Lisensi dan Franchise. Apa keistimewaannya?

Seringkali lisensi dan franchise dicampur adukan. Lisensi sendiri kalau diartikan adalah izin untuk menggunakan merek atau sebuah sistem. Waralaba juga mirip seperti itu. Awalnya pertama kali waralaba yaitu mesin jahit Singer, perusahaan otomotif, Coca Cola, yang menggunakan trade name atau product franchising. Itu sampai sekarang ada orang yang nyebutnya lisensi. Kalau aku itu lisensi yang berkembang menjadi format franchise. Itu awalnya dianggap franchise juga.

Jelasnya, lisensi dan franchise beda. Untuk mudahnya franchise itu lisensi ditambah program pemasaran atau lisensi plus pemasaran. Contohnya Coca Cola. Merek tersebut ada marketing program yang disertakan ke franchiseenya, Walt Disney buat Mickey Mouse dan Donald Duck. Itu kan tidak hanya bayar untuk karakter saja oleh licensee, tapi brandnya juga dibawakan. Kenapa itu saya katakan franchise? Karena brand dan ada marketing programnya. Franchisornya datang ke mal, mengadakan pameran dan bantu memasarkan. Jadi itu franchise kalau menurut saya, Lisensi Plus Marketing.

Tapi yang benar-benar franchise yaitu yang format bisnis. Mulai dari produk, SOP,  ada usahanya, keunikannya, kriterianya. Nah, itu merupakan format bisnis atau serangkaian lisensi-lisensi untuk mudahnya. Karena pemilik merek memberi izin atau bantuan tidak hanya sebatas di produk dan marketing semata, tapi mulai dari seleksi lokasi, SOP, sistem, proses produksinya dan sebagainya. Itulah yang disebut serangkaian lisensi-lisensi. Tekananannya, kalau lisensi lebih banyak ke produk, sedangkan kalau franchise ke usahanya.

Seperti buku. Itu kan produk yang bisa dilisensikan. Buku mengenai pengajaran karakter anak. Buku Anthony Robbin, Buku Yoga, dan sebagainya. Terutama di bidang pendidikan anak. Itu banyak sekali buku yang dipraktekan di sekolah, jadi menjadi usaha pelatihan dsb.

Lisensi bisa ada dua macam, yaitu yang tangible (yang berupa fisik) dan intangible (non fisik tapi buah karya dan pemikiran) seperti software, lagu yang diciptakan. Lagu yang dipakai di karaoke itu kan lisensi, pembuat lagunya menerima royalty. Jadi dalam lisensi itu tidak ada lisensi fee, tapi hanya royalti fee. Yang ada, franchise fee itu ya franchise.

Lalu apa keistimewaan lisensi? Lisensi memang lebih luas cakupannya, terutama yang intangible, kaya program Berpacu Dalam Melodi yang dipandu oleh Koes Hendratmo zaman dahulu. Itu bisa masuk ke kategori intangible.  

Lalu lisensi juga bisa lebih fleksibel, misalnya sepatu Adidas dan pakaiannya. Itu disebut product licensing atau cara membuat produk adidas. Tapi licensee juga berhak menyalurkan produk Adidas di negara Indonesia, itu namanya distribution licensing.

Lisensi di Indonesia sendiri memang kurang berkembang. Atau tidak sefamiliar waralaba atau sistem keagenan. Karena memang dari aspek hukum lisensi juga belum mendapat perlindungan yang baik dari pemerintah Indonesia. Contoh saja maraknya bajakan di Indonesia, terutama lagu. Plagiat juga banyak.  Lagu Bengawan Solo itu dihargai di luar negeri. Gesang sendiri sewaktu dia masih hidup masih menerima royalti lagu tersebut.

Jadi lisensi di Indonesia memang harus mendapat perlindungan hukum yang lebih baik. Kasihan orang yang menciptakannya. Dia yang menciptakan orang lain yang menikmati. Karena aturan yang memuat Lisensi belum begitu tegas dan jelas.

Padahal, banyak lisensi yang bisa dikembangkan di Indonesia. Misalnya lagu, jenis game, animasi, pakaian muslimah, batik, kerajinan kayu, kerajinan perak dan sebagainya, itu mestinya ke lisensi dan masuk ke ekonomi kreatif.     

Bhinneka Tunggal Ika, itu patungnya yang bergambar wanita-wanita dari ragam daerah dan suku itu bisa juga dilisensikan. Indonesia juga punya Cakar Ayam, yaitu piling system (system pondasi)  untuk membuat bangunan di tanah ber-rawa yang dibuat oleh almarhum Prof. Sedyatmo pada zaman dulu. Sudah 50 tahun lalu lisensinya didaftarin di luar negeri, dan sekarang masih dipakai di jalan yang menuju Bandara Soekarno Hatta.

Anang Sukandar

Chairman Asosiasi Franchise Indonesia