LEARNING IN ACTION

Learning (belajar) adalah aktivitas yang paling alamiah, merupakan bagian dari pengalaman manusia sepanjang hidupnya. Tidak hanya manusia, perusahaan pun terus mengembangkan dirinya, belajar memahami kondisi dinamika internal maupun eksternal. Terlebih- lebih 5 tahun terakhir ini, kita sebagai manusia maupun organisasi berusaha untuk mengejar terus ketertinggalan kita dibandingkan rekan rekan kita, bahkan kompetitor kita, dengan cara terus melakukan proses pembelajaran ( learning).

Saat ini, perusahaan dihadapkan  pada kondisi yang tidak mudah diramalkan dengan kepastian, keadaan yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Perubahan yang begitu cepat menuntut kemampuan setiap orang di dalam setiap perusahaan untuk mengembangkan kemampuan adaptasinya.

Adaptability menjadi hal yang mutlak agar kita dapat mengikuti kecepatan perusahaan dalam melakuka perubahan. Kecemasan terhadap keberlangsungan nasib pekerjaan kita ( survival) harusnya lebih besar dari kecemasan untuk mempelajari pengetahuan yang baru. 

Tidak ada cara lain untuk dapat bertahan sebagai karyawan di  perusahaan tempat kita bekerja di manapun dalam kondisi seperti sekarang kecuali berusaha untuk dapat terus berusaha belajar mengembangkan diri mengikuti perubahan zaman. Kecepatan proses pembelajaran ( learning speed) menjadi kunci keberhasilan setiap karyawan  dalam berkontribusi secara signifikan di dalam perusahaan.

Bagi pengusaha pun, kemampuan beradaptasi sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perusahaan sekelas Bluebird yang sudah begitu melekat di hati customernya, mendadak menjadi merasa terancam dan menimbulkan polemik berkepanjangan antar berbagai pihak yang berkepentingan sejalan dengan masuknya Uber dan Grabtaxi.

Bagaimana dahsyatnya bisnis aplikasi berbasis IT ini sudah merambah tidak hanya transportasi saja, tetapi sudah menjadi pesaing untuk retailer konvensional ataupun bidang usaha service lainnya.  

Demikian juga dalam dunia franchise. Begitu cepat satu bisnis model dicopy oleh bisnis model lainnya, Satu trend bisnis yang moncer segera ditiru oleh berbagai pihak. Satu trend produk atau jasa tertentu yang sedang naik daun, dalam sekejap banyak lahir follower yang mengcopy bisnisnya.

Kita juga melihat begitu cepat franchisee melepaskan komitment franchisenya terhadap franchisor dan memilih untuk membuka usaha sendiri.  Product cycle menjadi semakin cepat. Apa yang dianggap bisnis yang bagus dan prospek, dalam sekejab turun secara drastis sebelum kita sempat mengembangkannya, bahkan menekuninya.

Kemampuan  membangun pembelajaran di dalam perusahaan diharapkan akan mempercepat lahirnya ide ide kreatif dan inovasi yang segar dan orisinal.  Kedepannya diharapkan tentu saja dengan inovasi yang berkelanjutan, perusahaan tidak perlu gentar menghadapi dinamika apapun bentuknya.

Jadi bagaimana setiap perusahaan membangun budaya belajar ( learning culture) agar menjadi value bersama bagi seluruh karyawan, tidak hanya di top management saja. Learning culture bukan sekedar wacana saja, tetapi membangun budaya belajar membutuhkan komitment dari top management sehingga diharapkan perusahaan mampu menjadi learning organization, yang akan dapat mempertahankan keberlangsungan hidupnya menghadapi tekanan eksternal yang begitu kuat saat ini.

Proses pembelajaran dimulai dari  menciptakan dan mendapatkan informasi dan pengetahuan baru. Informasi saat ini begitu mudah diakses sejalan dengan masuknya internet di dalam kehidupan kita sehari hari.  Informasi ataupun pengetahuan baru ini  kemudian diikuti dengan memahami arti dari pengetahuan tsb dan akhirnya mampu mengaplikasikannya di dalam aktivitas dan cara berpikir yang baru.

Perusahaan yang menuju Learning Organization  memiliki keahian dalam menciptakan, mendapatkan, mengartikan, memindahkan hingga mempertahankan pengetahuan baru yang dimilikinya dan akhirnya dapat memodifikasi perilaku organisasi tsb hingga keseluruh anggotanya,  yang merefleksikan adanya pengetahuan dan insight yang baru.  

Setiap perusahaan perlu memperkuat manusianya dengan memberikan keleluasan dan ruang untuk berani mengalami kesalahan dalam proses pengembangan kreatifitas, agar proses kreatif tidak menjadi hal yang suram, tetapi justru menjadi sarana yang mencerahkan untuk penciptaan inovasi dan menjadi sarana pembelajaran yang saling mendukung satu sama lain. After action review menjadi hal yang lumrah agar dapat menjadi lesson learned yang bisa dibagikan kepada setiap orang yang membutuhkan di dalam perusahaan.

Dalam bisnis franchise, seorang franchisor wajib menjaga intangible asset nya yang tak ternilai di samping brand yang dimilikinya, yaitu berupa sistem, recipe, prosedur yang mengatur bisnis proses, database, pengetahuan yang sudah di dapat dari sejak perusahaan tsb berdiri. 

Kita tidak boleh terlena hanya  memperhatikan perkembangan brand dan ekspansi bisnis saja, tetapi kurang memperhatikan harta lain yang justru dapat membawa perusahaan naik ke jenjang next level. Intangible asset ini perlu diperbarui secar a berkala , sama seperti  kita mengelola tangible asset lainnya, seperti mobil, pabrik, dll. Prose pembaruan ini akan menjadi roda yang terus bergulir jika learning culture sudah menjadi filosofi inti bagi franchisor tsb.

Ir Mirawati Purnama Msi