya. Karena, proyeksi ini akan menjadi landasan dari misi investasi dan tujuan (goal) dari investasi Anda. Tentu saja, jarang sekali ada franchisor yang menunjukan “raport” yang merah kepada calon pembelinya, tetapi sering kali raport ini “didandani” sedimikian rupa sehingga terlihat sangat menarik dan sayang untuk dilewati.

Berikut ini contoh yang bisa membantu Anda  dalam menilai proyeksi keuangan yang ditunjukan oleh franchisor.

Tabel 1. Rincian Investasi Restaurant XYZ

Franchise FeeRp. 100.000.000,-
Investasi 
        Peralatan dapurRp.   70.000.000,-
        RenovasiRp. 240.000.000,-
        Papan MerekRp.   15.000.000,-
        PerabotanRp.   50.000.000,-
        Lain-lain dan modal usahaRp.   50.000.000,-
Total InvestasiRp. 525.000.000,-
Periode Franchise5 tahun
Royalty fee5 % dari net sales

Tabel 2. Proyeksi Pendapatan Restaurant XYZ (Per Bulan)

Omset BersihRp. 120.000.000,-
Royalty (5%)Rp.     6.000.000,-
Harga Pokok Penjualan (35%)Rp.   42.000.000,-
Biaya Operasional 
        Sewa TempatRp.   20.000.000,-
        Gaji KaryawanRp.   24.000.000,-
        Listrik, Telepon dan AirRp.     5.000.000,-
        Bonus KaryawanRp.     2.500.000,-
  
EBITDARp.   20,500,000,-
Proyeksi Balik Modal (Payback period)26 Bulan
Proyeksi keuntungan dari Investasi (ROI)46,85% (per tahun)

*. Data dalam dua tabel diatas adalah untuk keperluan ilustrasi dan tidak menyangkut merek usaha apapun.

Untuk keperluan ilustrasi, sebut saja sebuah restaurant XYZ menawarkan paket franchisenya seperti yang tertera pada table 1. Dalam tabel tersebut disebutkan bahwa franchise fee yang diminta oleh restaurant tersebut adalah 100 juta rupiah untuk periode selama 5 tahun. Ini adalah biaya franchise yang harus dibayarkan kepada franchisor diawal perjanjian franchise dan biasanya dibayarkan secara langsung tanpa diangsur (lump sum). Disebutkan juga bahwa total biaya investasi untuk sebuah outlet franchise restaurant XYZ adalah sebesar 525 juta rupiah sudah termasuk franchise fee. Jika Anda perhatikan dengan baik, franchisor XYZ juga sudah mencantumkan biaya untuk modal usaha (working capital) untuk menjalankan usaha franchisenya. Ini adalah biaya yang mungkin dibutuhkan oleh franchisee dalam menjalankan usahanya untuk bulan-bulan pertama guna mengantisipasi apabila pada masa tersebut restaurantnya belum menghasilkan omset yang cukup untuk membiayai pengeluaran yang ada. Jadi, sebetulnya dana yang harus Anda keluarkan sesungguhnya hanyalah 475 juta Rupiah, karena 50 juta rupiah yang dicantumkan disana adalah untuk keperluan operasional setelah outlet-nya dioperasikan.

Apabila proyeksi keuangan yang diberikan oleh franchisor pilihan Anda belum menyertakan keperluan modal usaha, maka Anda harus menambahkan sendiri kira-kira 1 atau 2 bulan biaya operasional untuk modal usaha Anda. Perlu Anda perhatikan juga, biasanya proyeksi keuangan dari franchisor tidak termasuk tempat usaha. Ini disebabkan biaya sewa awal tempat yang demikian variatif tergantung dari lokasi yang and pilih, sebagai contoh menyewa tempat di mal biasanya jauh lebih mahal daripada menyewa ruko, atau tempat yang calon franchisee mungkin sudah memiliki tempat yang sudah siap untuk dipakai.

Pada tabel 2, franchisor memberikan ilustrasi performa dari franchise yang akan beli. Disini ditunjukan bahwa rata-rata omset harian dari restaurant XYZ adalah 4 juta Rupiah atau 120 juta Rupiah per bulan. Tentu saja, hasil perkiraan omset ini bukan hanya tergantung dari merek franchise itu saja, melainkan kombinasi dari berbagai macam faktor dalam menjalankan sebuah usaha pada umumnya seperti lokasi, kompetisi di sekitar lokasi tersebut, pangsa pasarnya, kemudahan aksesnya, luas tempat parkir, dan lain-lain. Anda dan franchisor harus bisa memadukan seluruh faktor tersebut dan menyimpulkan apakah target dari omset bisa tercapai atau tidak. Jangan lupa, merek usaha yang bagus sekalipun, seperti McDonald’s misalnya, dapat gagal apabila beroperasi di lokasi yang buruk.

Pada ilustrasi yang sama, disebutkan bahwa franchisee dapat mengantongi laba sebesar 20,5 Juta Rupiah per bulannya berdasarkan perhitungan pengeluaran yang diberikan oleh franchisor. Yang perlu diperhatikan adalah, apakah anggaran pengeluaran ini sudah cukup realistis? Apakah pengeluaran yang diproyeksikan sama seperti yang dilakukan oleh franchisor? Apakah biaya operasional sudah efisien dan merupakan anggaran yang paling rendah untuk menjalankan outlet franchise Anda secara efektif? Apabila Anda merasa biaya yang diroyeksikan oleh franchisor kurang realistis, maka cobalah rundingkan dengan pihak franchisor dan mintalah penjelasan yang jelas dari mereka. Kalau memungkinkan, mintalah laporan keuangan franchisor agar dapat dicocokan dengan proyeksi yang ditawarkan.

Ada beberapa faktor yang mungkin dapat menyebabkan performa outlet franchise Anda sangat jauh berbeda dengan apa yang diproyeksikan franchisor, seperti jarak pengiriman bahan baku, daya beli masyarakat di sekitar lokasi, harga bahan baku, dan lokalisasi harga. Sebagai contoh, apabila franchisor Anda berbasis di Jakarta dan Anda akan membuka outlet franchise di Samarinda, Kalimantan Timur, maka secara otomatis proyeksi keuangan yang diberikan oleh franchisor tidak lagi realistis untuk digunakan sebagai acuan untuk berusaha di Samarinda. Biaya pengiriman dan harga bahan baku layaknya lebih mahal sehingga harga jual pun harus disesuaikan agar dapat menghasilkan keuntungan yang sehat.

Franchisor juga biasanya memproyeksikan lamanya usaha franchise yang ditawarkan akan kembali modal (payback period). Biasanya lama balik modal dihitung dengan cara membagi investasi awal dengan laba per bulan (EBITDA atau Free Cash Flow) . Payback Period = (Initial Investment / EBITDA)

Sebenarnya cara ini tidaklah sepenuhnya benar, karena perhitungan ini tidak mengikutsertakan perhitungan suku bunga (time value of money). Yang dimaksud di sini adalah, jumlah uang yang sama pada waktu sekarang, misalkan uang sebesar 100 juta Rupiah dalam lima tahun mendatang, dengan tingkat suku bunga sebesar 10% (discount rate), hanya bernilai sebesar 62,1 juta Rupiah pada saat ini, dengan rumus Net Present Value (NPV) = 100/[(1+10%)5]. Jadi apabila persentase return (ROI) yang didapat dari investasi itu kurang dari suku bunga deposito, Anda lebih baik menyimpan uang Anda di bank dan tidak perlu mengambil resiko dalam berbisnis.  

Franchise yang baik dan sehat harus dapat mengembalikan modal usaha dibawah tiga tahun pertama. Kebanyakan franchise menawarkan payback period antara 2 – 3 tahun pertama, sehingga franchisee dapat menikmati keuntungan usaha paling tidak di 2 tahun terakhir dari masa kontrak. Apabila franchisor Anda memproyeksikan kembali modal di atas 3 tahun atau bahkan 4 tahun, jangka ini terlalu beresiko karena berarti arus pendapatan yang Anda dapatkan tidak cukup besar untuk mengembalikan modal dasar yang Anda tanamkan dalam jangka waktu yang relatif pendek.

Mungkin Anda dapat bernegosiasi dengan franchisor untuk dapat memperpanjang masa franchise menjadi 7 atau 8 tahun untuk mengurangi resiko investasi Anda. Pada ilustrasi Restaurant XYZ, franchisor memproyeksikan kembali modal dalam 26 bulan. Ini berarti, dengan mempertahankan rata-rata penjualan sebesar 4 juta Rupiah per hari, investasi Anda dapat kembali dalam waktu 26 bulan. Figur ini cukup baik, karena apabila merek usaha yang sudah terkenal, memiliki cita rasa yang unik, dan dioperasikan pada lokasi yang baik, sebuah restaurant dapat meraup penjualan sebesar 5 sampai 10 juta per hari, atau lebih. Jadi, dalam menilai proyeksi keuangan franchisor, Anda juga harus dapat menilai potensi dan merek yang Anda beli untuk dapat menyimpulkan apakah proyeksi tersebut konservatif atau terlalu muluk-muluk.