Integritas dalam Dunia Franchise

Integritas dalam Dunia Franchise

Akhir akhir ini media beberapa aparat negara yang ditangkap oleh KPK karena melanggar integritas. Hal ini sungguh menjadi keprihatinan semua anak bangsa yang peduli dengan negaranya. Sulit untuk menerka apa penyebabnya karena secara beruntun dan hampir di semua lapisan, baik pegawai negeri ataupun karyawan swasta, banyak orang di dalam bisnis yang dengan mudah menggadaikan integritasnya.

Apakah hati nurani kita sudah begitu tumpul sehingga budaya malu sudah tidak ada dalam setiap insan Indonesia, sehingga integritas tergadaikan tanpa peduli reputasi, nama baik ataupun harga dirinya. Bahkan pertanggung jawaban kepada Pencipta pun menjadi hal yang terabaikan di zaman serba economic libidinal ini. Hal ini sebenarnya sungguh membuat miris hati.

Dalam dunia kerja integritas menjadi issue utama dalam setiap rekrutment. Bagaimana kita dapat memilih dengan tepat orang yang memiliki integritas tinggi padahal orang yang kita wawancarai baru kita kenal beberapa menit saja? Memang bukan hal yang mudah untuk mendapatkan orang orang yang memang memiliki komitmen kuat dan berintegritas tinggi.

Kalaupun akhirnya kita beruntung mendapatkan karyawan yang berintegritas tinggi, hal itupun tidak bisa otomatis bersifat langgeng. Integritas seseorang akan menjadi pergumulan dalam kehidupannya dengan semua jenis godaan, baik godaan materi, kekuasaan, lingkungan dan lain-lain.

Sering kita melihat banyak praktek-praktek karyawan yang mencederai integritas dan kehormatan dirinya akibat tergoda dengan iming-iming materi dan kekuasaan. Apalagi jika pimpinan sudah terlanjur take it for granted, sudah melupakan asas controlling and monitoring, maka bisa saja di saat ada intervensi “bisikan” dari luar, dengan mudah karyawan tersebut akan berbelok dan mengkhianati atasannya.

Semua kebaikan pimpinan, nilai-nilai yang dianutnya, komitmennya terhadap perusahaan yang membesarkannya, dapat dengan mudah dilupakannya di saat muncul kekecewaan ataupun mendapat “bisikan” dari luar.

Bagaimana integritas karyawan di dalam dunia franchise? Kalau kita mau mencermati, ada dua kepentingan yang dapat dengan mudah tercederai, yaitu dari sudut franchisor dan dari sudut franchisee.

Dari sudut franchisor, janji dan komitmen franchisor kepada investor yang berminat menjadi franchiseenya untuk bersama membangun dan membesarkan brand membutuhkan transparansi dan kejujuran terhadap berbagai hal, termasuk kalkulasi finansial dan perhitungan BEP (break even point).

Karyawan akan melihat bagaimana peran sang leader (franchise owner) menjalankan bisnisnya. Jika integritas dan transparansi menjadi pegangan franchise owner dan menjadi mandatory perusahaan, maka karyawan akan menjalankannya sebagai nilai-nilai perusahaan yang harus dijalankan oleh seluruh tim.

Dari sudut franchisee pun, jika ada kebohongan yang dibangun dalam menjalankan bisnis franchise, seperti tidak mengikuti kaidah formulasi yang disyaratkan franchisor, SOP yang tidak dipatuhi, menggunakan bahan baku dengan spesifikasi berbeda tapi lebih murah, dan lain sebagainya yang menjadi praktek harian para franchisee, maka akan sulit berharap karyawan yang terlibat di dalamnya mempunyai integritas dan komitmen penuh terhadap perusahaan tersebut.

Leading by example, itu slogan yang masih sangat relevan berlaku di zaman dunia yang dinamis ini. Sangatlah penting untuk saling membangun trust (saling percaya)antara franchisor dengan franchisee. Jika trust sudah terbentuk, maka karyawan akan juga mengikuti role model yang dilakukan oleh pimpinannya, terlepas dari apakah itu dari pihak franchisor ataupun dari pihak franchisee.

Lalu bagaimana kita dapat membangun integritas menjadi budaya perusahaan yang berkelanjutan? Tentu saja membutuhkan komitmen dan peran aktif dari semua pihak. Tidak hanya melulu menjadi suatu tuntutan mandatory perusahaan kepada karyawan tetapi juga membutuhkan konsistensi tindakan yang terus menerus dari pimpinan perusahaan. Dibutuhkan program change management maupun intervensi organization development secara berkesinambungan untuk merubah mindset dan perilaku karyawan dan membangun trust.

Di samping itu, sistem pengukuran kinerja perlu memasukkan juga unsur integritas ini. Reward dan apresiasi terhadap budaya integritas harus menjadi salah satu agenda yang perlu dilaksanakan kepada karyawan. Di lain pihak, punishment secara tegas harus dilakukan jika memang ditemukan adanya penyimpangan dalam hal integritas seberapapun pahit dan beratnya kita harus kehilangan mereka. Sungguh memang tidak mudah, tetapi the show must go on kan? God bless us, Amien…

Ir Mirawati Purnama Msi