Mengelola SDM di Bisnis Franchise

Mengelola SDM di Bisnis Franchise

Mayoritas pelaku usaha franchise (franchisor) mengatakan, tantangan internal terbesar ketika bisnisnya sudah menggurita adalah pengelolaan sumber daya manusia (SDM) atau people manage. Lantas, bagaimana pengelolaan SDM yang baik sehingga dapat menciptakan sebuah tim kerja yang berkualitas dan solid?

Menurut Firdanianty, jurnalis dan pemerhati SDM, faktor manusia memiliki peran strategis dalam mendukung kesuksesan sebuah organisasi. Sebab, keberhasilan maupun kegagalan usaha, khususnya bisnis franchise, tergantung pada kualitas SDM yang mengelolanya. Bisnis franchise yang didukung orang-orang yang kompeten akan mampu bersaing di pasar. Pasalnya, Firda menambahkan, para karyawan dapat memahami perannya dengan baik dalam pekerjaannya masing-masing. “Mereka bekerja bukan sekedar menjalankan tugas dari atasan. Orang-orang kompeten akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh (menggunakan hati) karena tujuannya adalah kepuasan pribadi,” ulas Firda.

Ia melanjutkan, SDM yang memiliki kompetensi akan tertantang untuk berkontribusi dan memberikan yang terbaik dari dirinya untuk organisasi. Meski begitu, Firda menilai kompetensi yang baik saja tidak cukup. “Franchisor/franchisee harus membangun nilai-nilai perusahaan yang akan menjadi budaya organisasi (corporate culture),” imbuhnya.

Nilai-nilai tersebut digali dari dalam organisasi, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh karyawan dalam bekerja. Misalnya nilai kejujuran, disiplin, fokus kepada pelanggan, dan kerja sama tim. Di samping itu, karyawan juga harus disosialisasikan dengan prinsip 5-R yang biasa diterapkan di perusahaan-perusahaan besar, yaitu: rajin, rapi, resik, rawat, dan ringkas. “SDM dengan passion seperti itulah yang dapat mendorong kesuksesan bisnis franchise,” tandasnya.

Selain SDM berkompetensi, Firda juga mengatakan sangat mungkin muncul SDM nakal dalam organisasi franchise. Bentuk kenakalan SDM itu misalnya kurang melayani pelanggan sehingga orang merasa tidak nyaman datang ke tempatnya; tidak jujur/tidak amanah; suka berbohong atau sering mencari-cari alasan bila melakukan kesalahan; bekerja asal-asalan; sering terlambat; dll. Namun, kata Firda, hal itu tidak akan terjadi jika organisasi memiliki sistem yang jelas dan dijalankan dengan sungguh-sungguh.

“Dari awal franchisor harus membangun sistem yang akan menjadi rambu-rambu bagi karyawan dalam bekerja. Di perusahaan besar, peraturan kerja biasanya dituangkan dalam bentuk standard operating procedure (SOP). Franchise pun harus melakukan hal ini. Dengan SOP karyawan jadi tahu apa yang harus dan tidak boleh dilakukannya,” papar Firda. Di samping SOP, setiap franchise harus memiliki nilai-nilai yang akan memperkuat budaya organisasi. Dengan begitu, setiap orang bekerja berdasarkan pada nilai-nilai tersebut. Bila ada karyawan yang melanggar, maka harus diberi peringatan dan dikenakan sanksi. Sebaliknya, karyawan yang menerapkan aturan yang telah dibuat dengan sungguh-sungguh harus diberi apresiasi.

Proses seleksi SDM juga harus dilakukan dengan ketat. Sebab, proses seleksi (rekrutmen) bertujuan untuk mendapatkan karyawan yang kompetensinya sesuai dengan posisi atau pekerjaan yang ditawarkan. Memilih SDM yang tepat harus didasari pada kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan sejak awal.

Beberapa kriteria yang dianggap penting dalam kacamata Firda yaitu: Pertama, SDM harus memiliki kemampuan dasar yang dibutuhkan dalam bekerja. Misalnya, untuk posisi koki restoran yang diperlukan adalah orang yang memiliki keterampilan memasak. Artinya, kandidat harus mahir memasak berbagai macam menu masakan, dan menghasilkan makanan dengan cita rasa yang dapat memenuhi selera pelanggan.

“Biarpun berijazah sarjana, jika seorang kandidat tidak memiliki kemampuan dasar tersebut, maka ia tidak layak direkrut untuk posisi koki restoran,” sambung Firda. Untuk itu, di dalam proses seleksinya setiap kandidat tidak hanya dilihat persyaratan administrasinya saja, tetapi juga dicoba untuk memasak menu masakan. Dari situ akan terlihat kompetensinya, apakah dia sudah betul-betul mahir atau masih butuh pelatihan untuk bisa dikatakan mahir.

Kedua, selain kemampuan dasar yang berhubungan dengan profesi atau posisi yang ditawarkan, pemilik franchise juga harus menilai karakternya. Sehebat apa pun seseorang, jika tidak memiliki karakter yang baik maka akan menjadi masalah di kemudian hari. Karena itu, sangat penting memastikan bahwa orang yang direkrut memiliki karakter yang selaras dengan nilai-nilai perusahaan. 

Ketiga, hindari memilih karyawan berdasarkan azas saling kenal semata. Jika pemilihan karyawan hanya didasari pertimbangan tidak enak karena kenal atau saudara, maka akan sulit menerapkan profesionalitas dalam pekerjaan. Kendati yang melamar pekerjaan adalah teman atau saudara, jika tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan persyaratan maka harus berani ditolak.

Firda menambahkan, saat ini penting sekali mengecek latar belakang calon karyawan. Minimal, pemilik franchise tahu asal-usul keluarganya dan di lingkungan seperti apa dia dibesarkan. Sebab banyak terjadi, karyawan yang tampaknya baik-baik saja di kantor, ternyata terlibat suatu gerakan atau organisasi terlarang. Hal ini dikhawatirkan dapat menyeret karyawan lain yang sebelumnya tidak tahu menahu. Di samping itu, pemilik franchise sebaiknya mencari karyawan yang tinggalnya tidak jauh dari tempat bekerja.

Mengapa? Saat ini kondisi jalan di Jakarta semakin tidak karu-karuan. Jika karyawan tinggal tidak jauh dari tempat bekerja, maka dapat mengurangi waktu di jalan sehingga karyawan tidak kelelahan ketika sampai di tempat kerja. Tetapi jika terpaksa merekrut karyawan yang rumahnya jauh, sangat disarankan pemilik franchise menyediakan kamar untuk karyawan.

Sedangkan mengenai SDM yang solid dan loyal, Firda menuturkan, SDM yang solid dan loyal adalah yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki sense of ownership terhadap tempatnya bekerja. Orang yang perasaan memiliki terhadap perusahaannya sangat kuat, akan bekerja maksimal untuk kemajuan perusahaan. Dia bekerja bukan sekadar untuk mendapatkan gaji bulanan, tetapi juga mengejar kepuasan batin. “Karyawan yang bekerja karena mencintai pekerjaannya, tentu hasilnya akan sangat baik,” ujarnya.

Firda juga berpendapat. loyalitas tidak dibangun dalam semalam. Sebelum sampai ke level itu, pemilik franchise harus memberikan remunerasi (sistem penggajian) yang baik terlebih dahulu. Dengan demikian kebutuhan dasar karyawan dapat terpenuhi dan diharapkan karyawan bekerja dengan tenang. Karyawan yang sudah bekerja dengan sungguh-sungguh sangat layak mendapatkan penghargaan (apresiasi) yang tinggi.

Di samping gaji, pemilik bisnis franchise sebaiknya juga memberikan bonus yang dihitung berdasarkan kinerja masing-masing orang. Dengan begitu, karyawan akan terpacu untuk bekerja optimal karena kinerjanya dihargai. “Sering kali yang menjadi alasan karyawan keluar adalah karena mengejar gaji yang lebih tinggi. Selain itu, sikap atasan, jenjang karier dan suasana kerja yang kurang kondusif juga merupakan alasan kenapa karyawan berpindah ke perusahaan lain.”

Lalu, adakah standard khusus yang bisa dipakai untuk merekrut SDM agar solid dan loyal? Firda mengatakan, “tidak ada standard khusus. Menurut tesaurus bahasa indonesia, kata solid berarti kompak atau stabil. Kekompakkan karyawan bisa dibangun jika suasana kerja menyenangkan.” Suasana kerja yang menyenangkan bisa terjadi jika perusahaan telah menerapkan sistem yang membuat setiap orang bisa bekerja dengan nyaman. Misalnya, ada aturan main yang jelas, karyawan dihargai sebagaimana mestinya, pimpinan dapat memotivasi karyawan dan menjalankan perannya dengan benar.