Jangan Layu Sebelum Berkembang

Franchisor Jangan Layu Sebelum Berkembang

Beberapa tahun terakhir ini kami banyak bergumul dengan para business owners UKM di berbagai kota di tanah air melalui berbagai aktivitas di Komunitas Memberi (www.memberi.org). Yang belum tahu, Komunitas Memberi adalah sebuah komunitas yang kami dirikan untuk menghimpun para UKMers bersama-sama membangun kemampuan kelas dunia melalui capacity building di bidang manajemen.

Lama bergumul dengan mereka akhirnya kami menemukan bahwa salah satu kelemahan utama industri waralaba (khususnya UKM) kita adalah kurangnya kemampuan franshisor kita dalam membangun dan mempertahankan brand yang solid. Memang banyak business owner yang bisa membuat resto, apotek, atau lembaga pendidikannya mencapai kesuksesan dalam waktu singkat dan kemudian diwaralabakan. Namun yang banyak terjadi kemudian, brand-nya kemudian meredup begitu usaha mereka diwaralabakan: kualitas produk menurun, kualitas layanan tak konsisten, dan segudang masalah lain.

Maintaining the Brand

Ambil contoh, tiga bulan lalu kami makan-makan di salah satu restoran waralaba ayam bakar lokal yang sudah cukup punya nama. Kebetulan gerai tersebut termasuk gerai yang kurang begitu laris, melihat tak banyak pelanggan di jam makan siang yang harusnya ramai. Kami agak terkejut setelah beberapa saat masuk mendapatkan pengalaman yang tak begitu menyenangkan: ruangan makan kurang bersih terkesan tak diurus, pelayan hanya beberapa gelintir sehingga harus menunggu begitu lama, mereka juga tak ramah dan kurang responsif, dan begitu kami ke toilet sehabis makan, minta ampun joroknya.

Kami tak menyangka gerai waralaba yang kami tahu cukup terkenal itu rupanya ceroboh men-deliver layananya. Celakanya, si brand owner sekarang sibuk nyambi menjadi pembicara di berbagai seminar kewirausaaan. Kami pun cemas, gerai waralaba lokal yang potensial ini akan kian merosot ekuitas mereknya karena berbagai kecerobohan tersebut. Kami takut kalau brand gerai waralaba ini layu sebelum berkembang karena layanan kian memburuk, dan si brand owner-nya tak sempat lagi mengurusi detail-detail operasi rumah makan karena terlalu sibuk berseminar.

Sistem waralaba sesungguhnya merupakan mekanisme ampuh untuk mengembangkan brand (brand development) sekaligus memperluas jaringan (channel development) bagi para brand owner atau franchisor. Bagi para brand owner, sistem waralaba adalah strategi pengembangan brand dan jaringan yang efisien dan cepat, low cost karena butuh investasi minimal, dan menguntungkan karena menghasilkan royalty fee. Tetapi sebaliknya, apabila franchisor tidak bisa mengarahkan dan mengontrol franchisee, maka hal ini bisa menjadi backfire yang bisa meruntuhkan reputasi (brand reputation) dan kepercayaan konsumen.

Oleh karena itu, para pelaku waralaba UKM perlu menyiapkan sistem waralaba yang solid agar bisa menghasilkan kesuksesan brand dalam jangka panjang. Namun, tantangannya adalah bagaimana UKM menyiapkan sistem support untuk operasional franchisee, pengawasan ketat dalam operasionalisasi waralaba, service blueprint, dan pengembangan SOP.

Branding Is Value-Adding

Barangkalai banyak dari Anda yang masih mengira bahwa brand adalah logo atau tagline. Anda salah besar. Logo atau tagline sehebat apapun kalau produk Anda mediocre atau layanan Anda amburadul tak ada gunanya. Brand adalah puncak dari keseluruhan upaya yang dilakukan oleh marketer mulai dari mengembangan produk yang ampuh, menciptakan layanan yang ekselen, atau mengembangkan distribusi yang ekstensif. Intinya, brand adalah keseluruhan nilai tambah (value added) yang kita suntikan ke dalam produk, yang menjadikan produk itu laris-manis di pasar. Karena itu brand building adalah keseluruhan aktivitas yang kita lakukan untuk membangun daya saing produk di pasar. Jadi keliru besar kalau branding hanya direduksi sebagai sekedar memasang logo atau tagline franchisor di gerai franchisee.

Ambil contoh Starbucks. Ketika kita mampir ke Starbucks, maka kita akan secara cepat mengetahui branding yang dilakukan oleh gerai kopi asal Amerika Serikat itu: kopi berkualitas dunia, layanan kasual, free wifi, ambiance ruangan yang cool beraroma kopi, dan self-service. Semua gerai Starbucks yang tersebar di seluruh dunia memiliki experience dan servis yang sama dan konsisten. Contoh lain Garuda Indonesia yang mengusung branded service bertajuk Garuda Indonesia Experience. Melalui layanan ini Garuda Indonesia mengajak penumpangnya merasakan nuansa keindonesiaan di kabin pesawat mulai dari keramahtamahan ala Indonesia, makanan khas Nusantara, musik tradisional asal berbagai daerah, dan lainnya.

Cerita di atas adalah dua contoh perusahaan kelas dunia yang memiliki kemampuan membangun brand yang hebat. Melalui dua contoh tersebut kami hanya ingin menegaskan sekali lagi bahwa branding bukanlah sekadar logo atau tagline yang kerap digembar-gemborkan melalui promosi atau iklan. Branding adalah menciptakan nilai tambah kepada produk dan layanan kita yang ujung-ujungnya akan mendongkrak daya saing produk dan layanan tersebut di pasar.

The Power of System

So, apa saja tips yang harus dilakukan oleh para franchisor pemilik merek untuk menjaga agar brand-nya tetap solid dan langeng dalam jangka panjang? Pertama, mereka harus membangun sebuah franchise system yang solid dan kokoh. Sistem inilah yang memungkinkan standar kualitas produk dan layanan kita ter-deliver secara konsisten ke konsumen. Bentuknya bisa macam-macam: standard operating procedure, capacity building untuk frontliner di gerai, pengaturan interior/eksterior ruangan, store service blueprint, marketing collateral, dan lainnya. Ini menurut kami pekerjaan rumah terbesar bagi para pengelola waralaba.

Kedua, melakukan inovasi, pengembangan, dan penyempurnaan produk/layanan/program secara kontinyu. Ingat, setiap produk/layanan/program sukses yang kita luncurkan, selalu memiliki masa hidup (life time) yang kian pendek. Satu produk/layanan/program sukses biasanya ada “bulan madu”-nya. Maicih atau Holycow misalnya, begitu menghebohkan saat diluncurkan. Namun kini setelah berjalan beberapa tahun, kehebohannya berkurang banyak, karena konsumen telah menganggapnya biasa. Agar brand kita selalu fresh dan terlihat dinamis, maka mau nggak mau kita harus aktif melakukan inovasi, pengembangan, dan penyempurnaan produk/layanan/program baru.

Ketiga, menjalankan program penjualan dan komunikasi pemasaran secara terintegrasi (integrated sales & marketing communications). Kebanyakan gerai waralaba kita melakukan proses penjualan dan komunikasi pemasaran secara parsial, tak terencana dengan baik, dan tidak dilakukan secara sistematik. Seluruh pendekatan penjualan dan pemasaran mulai dari above the line (ATL), below the line (BTL), personal selling, atau public relation harus dilakukan secara terintegrasi dengan mengacu pada positioning dan core message yang tunggal.

Tiga tips tersebut tentu saja hanya sebagian kecil dari begitu banyak aspek yang harus diperhatikan oleh para pengelola waralaba. Tapi dengan tiga tips itu kami meyakini cukup banyak improvement yang bisa kita wujudkan untuk membentuk brand yang kuat dan langgeng.

Yuswohady, Managing Partner, Inventure

Iryan Ali H, Business Analyst, Inventure